Bab 4

Upacara pernikahan yang dilaksanakan pada sebuah gedung besar telah selesai digelar. Tak banyak tamu yang diundang karena pihak Zio hanya mengundang beberapa keluarga inti saja dan tidak mengundang para koleganya. Pesta itu berjalan cukup sepi tetapi Zia menikmatinya karena menurutnya itu lebih baik daripada ramai oleh banyak orang. 

“Kalian akan langsung pulang ke rumah kalian?” tanya Manda yang terlihat baru saja menghampiri Zia dan Zio yang baru saja turun dari tempat duduknya. 

“Benar, Ma. Soalnya ada banyak hal yang harus Zio lakukan,” jawab pria itu. 

“Baiklah, hati-hati kalau gitu,” ujar Manda lagi.

Zia dan Zio tersenyum, menyalami orang tuanya dan langsung pergi menggunakan mobil Zio menuju tempat baru mereka yang terpisah dengan orang tuanya. Memang sudah kesepakatan keduanya bahwa Zia akan ikut dengan Zio ke kota dan menetap di sana karena Zio bekerja di kota sebagai Dosen dan pengusaha. Kantornya cukup jauh dengan rumah orang tuanya dan rumah Zia, sehingga tak mungkin mereka tak pergi. Zia hanya mengikuti saja, menurutnya jika itu memang yang terbaik, maka ia dengan senang hati menerimanya. 

Selama di jalan tak banyak obrolan yang mereka bicarakan selain hanya Zio yanga kadang-kadang bercerita mengenai pekerjaannya tetapi itu pun tak lama, hanya jika mereka terjebak di lampu merah. Selebihnya Zia lebih sibuk memandang jalanan dari jendela, sementara Zio fokus berkendara. 

Setelah sekitar dua jam kemudian, mereka sampai di sebuah perumahan dengan bangunan dua lantai yang didominasi cokelat muda dengan tiang bangunan berwarna emas yang terlihat cukup mewah. Bahkan menurut Zia itu sangat mewah. Zio mengarahkan mobilnya masuk ke pelataran itu dan mulai mematikan mesin mobilnya saat sudah berhenti tepat di depan rumah itu. 

“Nah, kita sudah sampai. Ini rumah baru kita,” ujar Zio seraya melepas sabuk pengamannya. 

Zia juga melepas sabuk pengamannya dan keduanya turun. Perumahan ini terlihat jelas milik gololongan perekonomian ke atas, Zia benar-benar lupa bahwa sekarang ia telah menikah dengan seorang pengusaha kaya. 

Zio langsung masuk disusul langkah Zia di belakangnya. Pada ruangan pertama terlihat ruang tamu yang terlihat masih kosong selain hanya ada sofa dan beberapa pot bunga yang sepertinya terurus dengan baik. Langkah Zio kemudian mengarah pada sebuah kamar yang tak begitu jauh dengan ruang tengah, tepat di sebelahnya terlihat taman kecil. “Nah, itu kamarmu,” kata Zio. 

Zia terkejut dengan ungkapan Zio. Kamarmu? Ia tak paham mengapa menggunakan kosa kata kamarmu dan bukan kamar kita? 

Zio melihat Zia kebingungan. Pria itu mendengkus dan menatap Zia dengan dalam. “Mungkin aku harus jujur padamu bahwa pernikahan ini bukan kemauanku. Aku sama sekali belum ingin menikah dan belum siap menikah. Namun kedua orang tuaku memaksaku untuk menikah karena mereka akan pergi ke Jerman dan menetap di sana untuk sementara waktu. Ibu dari ayahku yang mana merupakan nenekku sakit-sakitan, sehingga mereka tak ingin membiarkannya sendirian. Karena sebab itulah mereka memintaku untuk menikah agar aku memiliki teman di Indonesia,” aku Zio. Ia terlihat sangat tak enakan pada Zia, tetapi lebih jahat lagi jika ia tak pernah memberitahukan tentang sebab pernikahan ini sejak awal. 

Sebagai seorang pria, Zio tak ingin ada kebohongan pada rumah tangganya. Ia ingin dirinya dan Zia saling jujur meski mereka hanya berpura-pura. Zia yang mendengar hal itu menelan salivanya susah payah karena ia merasa dikecewakan oleh Zio. Walau pun ia belum mencintai Zio, tetapi ia mengakui bahwa ia menerima pernikahan itu dengan sangat tulus dari hatinya yang paling dalam. Namun siapa yang menyangka bahwa akhirnya ketulusan miliknya ternodai oleh kedustaan yang Zio lakukan tanpa Zia sadari di awal.

“Dan asal kamu tahu, aku juga menerima perjodohan ini, menerima kamu sebagai istriku karena aku mendengar gosip bahwa kamu juga belum mau menikah. Jadi pikirku aku dan kamu mungkin cocok melakukan kerjasama ini. Aku tak mungkin menerima wanita yang benar-benar mencintaiku dan siap menikah karena nanti akan repot, jadi menerima kamu adalah pilihan terbaik aku kira,” lanjut Zio. 

Zia tak merespons apa-apa karena ia masih terkejut dengan apa yang didengarnya saat ini. Tak menyangka bahwa pernikahan ini berawal dari mimpi buruk. Zia hanya tak tahu bagaimana kehidupan selanjutnya berjalan. Ia benar-benar tak bisa berpikir jernih untuk saat ini. 

“Aku benar-benar minta maaf jika ini membuat kamu kecewa atau menyinggung perasaan kamu karena aku tidak jujur dari awal. Tapi aku mohon padamu untuk bertahan dalam pernikahan ini. Aku tidak tahu ini akan membutuhkan waktu berapa lama, tapi aku janji aku akan melepaskan kamu dan membiarkan kamu menikah dengan orang yang kamu cintai. Aku tahu terkurung dalam penjara itu tidak nyaman, jadi suatu saat kamu harus terbang untuk menemukan cinta sejatimu,” ungkap Zio dengan suara yang sangat dalam. 

Zia mengangguk samar. 

“Aku tidak tahu bagaimana perasaan kamu saat ini, tapi mungkin sama seperti aku, ‘kan? Karena kita sama-sama dipaksa? Jadi, seperti yang aku katakan kita akan menjadi partner yang baik dan membantu satu sama lain agar pernikahan ini berjalan dengan ringan dan tidak memberatkan salah satu pihak,” lanjut Zio dengan tegas. 

Dengan sangat terpaksa dan menutupi kekecewaannya, Zia mengangguk berpura-pura tabah menerima permintaan Zio yang sebenarnya tak masuk akal. 

Terpopuler

Comments

Adelia Rahma

Adelia Rahma

dgn terpaksa mengangguk drpd brhrap byk

2023-10-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!