Bab 3

Zia terlihat sedang mengangkat daging sapi dari panci yang sudah setengah matang, tetapi saat ia hendak memasukkan daging lain, seorang waiters baru saja menghampirinya seraya membawa buku catatan pemesan. 

“Di depan seseorang memesan cumi pedas manis, sementara menu itu tidak ada di restoran ini,” ujarnya pada Zia. 

“Siapa yang memesan?” tanya Zia. “Kalau tidak ada, bilang saja tidak ada. Bukannya itu tugas kamu untuk menolak? Lagi pula kalau kita layani, bisa jadi nanti akan banyak pelanggan yang seperti itu dan kita akan kehilangan khas makanan restoran kita,” jelasnya. 

“Masalahnya dia kenalan Bos sepertinya, jadi Bos yang meminta untuk salah satu kokinya memasakkan masakan itu,” jawabnya. 

Zia mendengkus. Melihat dua koki lain yang sibuk dengan pekerjaannya, akhirnya Zia-lah yang mengalah untuk memasak menu yang tak pernah ada di restoran itu. “Baiklah, aku akan coba. Semoga saja hasilnya tidak mengecewakan,” katanya. Ia menaruh daging sapi barusan di meja dan membiarkan koki lain yang melanjutkan pekerjaannya, sementara Zia mendekat ke lemari pendingin untuk mengambil cumi yang berada di dalam sana. 

Untung saja ia suka melihat video pada kanal YouTube dan sesekali mempraktikannya sehingga hanya membuat cumi pedas manis saja itu bukanlah hal yang sulit. Hanya saja ia sedikit kesal karena menu itu tak ada di restoran, jika saja ada mungkin ia tak akan kesal seperti ini. 

Ia mengambil cumi yang telah dibasuh lalu mulai memotong-motongnya dengan rapi dan menaruhnya di sebuah piring untuk dimarinasi dengan lada dan garam, kemudian ia biarkan selama tiga menit. Setelah selesai ia mulai menyiapkan beberapa bumbu yang dibutuhkan dan mulai lada, cabai, asam jawa, saus tiram, dan minyak goreng. 

Pertama-tama, Zia terlihat *******-***** asam jawa dengan air lima puluh mili air dan membuang ampasnya. Setelah itu ia menyiapkan wajan dan memasukkan aor asam jawa tadi serta cumi dan membiarkannya hingga air menyusut. Zia terlihat sangat menikmati prosesnya, ia paling serius jika dihadapkan dengan masak memasak. 

“Zi, jangan lama-lama, sudah ditunggu,” tegur pelayan. 

“Sebentar lagi jadi,” jawabnya. 

Sekitar lima menit kemudian, Zia telah menyelesaikan masakannya dan dipindahkan ke atas piring lalu diberikan pada pelayan untuk diantar pada meja pelayan. Setelah itu ia langsung mengambil alih pekerjaan lain yang sempat tertunda. 

Selang sepuluh menit kemudian, seorang pria berjas merah maroon datang ke dapur dan menghampiri Zia. Ia terlihat membawa amplop di tangan kanannya dan mengulurkannya pada Zia tepat di depan wanita itu. “Selamat, Zia. Ini adalah bonus dari pria yang memesan makanan tadi. Dia berterima kasih karena katanya makanan yang kamu buat sangat enak dan dia sedikit ketagihan,” katanya dengan bangga. 

Zia langsung menanggapi amplop itu. “Terima kasih, Pak. Senang jika pelanggan menyukai masakan saya,” ungkap Zia dengan tulus. 

“Ya, terima kasih juga. Dan lanjutkan pekerjaanmu,” katanya kemudian pergi keluar dapur. 

Namun karena terlampau penasaran, akhirnya Zia keluar dari dapur untuk melihat pria yang memesan makanan barusan. Namun saat sudah di luar, Zia tak melihat seorang pria melainkan hanya beberapa pelanggan saja yang sepertinya sedang menikmati makanan dengan keluarganya. 

“Ke mana pemesan cumi asam pedas manis barusan?” tanya Zia.

“Dia sudah pulang, apa kamu penasaran dengan orangnya?” tanya pelayan tadi dengan kedua mata yang berbinar. 

Zia mengangguk samar. Ingin langsung mengiayakan pun ia sedikit malu, tetapi ia memang penasaran dengan pria pemesan menu cumi asam pedas manis tadi.”

Pelayan itu terlihat mengeluarkan gawainya dari dalam saku dan memperlihatkan potret seorang pria yang sedang makan dengan atasannya di sebuah meja paling depan. Zia melihatnya dengan seksama hingga ingatan itu melekat sangat kuat di memorinya. 

“Helo, Zia!” sebuah suara mengagetkannya. 

Zia terkesiap, ia kaget saat menyadari bahwa dirinya tak ada di restoran lagi, melainkan ia sedang berada di rumahnya berhadapan dengan keluarga sahabat ibunya. Malam ini seseorang menemuinya dan ia lebih banyak melamun daripada berbaur dengan mereka. Ingatan Zia hanya terbang pada ingatan siang tadi ketika pria itu datang ke restoran dan seorang teman memotretnya. 

Pria yang diduga bernama Zio terlihat mengulurkan tangannya di depan Zia, ia tampak tersenyum padanya. “Halo, perkenalkan nama saya Zio. Maksudnya, panggil saja Zio,” ungkapnya. 

Zia langsung menyambut uluran tangan pria itu, “Namaku Zia,” balasnya. 

Setelah berkenalan, mereka segera melepaskan genggaman tangannya satu sama lain dan duduk di kursinya masing-masing. Suasana kali ini tampak sedikit kaku dan Zia merasakannya dengan sangat kuat. Namun ia berusaha untuk meredam rasa gugupnya di depan mereka. 

“Nah Zia, mungkin kamu sudah tahu bahwa kedatangan kami kemari untuk melamar kamu menjadi suami dari anak saya, Zio. Saya harap kamu menerima pinangan ini dengan baik,” ungkap Arta. 

Zia menatap Zio yang tampak tersenyum ke arahnya, ia melihat bahwa pria itu tak keberatan sama sekali dengan pernikahan ini. Karena melihat Zio yang tampak tenang, akhirnya Zia mengangguk. “Saya menerima pinangan ini dan saya bersedia menikah dengannya,” ungkap Zia dengan tulus. 

Semua yang berada di sana terlihat bahagia tak terkecuali ayah dan ibu tiri Zia, karena bagaimana pun sebelumnya Zia selalu menolak pinangan dari pihak mana pun, tetapi sekarang ia menerimanya dengan tanpa ragu. 

“Akhirnya, Zia! Ayah senang kamu menerima pinangan ini,” cetus Andika. 

Terpopuler

Comments

Adelia Rahma

Adelia Rahma

awal yg membagongkan bgi Zia

2023-10-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!