Kedatangan Damian

Beberapa hari kemudian ...

Emily baru saja pulang dari rumah temannya.

" Dari mana saja kamu ? Jangan-jangan kamu habis menemui pria miskin itu lagi ? " tuduh Bian seraya menatap dengan tajam wajah putrinya. Sudah satu jam dia menunggu Emily di depan rumahnya , namun gadis itu baru pulang ke rumah.

" Tidak ,Pa. Aku dari rumah Sinta," sahut Emily menunduk. Tadi dia memang pergi ke rumah Sinta untuk menceritakan semua masalahnya pada sahabatnya itu.

" Jangan bohong kamu. Aku yakin kau pasti habis bertemu dengan pria miskin itu lagi," tuduh Bian lagi. Dia sama sekali tak percaya dengan perkataan putrinya.

" Aku bicara jujur , Pa. Kalau Papa tidak percaya dengan ucapanku , hubungi saja nomer Sinta dan tanyakan padanya," terang Emily yang berusaha menjelaskan pada Papanya. Kalau Papanya tidak percaya dengan ucapannya maka dia pasti akan menyakiti Damian. Dia tidak ingin semua itu terjadi.

" Baiklah, kali ini Papa percaya dengan ucapanmu. Tapi awas saja kalau kau berani menemui pria miskin itu lagi. Papa tidak akan segan-segan menyakitinya," ancam Papanya. Dia terpaksa melakukan ini karena untuk kebaikan Emily sendiri. Dia ingin putrinya hidup bahagia dan tidak kekurangan apapun. Andai Damian orang kaya, dia pasti akan menerima bantuan pria itu dengan senang hati. Dan andai saja perusahaannya tidak bangkrut ,dia pasti akan merestui hubungan Emily dan Damaian. Kalau perusahaannya tidak bangkrut dan Emily menikah dengan Damian, maka dia bisa membantu perekonomian Damian. Tapi kalau dia bangkrut lalu Damian miskin , maka sudah pasti putrinya akan menderita. Orang tua mana yang tega membiarkan putrinya hidup menderita ? Pasti tidak akan ada orang tua yang menginginkan putrinya hidup menderita.

" I_iya , Pa. Aku janji tidak akan menemui Damaian lagi," kata Emily dengan raut wajah sedih.

" Sekarang masuklah ke dalam," perintah Bian lagi.

" I_iya , Pa, " sahut Emily yang kemudian masuk ke dalam.Setelah masuk ke dalam Emily melihat di dalam sedang ramai.

Ada yang sibuk menyusun kursi dan ada juga yang sibuk mendekorasi rumah. Tenda pun sudah terpasang rapi di halaman rumah. Kursi tamu yang tersusun rapi dengan dekorasi bunga warna-warni hampir menghiasi sudut rumah. Itu tandanya pernikahan yang tidak Emily inginkan akan segera tiba.

Emily melihat Papa dan Mamanya kesana kemari sibuk mengurus persiapan pesta.

" Emily, kau dari mana saja ? Papamu tadi marah dengan Mama karena kamu tidak ada di rumah," kata Ara seraya menatap putrinya.

" Maaf , Ma. Gara-gara aku Mama jadi dimarahi oleh Papa. Tadi aku hanya pergi ke rumah Sinta," ucap Emily menjelaskan.

" Lain kali kalau mau keluar jangan lupa izin . Kalau seperti tadi Mama kan jadi khawatir," ujar Ara seraya mengusap rambut putrinya dengan lembut.

" Iya , Ma. Kalau begitu aku pergi ke kamar dulu," sahut Emily.

Dia naik ke atas dan menuju ke kamarnya. Saat membuka pintu kamarnya, Emily begitu terkejut melihat kamarnya yang sudah penuh dengan hiasan bunga warna - warni.

Emily begitu jengkel melihat semua bunga itu. Rasanya dia ingin membuang semua bunga itu, akan tetapi dia takut dimarahi oleh Papanya. Bisa-bisa Papanya mengancam ingin menyakiti Damian lagi. Dia sangat takut Damian di sakiti oleh Papanya. Dia sangat mencintai kekasihnya itu. Apapun akan dia lakukan asal Damian tidak di sakiti oleh Papanya.

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

Besok paginya...

Pernikahan yang tidak diinginkan oleh Emily pun tiba. Itu tandanya sebentar lagi dia akan sah menjadi istri pria tua yang bernama Dimas . Emily mematut dirinya di depan cermin dengan balutan gaun berwarna putih menghiasi tubuhnya. Raut wajahnya terlihat sedih karena sebentar lagi dia akan menikah dengan pria yang tidak dia cintai. Hatinya terasa sakit. Dia ingin sekali berteriak ataupun kabur dari rumah. Tapi dia takut dengan ancaman Papanya. Tanpa terasa air matanya telah menetes membasahi wajahnya.

Detik demi detik waktu seakan berjalan dengan cepat. Gadis itu menghapus air matanya.

Terdengar derit pintu yang terbuka.

" Emily , ayo keluar ," ajak Ara. Wanita paruh baya itu menyunggingkan senyumnya. Dia juga sedih karena Emily harus menikah dengan seorang pria yang tidak di cintai putrinya. Dia berharap keluarga Sanjaya memperlakukan putrinya dengan baik. Dia juga berharap Emily bisa mencintai Dimas. Meski berat rasanya harus melepas karena dia merasa belum puas bersama putrinya yang terkadang masih bersikap kekanak - kanakan. Namun dia tidak bisa menghentikan keinginan suaminya.

" Sayang, rombongan keluarga Sanjaya sudah datang. Ayo kita keluar," ucap Ara sembari menatap putrinya dari pantulan cermin.

Emily menganggukkan kepalanya sembari menghela nafas dengan pelan lalu bangkit berdiri.

" Kau sangat cantik hari ini. Selamat untuk pernikahanmu yang sebentar lagi akan berlangsung." Ara mengecup kedua pipi Emily secara bergantian. Disekanya air mata yang hendak gugur membasahi pipinya.

" Terima kasih ,Ma." Emily memeluk Mamanya hingga beberapa saat. Sebentar lagi dia sudah menjadi seorang istri, tentu tak bisa bersikap manja lagi seperti dulu pada Mamanya.

" Jangan menangis, kita tidak akan berpisah. Kau akan tetap jadi putriku," kata Ara.

Emily mengangguk- anggukkan kepalanya pelan. Air mata yang sudah menggenang berusaha ditahan agar tidak keluar.

Emily berjalan menuruni anak tangga sembari menggandeng lengan Mamanya. Saat ini belum terlalu banyak tamu undangan karena resepsi baru dilaksanakan nanti malam. Hanya anggota keluarga dan teman dekat saja yang akan hadir menyaksikan pernikahan itu.

Tiba-tiba dari luar terdengar suara orang yang sedang berseteru. Emily bisa mendengar kalau itu adalah suara Damian. Kedua mata Emily membulat mendengar suara Damian.

" Ya ,Tuhan. Kenapa Damian harus datang kemari ? Bagaimana kalau Papa menyakitinya ? " batin Emily dengan raut wajah yang sangat cemas.

"Emily ...Emily..." ucap Damian yang terus berteriak memanggil nama kekasihnya.

" Emily , aku mencintaimu. Emily , aku mencintaimu. Jangan tinggalkan aku Emily," kata Damian. Suara teriakan Damian terdengar begitu pilu dan sangat sedih.

"Emily, aku mohon jangan lakukan ini. Aku yakin kau pasti masih mencintaiku," teriak Damian lagi. Air mata pria itu sudah menetes begitu saja.

Emily hanya bisa mengintip dari balik tirai. Dia tak berani keluar menemui Damian.

" Emily , untuk apa kau ada di sini ? Awas saja kalau kau berani menemui pria itu. Kalau kau berani keluar, maka Papa akan menyuruh anak buah Papa untuk membunuh pria itu," ancam Bian pada putrinya.

Kedua mata Emily lalu membulat saat melihat Damian di pukul oleh anak buah Papanya. Wajah Damian sudah babak belur dan bahkan pria itu sudah terbaring lemah karena terus mendapat pukulan. Air mata Emily sudah jatuh membasahi wajahnya. Dia tidak kuat melihat keadaan Damian yang seperti itu.

" Papa , tolong jangan pukul Damian lagi ! Aku mohon ,Pa." Emily berlutut di kaki Bian dengan air mata yang terus mengalir.

" Pa , tolong hentikan semuanya ! Kasihan Damian," ucap Ara yang juga tidak tega melihat Damian.

" Papa akan menghentikan semuanya asalkan kau fokus dengan pernikahanmu ," kata Bian seraya menatap putrinya.

" Iya , Pa ," sahut Emily.

Terpopuler

Comments

Tuty Handayani

Tuty Handayani

kog segitunya ya papanya...

2023-06-15

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!