Jakarta.
Khay baru saja turun dari dalam mobil. Perempuan itu mengedarkan pandangannya ke halaman rumah ini, rumah ini jauh lebih besar dari kediamannya. Khay mulai menatap ke arah taman yang terdapat kolam ikan juga di sana, kemudian Khay mulai melihat ke arah sofa yang ada di bagian lain halaman rumah ini. Rumah yang begitu asri karena terdapat pohon-pohon yang menjulang tinggi di beberapa bagian rumah ini.
Seseorang mengandeng tangannya membuat atensi Khay teralihkan dan kini melihat ke arah perempuan paruh baya yang sedang tersenyum manis padanya.
“Ma, ajak calon menantu kita masuk ke dalam rumah dong, jangan di ajak berdiri di luar saja,” ujar Jiro pada sang istri sebelum dia melangkah masuk ke dalam rumah terlebih dahulu.
“Sayang, ayo kita masuk kedalam sekarang, Mama sudah nggak sabar untuk memperlihatkan ruangan kamar kamu, Mama sendiri loh yang desain,” ujar Aulia sembari mengandeng tangan Khay masuk ke dalam rumah.
Ya, Aulia meminta Khay untuk memanggilnya dan sang suami dengan sebutan Mama, Papa sebab sebentar lagi Khay juga akan menikah dengan putranya. Khay hanya bisa patuh tanpa ingin menolak sama sekali, dia dalam keadaan yang tak bisa menolak apapun sekarang.
Aulia mengajak Khay untuk menaiki anak tangga rumah ini kemudian Aulia mengajak Khay untuk memasuki salah satu kamar yang telah ia siapkan sebelumnya. Khay tersenyum tipis ketika ia mengetahui jika ruangan kamar ini begitu mirip sekali dengan ruangan kamarnya yang ada di bandung.
“Ma, terima kasih karena sudah mau menerima Khay ketika semua orang menjauhi Khay,” ujar Khay dengan berlinang air mata. Khay tidak bercermin sama sekali setelah meninggalnya sang Papa, ia bahkan tak perduli dengan kondisi rambutnya yang tak di sisir sama sekali, itu semua tak penting bagi Khay setidaknya untuk saat ini.
“Tak perlu mengucap terima kasih karena sebentar lagi kita juga akan menjadi keluarga. Kamu tak perlu membereskan apapun sebab Mama sudah meminta asisten rumah tangga di rumah ini untuk membereskan semua barang-barang kamu, sekarang beristirahatlah kamu pasti capek sekarang,” ujar Aulia dengan ramah kemudian mengecup kening Khay lalu keluar dari ruangan ini.
Khay menutup pintu kamarnya kemudian ia menjatuhkan tubuhnya di ranjang dan menangisi takdirnya. Khay berharap jika ini semua hanyalah mimpi dan semoga ketika ia bangun semua mimpi buruk ini akan ikut menghilang juga bersama dengan waktu. Amin.
Di lantai bawah.
Seorang lelaki tampan yang mengenakan baju basket baru saja turun dari ducati merahnya, lelaki berkulit putih dengan kornea mata warna hitam pekat itu tak lain ialah Dilan-putra semata wayang dari Jiro dan juga Aulia. Pemuda tampan itu melenggang masuk ke dalam rumah begitu saja dengan salah satu pundak yang membawa tas sekolahnya.
“Ma, Pa,” sapa Dilan sekilas kemudian pemuda itu hendak menaiki anak tangga rumah ini namun, ucapan Aulia menghentikan niat awalnya tersebut.
“Dilan kemari lah sebentar, Sayang,” panggil Aulia pada sang putra sembari menepuk ruang kosong yang ada di sampingnya.
“Ma, Dilan mau mandi dulu, gerah baru panas-panasan di jalan,” bujuk Dilan pada orangtuanya tapi Aulia menggelengkan kepalanya tanda menolak permintaan sang putra. Dilan hanya bisa menghembuskan nafasnya kemudian melangkah mendekati sang Mama.
“Duduk di samping Mama sekarang,” pinta Aulia masih menepuk ruang kosong di sampingnya.
“Turuti saja, kalau nggak kamu turuti Mama juga nggak bakal nyerah dan akan menyuruh hal yang sama,” timpal Jiro yang hafal sekali dengan pemikiran sang istri.
Mau tidak mau Dilan langsung menghempaskan tubuhnya di tempat yang Mamanya tunjukan tadi. “Pasti karena gadis itu lagi,” tebak Dilan. Dilan sudah tahu jika dua hari yang lalu kedua orangtuanya pergi ke bandung karena sebelum pergi Jiro dan juga Aulia mengatakan jika mereka akan mengajak seorang gadis untuk tinggal di rumah ini. Bahkan kedua orangtuanya juga sudah mengatakan jika Dilan akan menikahi gadis yang akan mereka bawah ke rumah ini.
“Dilan sekarang gadis itu sudah berada di lantai atas dan sementara dia akan tinggal di samping kamar kamu,” jelas Aulia pada sang putra.
“Bagus kalau begitu,” jawab Dilan dengan nada suara dingin.
“Dilan jaga ucapan kamu! Papa harap kamu tidak berbicara sekasar ini ketika bersama dengan Khay, gadis itu baru saja kehilangan orangtua tunggalnya, dia masih terpuruk dan juga sedih Papa harap kamu bisa menghiburnya dan bukan malah sebaliknya,” jelas Jiro pada sang putra.
“Ma, Pa. Dilan sudah mendengarkan kalimat ini berulang kali, bahkan Dilan saja sampai hafal di luar kepala,” ujar Dilan pada kedua orangtuanya.
“Dilan, dia itu sebentar lagi akan menjadi istri kamu jadi Mama mohon, perlakukan Khay dengan baik. Khay sudah mengalami hari-hari yang sulit, apakah kamu tahu, semua orang menjauhinya sampai membuat Khay menjadi gelandangan dan menahan lapar hingga pingsan,” jelas Aulia menceritakan garis besarnya pada sang putra.
Tidak disangka ternyata Dilan langsung merespon apa yang barusan dia dengar. “Bukankah dia berasal dari keluarga kaya? Lalu kenapa bisa pingsan dan di jauhi oleh semua orang?” tanya Dilan seakan menginginkan penjelasan lebih detail dari sang Mama.
Aulia pun menceritakan semuanya mulai dari awal sampai ia datang pada putranya. Dan setelah itu Dilan pamit ke kamarnya sebab ia mau membersihkan tubuhnya yang terasa lengket setelah bermain basket di sekolah sebelum pulang tadi.
“Pa, kenapa Mama merasa jika Dilan perduli dengan Khay?” tanya Aulia pada sang suami.
“Papa juga merasa demikian, semoga saja ini adalah awal yang baik untuk keduanya.” Jiro melihat ke arah Dilan yang sempat menghentikan langkahnya sejenak kemudian menoleh ke kamar dimana Khay berada hingga akhirnya sang putra melanjutkan langkahnya untuk masuk ke dalam kamar.
Selang beberapa waktu.
Khay mengucek kedua matanya kemudian ia melihat ke arah plafon ruangan kamar ini yang berwarna putih, Khay tersenyum miris ketika menyadari jika ia berada di dalam ruangan yang sama sebelum memejamkan matanya tadi. Khay menarik guling kemudian mendekapnya, ia meneteskan air matanya hingga membasahi bantal yang sedang ia kenakan sekarang. Isak tangisannya terdengar memenuhi ruangan kamar ini.
“Papa, Khay begitu merindukan Papa,” gumam Khay lirih disela-sela isak tangisannya itu.
“Berhentilah menangis! Aku tidak suka melihat perempuan cengeng,” ujar Dilan yang sejak dari tadi menyandarkan punggungnya di pintu ruangan ini sembari melihat ke arah Khay dengan wajah datar.
Khay yang tahu jika ada orang lain di dalam ruangan kamar ini pun segera membalikkan tubuhnya melihat ke arah pintu. Dan benar saja ia melihat ke arah seorang pemuda yang kini sedang melihatnya dengan wajah datar.
“Si-siapa kamu?” tanya Khay seraya mendudukkan tubuhnya.
“Calon suami kamu,” jawab Dilan santai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Hilman damara
lanjutkan kak dan tetap semangat oke
2023-04-11
2