Bida membantu ibu membereskan perlengkapan makan setelah makan malam.
Nenek dan Bibi mondar mandir di dapur. Tidak bisa bicara, menyentuh bahkan terlihat Bida.
"Bosan aku seperti ini, kita tidak bisa berbicara dengan Bida." Bibi mengomel.
"Ya, aku juga kangen ngobrol dengan Bida. Sepertinya salah satu dari para pemuda itu adalah jodohnya Bida." Nenek menerka-nerka.
"Nek, bagaimana jika kita coba menyentuh benda lain. Mungkin Bida bisa melihat benda yang kita gerakkan." Bida
"Cobalah!"
"Ya," Bibi mencoba memegang sebuah cangkir tapi gagal. Tangannya menembus cangkir itu.
"Sudahlah kita pergi saja. Besok saat para pemuda itu pergi. Kita temui Bida."
"Ya." Mereka terbang menembus dinding dapur rumah kembali ke pohon mangga yang ada di belakang rumah.
Pak Joko mendatangi Bu Joko dan Bida yang sudah hampir selesai membereskan meja makan.
"Ibu... Bapak tunggu di ruang tengah ya."
"Ya, Pak."
"Bida... Ibu tinggal dulu ya."
"Ya bu." Sudah selesai kok, tinggal mengelap meja makan."
Bu Joko meninggalkan Bida di dapur.
Bida mempehatikan sekeliling dapur. Nenek dan Bibi kok tidak menampakkan diri. Apakah benar, jika salah satu dari para mahasiswa itu adalah calon suamiku. Aah... jika aku boleh memilih aku akan memilih yang mana ya...
Bida teringat kembali kejadian sore tadi. Ah malunya aku. Lebih baik aku segera masuk kamar saja.
Bida meletakkan lap nya lalu meninggalkan dapur. Ketika melewati ruang tengah.
"Bida... sini nak." Pak Joko memanggil anaknya.
Bida mengambil kursi plastik yang ditumpuk di sudut ruangan, lalu menghampiri bapak dan ibunya yang sedang berkumpul dengan para mahasiswa itu. Bida menundukkan pandangannya ketika bertemu dengan Levi. Mengapa sih kejadian sore tadi harus terus terlihat seperti film yang dtayangkan berulang-ulang. Apalagi di hadapannya, mengapa juga, ia melihatku seperti itu.
Gawat, apakah Pak Joko sempat melihat kejadian tadi sore, atau apakah Bida menceritakannya kepada Pak Joko.
"Loh kok nunduk gitu. Sejak kedatangan para arjuna ini, bidadari bapak jadi sering di kamar. Ujiannya sudah selesai kan? Kok di kamar terus. Bapak sampai kangen ngobrol dengan Bidadarinya Bapak. Lagi pula ada Bapak dan Ibu disini, kamu ndk usah takut kepada mereka. " Bida jadi tersipu mendengarnya.
Bapak kan tidak tahu kejadian tadi sore. Bida malu sekali.
Bagaimana ini? Aku sudah tiduran tadi, tadi detak jantungku sudah normal. Sekarang mengapa berdetak kencang lagi. Aku akan konsultasi dengan kak Lina.
"Pak Joko, ada yang akan kami bicarakan. Kami ingin bertanya tentang biaya selama kami disini. Bapak dan Ibu sudah memfasilitasi kami tempat tinggal dan makanan." Levi berbicara mewakili teman-temannya.
"Bu, apakah ibu keberatan memasak untuk mereka?" Pak Joko bertanya kepada bu Joko sambil melingkarkan tangannya ke pundak bu Joko.
"Tentu saja tidak Pak. Selama mereka menyukai masakanku dan Bida. Apalagi Bida sekarang libur setelah ujian. Jadi bisa membantu ibu." Bu Joko menjawab sambil menoleh ke Bida
"Bida bagaimana, apakah Bida keberatan membantu memasak?" Pak Joko sekarang juga mengarahkan pandangannya ke Bida.
"Tidak Pak." Bida menjawab sambil tetap menundukkan kepalanya karena ia duduk di depan Levi.
"Kalian dengar kan? Jadi mengapa harus dibahas lagi. Jangan pikirkan biaya. Kalian boleh tinggal di sini selama KKN."
"Pak, terima kasih atas semuanya." Jodi ikut bersuara.
"Nak Roni, Bida sudah lama ingin memiliki kamar mandi pribadi di dalam kamarnya. Berapa biaya membuat kamar mandi yang bagus."
Aku perhatikan, Pak Joko memperhatikan Roni secara khusus. Memang di antara kami, Roni yang suka sekedar basa basi menyapa atau bercakap-cakap dengan Pak Joko.
Levi hanya membatin saja.
"Tergantung desainnya Pak. Mas levi punya beberapa desain kamar mandi yang bagus."
"Oh ya. Bisa bapak lihat nak Levi?"
"Tentu Pak, saya akan ambil laptop saya dulu."
Levi beranjak dari kursinya lalu ke kamar mengambil laptop.
"Pak, benarkah Bapak akan membuat kamar mandi untuk Bida?" Bida tampak sangat senang.
"Tentu saja. Bapak berencana menjual 2 ekor sapi kita. Bapak kewalahan mengurusnya. Biarkan tersisa sepasang sapi saja."
"Terima kasih bapak. Bapak sangat baik. Bida berdiri, menggeser kursinya mendekat ke Pak Joko."
Levi berjalan sambil mengoperasikan laptopnya, lalu Ia membungkuk untuk menunjukkan layar laptopnya kepada Pak Joko. Levi tidak memperhatikan Bida yang sudah berpindah tempat duduk.
Tanpa levi sadari, posisinya sangat dekat dengan Bida. Ketika Levi mendongakkan kepalanya, wajah Bida hanya beberapa senti di depannya. Membuatnya gugup lagi.
Bida juga memerah wajahnya karena kembali teringat kejadian tadi sore.
Levi menghalau perasaan gugupnya. Roni spontan pindah tempat duduk.
"Sini mas, duduk disini saja." Roni pindah tempat duduk di tempat Levi sebelumnya.
"Bagus sekali kamar mandinya. Tapi biar Bida yang memilih sendiri nanti Bapak akan jual 2 ekor sapi untuk biayanya."
Bida memperhatikan gambar tersebut dari tempat duduknya. "Yang penting ada bathup nya Pak. Desainnya terserah Bapak saja."
"Bapak tidak tahu juga tentang desain. Nak Roni saja yang menentukan desainnya. Tolong nanti pilih dan hitungkan perkiraan biayanya. Jika sudah pasti. Bapak akan minta bantuan Pak Muhit dalam pengerjaannya."
"Soal desain dan hitungannya, Levi yang paling pintar pak." Miki menyampaikan pendapatnya.
"Ya, Pak. Kami juga bisa desain tapi di antara kami, Levi yang paling unggul." Jodi menambahkan.
"Baiklah. Terserah siapa saja yang mendesain yang penting bagus. Jika 2 ekor sapi belum cukup nanti bapak akan jual sapi yang lain, demi Bidadari cantik ini." Pak Joko merangkul bahu Bida lalu mencium keningnya.
"Bapak ini. Jangan begitu pak. Bida disebut cantik karena Bida anak Bapak. Belum tentu orang lain berpendapat sama. Bapak malu-maluin Bida ah." Bida memerah wajahnya.
"Tapi kamu memang cantik." Tanpa sadar Levi mengucapkan kalimat ini. Lalu diam menyesalinya. Ya ampun mengapa aku bilang seperti itu meski memang kenyataannya dia benar-benar cantik bagai bidadari. Sial sekali aku sekarang melihatnya seolah ia memakai gaun itu. Aku masih merasakan lembutnya gaun itu di tanganku sebelum ku serahkan ke Bu Joko.
"Iya Pak, Bida memang beneran cantik seperti Bidadari turun dari langit." Roni menambahkan.
Nak Roni ini, anaknya yang paling ramah. Apakah nak Roni ini yang jodohnya Bida. Bida menceritakan kepada Ibunya bahwa ia tidak bisa melihat Bibi, nenek dan Wowo selama mereka di rumah. Semoga saja nak Roni ini yang menjadi jodohnya Bida. Tapi Bida sekarang masih mau lulus SMP. Pak Joko menatap Roni dan tersenyum.
Pak Joko membuatku ingat papa. Papa juga suka memperlakukan kak Lina seperti itu. Papa tidak segan mengakui kecantikan kak Lina di depan orang lain hingga membuat kak Lina malu.
Keluarga Pak Joko memang keluarga yang harmonis. Roni merasa bersyukur berkesempatan tinggal dengan keluarga Pak Joko dalam kegiatan KKN ini.
# Pov Levi
Bidadari, adalah sebutan wanita cantik. Nama Bidadari sangat cocok dengannya. Malam pertama aku melihat Bidadari, aku langsung berguma, "Ron.... ada Bidadari." Mengapa, aku langsung berpikir begitu. Alasannya karena pertama wanita itu memang sangat cantik, rambutnya panjang tergerai, porsi tubuhnya sangat molek. Bidadari sering diidentikan dengan penampilan tidak berbusana. Malam itu, bidadari tersebut memang memakai gaun tapi tipis dn warnanya nude hampir menyerupai warna kulitnya. Di bawah sinar lampu, justru membuatnya semakin tembus pandang.
Ah... mengapa ini terjadi. Aku sudah sering melihat wanita cantik. Salah satunya Diana yang selalu berusaha mendekat. Tapi aku tidak pernah mengalamj debaran seperti ini.
Aku adalah lelaki normal, namun sejak melihat bidadari malam itu aku merasa upnormal. Aku bahkan merasa hawa panas, hormonku terasa mendidih hanya dengan mengingatnya saja tanpa visualisasi. Bahkan aku belum tahu, siapa bidadari itu. Semakin aku mengusir bayangan itu, aku semakin mengingatnya.
Sore tadi, aku melihat sosok bidadari di putri Pak Joko yang kebetulan bernama Bidadari. Aku adalah Levi yang dididik keras menjadi lelaki sejati. Tapi kenyataan, saat dia didepanku, aku melihat bidadari yang tampil malam itu. Seolah jiwanya menyusup ke raganya.
Gila, aku tidak menyangka aku punya sisi ibils dalam diriku. Siswi SMP yang sedang memakai baju rumahan itu tampak memakai baju tipis warna nude di depanku. Ini tidak bisa dibiarkan, aku harus bisa mengendalikan iblis di hatiku.
Namun, kemudian tiba-tiba ia terduduk di pangkuanku 2 kali dengan posisi yang berbeda, yang kedua bukannya sempat kuhindari, justru aku memeluknya. Meski aku membela diriku bahwa itu reaksi spontan karena ia terjatuh. Jelas, ada rasa lain yang menderaku saat itu. Serasa aku ingin membawanya terbang lalu ah... aku bahkan malu mengakui kekurang ajaranku.
Pak Joko adalah orang baik, gadis ini sangat sopan dan masih belia. Bagaimana mungkin, pikiranku bisa liar menggila. Untungnya, kami tidak berdua. Ada Jodi, Roni, dan yang lainnya.
Pak Joko dan Bu Joko juga tidak melihat kejadian itu. Wajah Bida memerah malu, ia segera berlalu. Jika ada papa, papa pasti menampar wajahku jika tahu apa yang terlintas di pikiranku. Aku akui, saat ia di pangkuanku, aku ingin menciumnya, mendekapnya.... Ah sial. Ternyata di sisi lain kepribadian yang kujaga, aku memiliki sisi iblis. Mungkin benar pepatah bahwa ada kalanya seorang lelaki akan berubah menjadi binatang buas saat berhadapan dengan wanita. Hubungan antara laki-laki dan wanita dewasa.
Ingat, kata "Dewasa", sedangkan gadis itu masih belia. Aku bukan pedofil. Aku hanya salah memandangnya sebagai wanita dewasa. Apakah aku menderita gangguan jiwa, disorientasi. Gadis berbaju sopan, bisa tampil sebagai wanita dewasa berbaju tipis.
Aku tidak mendengarkan hardikan teman-temanku. Aku sibuk dengan pikiranku sendiri. Kemudian aku memutuskan untuk kembali ke kamarku. Mungkin dengan berbaring sebentar, otakku akan kembali waras.
Ketika menuju kamar, aku melihat Bu Joko di depanku sedang membawa baju yang baru diangkatnya dari jemuran.
"Bu, maaf ada yang jatuh." Sejenak aku merasakan lembutnya kain gaun di tanganku.
Oh tidak, ini gaun yang dipakai bidadari itu. Bidadari malam itu, ia memakai gaun ini.
"Ini punya Bida." Bu Joko tersenyum sambil mengambil alih baju di tanganku.
Aku diam terpaku, masih kurasakan lembutnya kain itu di tanganku. Otakku kembali berkelana. Jadi ialah Bidadari itu. Bukankah aku tidak salah, ia memang seksi. Usia tidak berbanding dengan kenyataan. Berarti benar bahwa anak Pak Joko lah bidadari yang sama. Bidadari yang kulihat malam itu dalam balutan gaun tipis. Bidadari yang membangkitkan kelaki-lakianku. Bidadari yang membuat otakku tidak waras, hingga apapun yang ia kenakan tetap memunculkan memoriku tentang gaun tipis berenda di bagian bawahnya.
Fix. Benar, 100 %. Aku adalah seorang pedofil sekarang. Bagaimana ini, apakah aku harus periksa ke dr jiwa. Aku memiliki kecenderungan kepada gadis belia ini. Tidak, sangat memalukan mengakui ini. Aku harus berbenah, ikat kuat tanganku, pejamkan kuat mataku saat melihatnya, alihkan ke tempat lain, jaga jarak, perbanyak aktivitas, fokuskan pikiran, segera selesaikan masa KKN ini. Itu keputusan yang tepat. Eh laki-laki disini bukan hanya aku. Teman-temanku juga bisa berbahaya bagi Bida. Aku tidak rela mereka berpikir 0,001 % seperti pikiranku. Bahwa Bida adalah gadis cantik dan sexy. Oh No... Big No. Tidak boleh ada seorangpun yang menatapnya sebagai seorang lelaki. Jangan macam-macam, siapapun yang berani, akan berhadapan denganku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Agustina Kusuma Dewi
kekepin
2023-11-19
0
sun-rise🌻
Sdh g rel4 y levi
2022-11-04
0
Dwita_ari
sedikit masukan ya thor... bingung sama sudut pandangnya, trus pas bagian percakapan itu tanda petiknya di perbaiki lagi.. overall bagus ceritanya..
2020-09-08
3