Selesai makan malam bu Dwi kedatangan tamu yang merupakan orang tua Leo.
“Tok... Tok....”
“Yah, sepertinya ada yang mengetuk pintu,” ucap bu Dwi memecah keheningan
“Siapa ya?” ucap pak Herman dan langsung bangkit dari duduknya.
Bu Dwi dan pak Herman yang sedang menonton TV di ruang tengah buru-buru pergi ke depan untuk membukakan pintu. Bu Dwi juga tidak ketinggalan dia berjalan di belakang suaminya.
Saat pak Herman membuka pintu, terlihat dua orang pria dan wanita sedang berdiri di depan pintu. Kedua orang itu pun tersenyum ramah pada pak Herman dan bu Dwi. Kedua orang itu adalah orang tuanya Leo.
“Selamat malam Pak, Bu. Apa benar ini rumahnya Jihan?” tanya papa dan mamanya Leo bersamaan.
“Malam juga Pak, Bu...” jawab pak Herman.
“Apa Bapak orang tuanya Jihan?” tanya papanya Leo ramah.
“Benar. Kalau boleh tau Bapak ini siapa ya?” Pak Herman merasa heran karena tidak mengenal tamunya itu.
“Maaf Pak kalau kami mengganggu waktu Bapak. Kami ada keperluan dengan Bapak,” ucap pak Rinto.
“Ayo, silakan masuk Pak, Bu.” Pak Herman dan bu Dwi mempersilakan kedua tamunya itu untuk masuk ke dalam.
Masih dengan perasaan penasaran bu Dwi menunggu sampai kedua tamunya itu duduk. Setelah pak Rinto dan bu Rini duduk tepat di depan pak Herman dan bu Dwi, barulah pak Rinto mulai berbicara.
Semuanya sangat kaku karena mereka tidak saling kenal. Kemudian pak Rinto mulai membuka percakapannya.
“Sebelumnya kami minta maaf pada Bapak dan Ibu, terutama pada Jihan,” ucap pak Rinto.
Mendengar perkataan pak Rinto, pak Herman dan bu Dewi semakin bingung.
“Apa Bapak mengenal Jihan?” tanya bu Dwi.
“Kami tidak mengenal Jihan, Bu. Kami hanya mengenal namanya saja. Sebenarnya maksud dan tujuan kami kemari, kami ingin menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi anak kita,” ucap pak Rinto melanjutkan percakapannya.
“Maksud Bapak apa ya, saya kurang paham,” tanya pak Herman.
“Oh ya Pak, perkenalkan kami adalah orang tua Leo,” ucap bu Rini.
Mendengar nama Leo emosi pak Herman langsung memuncak.
“Jadi Leo anak Bapak?” tanya pak Herman geram.
Melihat pak Herman mulai emosi bu Dwi berusaha untuk menenangkannya.
“Ayah, tenang dulu jangan langsung emosi seperti ini,” ucap bu Dwi.
“Gimana ayah nggak emosi Bu. Kelakuan anak Bapak ini membuat Jihan hamil dan sekarang Jihan pergi lagi,” ucap pak Herman marah.
Mendengar ucapan pak Herman yang mengatakan Jihan pergi dari rumah membuat kedua orang tua Leo merasa bersalah.
“Maafkan kesalahan anak kami, ya Pak. Kami juga sangat menyesal dengan kejadian ini,” pinta pak Rinto dengan nada memelas.
Pak Rinto dan bu Rini merasa malu dan bersalah atas perbuatan anaknya. Setiap orang tua tidak akan menginginkan anaknya melakukan hal ini tapi semua di luar kehendak kedua orang tua Leo. Pak Rinto sempat marah besar pada putranya bahkan pak Rinto sempat menampar dan memukul Leo ketika mengetahui telah menghamili Jihan. Tapi apa yang dilakukan pun tidak akan bisa mengembalikan ke bentuk semula. Sama seperti sekarang ini meskipun pun pak Herman marah semuanya tidak akan kembali seperti semula.
“Minta maaf itu mudah Pak, tapi apa Bapak dapat merasakan apa yang sedang kami rasakan sekarang ini?” Pak Herman tidak dapat mehanan emosinya sehingga dia mengeluarkan isi perasaannya tanpa memikirkan sakit hati orang tua Leo.
“Sekali lagi kami atas nama keluarga meminta maaf yang sebesar-besarnya atas perbuatan anak kami. Kami datang kemari untuk bertanggung jawab Pak, Bu atas apa yang telah dilakukan Leo,” ucapkan Rinto.
“Anak Bapak memang harus bertanggung jawab karena kami berencana akan menuntutnya ke pihak yang berwajib,” ucap pak Herman.
Mendengar perkataan pak Herman, bu Rini langsung menggeletar ketakutan.
“Maaf Pak, apa nggak bisa kita selesaikan secara kekeluargaan aja, jadi nggak perlu harus melibatkan pihak yang berwajib.” Bu Rini memohon.
“Biar ada efek jera pada anak Ibu. Jadi anak Ibu tidak bisa semena-mena terhadap orang lain selain Jihan. Hal ia akan menjadi pelajaran yang berharga bagi dia,” jelas pak Herman.
“Tapi Pak, kami mohon sekali lagi. Tolonglah Pak selesaikan secara keluarga aja dan tidak perlu melibatkan pihak yang berwajib karena kami akan bertanggung jawab atas masalah yang melanda Jihan anak Bapak.” Pak Rinto berusaha berdamai dengan keluarga Jihan.
“Bapak memang muda mengatakannya karena Jihan bukan putri Bapak.”
Pak Rinto dan bu Rini diam saja karena merasa bersalah dengan kelakuan anaknya.
“Bapak dan Ibu tidak merasakan apa yang kami rasakan sekarang. Jihan hamil karena telah diperkosa oleh anak Bapak dan sekarang Jihan minggat dari rumah karena masalah itu juga. Jadi perasaan kami sangat sakit Pak, Bu. Jadi tolong hargai perasaan kami saat ini. Apakah Bapak dan Ibu bisa mengembalikan semuanya? Bisa mengembalikan Jihan untuk pulang ke rumah?” ucap pak Herman dengan nada sedih.
Sedangkan bu Dwi hanya bisa menangis saja mendengar ungkapan perasaan sauminya yang sama dengan dia juga.
“Sejak kapan Jihan pergi dari rumah Pak?” tanya bu Rini.
“Semalam setelah ayahnya mengetahui kalau Jihan hamil, ayahnya langsung emosi dan mengusirnya dari rumah. Ayahnya belum sempat mendengar penjelasan Jihan sepenuhnya langsung emosi saja. Saat itu kami sedang berada di rumah sakit karena saya sedang opname. Saya masih menceritakan kalau Jihan hamil dan saya belum sempat menceritakan kalau Jihan hamil akibat diperkosa, tapi ayahnya keburu emosi dan langsung mengusir Jihan. Saat itu Jihan langsung pergi sampai sekarang belum kembali,” ucap bu Dwi sambil menangis.
“Kami akan bertanggung jawab terhadap Jihan dan kami akan membantu untuk mencarinya Bu,” ucap pak Rinto.
“Atau gimana kalau kita laporkan aja ke polisi Bu?” Bu Rini memberikan saran untuk mempermudah pencarian Jihan.
“Untuk saat ini kami masih mencari sendiri dulu. Kami masih menghubungi teman sekolahnya karena kami juga tidak mau kalau semua orang mengetahui hal ini. Jadi untuk sementara ini kami hanya mencari informasi dari teman-teman dulu,” jelas bu Dwi.
“Jadi apa yang harus kami lakukan untuk menembus kesalahan anak kami Bu?” tanya bu Rini.
“Untuk sementara ini kami hanya minta pertolongan Bapak dan Ibu agak ikut mencari di mana keberadaan Jihan. Nanti kalau Jihan sudah diketemukan baru kita membicarakan masalah selanjutnya,” ucap bu Dwi lagi.
Setelah emosi pak Herman mulai redah, keluarga Leo pun pamit pada keluarga Jihan untuk pulang. Mereka juga berjanji akan ikut mencari Jihan sampai ketemu. Kedua orang tua Leo juga merasa sedih dan prihatin terhadap keluarga Jihan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments