Bercocok Tanam

Renata seketika mengepalkan kedua tangannya. Lagi dan lagi, pertanyaan seperti itu keluar dari mulut keluarga suaminya. Setelah ibu mertuanya mencecar dirinya dengan pertanyaan yang sama. Kini adik iparnya pun menanyakan hal yang serupa. Betapa hati seorang Renata semakin merasa tidak karuan, pagi ini benar-benar luar biasa.

"Sully, abang sudah bilang tadi. Hati-hati mulut kamu kalau bicara, abang tidak akan pernah sudi di jodohkan dengan wanita manapun. Abang hanya akan punya satu istri, tak peduli meskipun dia mandul sekalipun," bentak Sebastian, membuat Renata seketika menoleh dan menatap wajah suaminya kini.

Apakah yang baru saja diucapkan oleh suaminya itu tulus? Atau, itu hanya salah satu dari sandiwaranya saja? Berpura-pura menjadi suami yang baik adalah keahlian seorang Sebastian. Akan tetapi, raut wajah laki-laki itu terlihat meyakinkan, bola matanya nampak membulat sempurna. Rahang Sebastian bahkan mengeras terlihat benar-benar murka.

"Abang apaan sih. Gitu aja ko marah, memangnya salah aku dimana? Aku hanya menyampaikan apa yang Mommy katakan," ujar Sully terlihat ketakutan.

"Mulut kamu yang salah. Jangan pernah menanyakan hal seperti itu lagi kepada kakak ipar kamu ini. Satu lagi, jangan pernah ikut campur dengan urusan rumah tangga Abang. Mau abang punya anak tau tidak, itu bukan urusan kamu, paham?!" teriak Sebastian. Entah sadar atau tidak, dia menggenggam erat jemari istrinya seolah ingin menenangkan.

"Cukup, Mas. Aku udah gak selera buat sarapan. Aku naik dulu," ujar Renata, dia pun melepaskan tautan tangan suaminya lalu kembali ke dalam kamar.

"Tunggu Mas, sayang. Mas juga sudah tidak ada selera buat sarapan. Gara-gara Kamu, merusak suasana saja," ketus Sebastian, menatap tajam wajah Sully sang adik. Dia pun melakukan hal yang sama dengan istrinya.

Di dalam kamar. Renata nampak berdiri tepat di depan jendela. Tatapan matanya menatap lurus ke arah luar. Wajahnya nampak murung, dirinya merasa seperti seorang wanita yang tidak ada harganya di mata seluruh harga besar Sebastian.

"Ucapan si Sully gak usah di ambil hati. Dia memang ceplas-ceplos orangnya," ujar Sebastian, seketika membuyarkan lamunan seorang Renata.

"Aku tahu, Mas," jawabnya singkat.

"Jangan murung kayak gitu dong. Nanti cantiknya hilang lho."

"Apaan sih, basi tau."

"Dih, di hibur malah kayak gitu. Hmm ... Saya berangkat ke kantor dulu. Sekali lagi, kalau ada yang nanya masalah momongan lagi, kamu bilang sama saya. Biar saya labrak mereka," pesan Sebastian hendak pergi.

"Tunggu, Mas."

Sebastian sontak menghentikan langkah kakinya.

"Apa yang kamu katakan tadi itu tulus?" tanya Renata, menatap tajam wajah Sebastian sang suami.

"Yang mana?"

"Akh ... Sudahlah, lupakan saja. Nanti malam aku pulang terlambat, Mas gak usah nungguin aku."

"Memangnya kamu mau ke mana?"

"Bukan urusan Mas."

Sebastian hanya bisa menarik napas berat. Dia pun memejamkan kedua matanya sebelum akhirnya berbalik dan keluar dari dalam kamar. Ingin rasanya dia menanyakan ini dan itu perihal kemana istrinya pergi hingga dia pulang terlambat, tapi apalah daya dirinya hanya bisa menahan semua pertanyaannya di tenggorokan.

* * *

Malam hari.

Pukul 22.00 Sebastian baru saja selesai meeting dengan klien penting. Sebenarnya dia malas meeting di luar jam kerja. Namun, kliennya telah jauh-jauh datang dari luar negeri dan beliau harus segera terbang kembali besok pagi. Itu sebabnya dia mengikuti keiinginan sang klien untuk meeting merangkap makan malam.

Sebastian tidak sendirian, dia ditemani oleh Yunia sang Sekertaris. Keduanya baru saja hendak keluar dari dalam Restoran, sampai akhirnya Yunia menangkap sosok yang sangat dia kenal. Dia adalah Renata.

"Tunggu, Bos," pinta Yunia, membuat Sebastian yang saat ini berjalan di depannya sontak menghentikan langkah kakinya.

"Ada apa?" tanya Sebastian memutar bola mata kesal.

"Apa Bos ke sini dengan istri Bos?"

"Tidak, dia tidak tahu kalau saya ada meeting di sini."

"Itu? Bukannya itu Nyonya Bos?" ujar Yunia, menunjuk seorang wanita yang saat ini duduk sendirian di salah satu meja.

"Renata?" gumam Sebastian menatap dengan seksama wanita di depan sana.

"Betul, Bos. Sepertinya itu Nyonya Renata."

"Astaga, sedang apa dia di sini? Yunia, kamu pulang duluan, saya mau menemui istri saya dulu."

"Baik, Bos. Saya permisi."

Sebastian menganggukkan kepalanya, dia pun berjalan menghampiri sang istri. Renata menyandarkan kepalanya di atas meja, beberapa botol minuman beralkohol pun nampak berada di di atas meja tersebut. Sepertinya istrinya itu dalam keadaan mabuk berat.

"Renata? Sedang apa kamu di sini?" tanya Sebastian, duduk tepat di samping istrinya.

Renata sontak mengangkat kepalannya yang sebenarnya terasa sangat berat. Kedua matanya nampak disipitkan menatap dengan seksama laki-laki tampan yang berada di hadapannya kini.

"Kamu siapaaaa?" tanya Rena dengan nada suara meliuk-liuk layaknya orang yang sedang mabuk.

"Kamu mabuk? Sejak kapan kamu suka mabuk-mabukan seperti ini, Ren? Astaga!" decak Sebastian, dia baru tahu sisi lain dari wanita cantik bernama Renata.

"Kamu? Mas Sebastian? Sedang apa Mas di sini? Bukannya Mas lagi meeting sama klien penting? Abaikan saja aku, lanjutkan meeting Mas."

"Meeting saya sudah selesai. Justru saya yang mau tanya sama kamu, sedang apa kamu di sini? Sejak kapan kamu suka mabuk-mabukan seperti ini?"

"Sejak kapan? Entahlah, sepertinya baru kali ini aku mabuk seperti ini, aku malas pulang, Mas. Makannya aku di sini sekarang." Renata hendak meneguk gelas terkahir berisi minuman, tapi segera di tahan oleh suaminya.

"Sudah cukup, kamu sudah mabuk berat, Rena. Sebaiknya kita pulang."

"Gak, aku gak mau pulang. Aku malas ketemu sama ibu kamu yang bawel itu, nanti aku di tanya, 'kapan punya momongan? Apa kamu mandul?' Aku malas mendengar ocehan ibumu itu, Mas Sebastian," tolak Renata, menirukan gaya bicara ibu mertuanya.

'Jadi karena itu kamu mabuk-mabukan seperti ini?' (batin Sebastian).

"Mas Sebastian. Bawa aku ke mana saja asalkan jangan ke rumah. Aku gak mau ketemu sama ibu mertua aku itu. Bagaimana bisa aku hamil sementara kita tak pernah bercocok tanam? Dia pikir bayi itu bisa tumbuh begitu saja di rahim aku ini? Dasar nenek-nenek tua."

Sebastian seketika tersenyum kecil. Istrinya itu ternyata lebih menggemaskan saat dalam keadaan mabuk seperti ini. Ibunya di katai nenek-nenek pula, satu lagi sisi lain yang baru dia ketahui tentang istrinya.

"Ya sudah, kita ke hotel. Kebetulan di dekat sini ada hotel bintang 5. Kita menginap di sana."

"Mari kita bercocok tanam. Kita kasih nenek-nenek tua itu cucu yang banyak biar dia puas. Hahahaha!" Renata seketika tertawa nyaring. Entah sadar apa tidak dia mengatakan hal itu, karena kepala wanita itu seketika terkulai lemas di atas meja.

"Bercocok tanam? Astaga Renata, kamu benar-benar menggemaskan. Oke ... Mari kita menginap di hotel, kita akan bercocok tanam seperti yang kamu katakan tadi," jawab Sebastian tersenyum senang.

BERSAMBUNG

...****************...

Terpopuler

Comments

Puja Kesuma

Puja Kesuma

😃😃org mabuk omongannya selalu bnr...mmg nenek nenek menyebalkan tuh mertuamu...
nah sebastian bervocok tanam biar menghasilkan panen yg banyak kasi kan ke nenek tua itu😁😁

2023-04-12

2

Diana Susanti

Diana Susanti

yaa di puas puas kan cocok tanam nya biar cepat hamil

2023-04-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!