Nasib Dua Wanita Yang Sama

Satu malaman Zara di buat tak bisa tidur, pikirannya begitu kacau. Begitu banyak hal yang memenuhi pikiran ibu dua anak itu. Matanya yang masih nampak sembab serta luka di wajahnya ia biarkan begitu saja hanya di basuh dengan air. Benar-benar tak terasa sakit semua di tubuhnya saat ini. Ada sakit yang lebih terasa di hatinya. Kehilangan suami, kehilangan keluarga, dan kini ia hanya hidup bersama kedua anaknya dalam keadaan susah. Hanya bersyukur setiap hari masih bisa makan. Setidaknya tempat tinggal mereka menjadi satu-satunya peninggalan dari Malik.

"Kalian benar-benar bukan manusia. Kalian sama sekali tak punya hati." gumam Zara menatap kedua anaknya. Tangannya sepanjang malam mengusap kedua kaki anak kembarnya yang nampak merah akibat pasung di kaki mereka siang tadi.

Sedangkan keadaan di kerajaan seketika menegang kala suara pasukan yang menandakan kedatangan Fiqron kembali tepat jam tiga subuh. Suara ribut di luar sana sontak membuat Filyana gelagapan terbangun dari tidurnya.

"Mario! Mario! Bangun, Mario!" teriaknya setengah berbisik sembari menggoyangkan tubuh sang kekasih yang begitu lelap dalam tidurnya.

Pria itu bahkan tak memakai sehelai benang pun saat ini. Sungguh Filyana di buat gelabakan subuh itu. Ia memukul-mukul tubuh Mario seraya menutup hidung agar pria tersebut mau bangun dari tidurnya.

"Ada apa, Filyana?" tanyanya dengan wajah yang begitu lelah akibat pertempuran mereka yang panjang.

"Mario, Fiqron pulang. Segera keluar cepat!" mendengar nama Fiqron, Mario bergerak cepat meloncati jendela kamar Filyana sembari memakai pakaian. Begitu Filyana meyakini pria itu telah pergi, ia sendiri bergegas memakai pakaian dan merapikan kamar yang nampak berantakan. Bersyukur jarak gerbang yang tak hanya satu itu cukup jauh dari kediaman mereka.

Tak bisa berbohong ketika bertemu sang istri, Fiqron melihat jelas wajah sang istri yang mengeluarkan sedikit keringat dan juga napas yang tidak beraturan. Kini ia menatap curiga dengan Filyana yang berdiri gugup di depannya.

"Masuklah, hari sudah hampir pagi segera beristirahat. Kau pasti sangat lelah bukan?" sahut Filyana mencoba mengalihkan perhatian sang suami yang tengah meneliti keadaan sang istri.

"Apa yang terjadi, Filyana?" tanya Fiqron curiga.

Namun, begitu pintarnya Filyana yang langsung memeluk tubuh sang suami berakting dengan suara sedih.

"Aku takut, baru saja aku mimpi buruk. Aku benar-benar takut, Fiqron." sahut wanita itu begitu pandainya bersandiwara.

"Apa yang kau mimpikan?" sahut Fiqron mencoba mencari tahu.

"Wanita itu datang lagi dan merebutmu dariku. Aku tidak mau, aku tidak mau kau bersamanya. Ingat kita sudah memiliki anak. Emeli sudah dewasa aku mohon jangan membuatnya malu. Aku tidak ingin membuatnya sedih, Fiqron." sahut Filyana masih saja memeluk tanpa mau melepaskan tangannya dari tubuh sang suami.

Melihat itu Fiqron membawa sang istri masuk ke kamar dan mengajaknya istirahat. Tak ada kata-kata penenang yang akan ia berikan untuk sang istri. Sebab dirinya sendiri tengah pusing dengan Zara, rasanya tidak begitu penting membicarakan perihal mimpi yang tidak mungkin terjadi. Sebab Ester pun telah tiada.

Keduanya berbaring setelah pria itu mengganti pakaian. Filyana yang berbaring terus saja memeluk sang suami meneruskan sandiwaranya demi membuat sang suami percaya padanya.

Nasib dua wanita malam itu benar-benar sama. Hanya memeluk pasangan tanpa mendapatkan balasan pelukan. Seperti yang terjadi pada Emeli di kamar ini, sejak malam hingga subuh ia memeluk tubuh Malik tanpa bisa mendapatkan balasan pelukan. Jangankan balasan pelukan, sekedar berbicara saja pria itu enggan lakukan.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***