Semakin aku mengenalmu aku menemukan warna yang tak pernah ada di dunia hitam putihku...
"Selamat pagi Dek Maya," Hind berjalan masuk ke salah satu ruang perawatan dilantai 5 rumah sakit untuk tugas kunjungan ke para pasien yang masih dirawat. Senyumannya yang begitu sumringlah membuat siapapun termasuk pasien yang disebut namanya terpana merasakan aura positif dan bahagia yang terpancar di wajah cantik Hind. Bukan berarti hari-hari biasanya Hind tidak tersenyum ramah. Namun akhir-akhir ini auranya tampak berbeda.
"Pagi Dok," Jawab Maya, gadis remaja berusia 17 tahun yang terbaring dirawat dirumah sakit karena menderita penyakit Demam Berdarah.
"Ini sudah hari kelima Dek Maya dirawat, bagaimana kondisinya sekarang?" Hind bertanya kepada salah satu suster pendampingnya hari ini yang memberikan catatan kesehatan dari Maya dan segera dibaca olehnya. Ia mengangguk-anggukkan kepalanya ketika mendapatkan penjelasan dari suster tersebut.
"Apa yang Dek Maya rasakan sekarang?" Tanya Hind lembut sambil mendekati sang pasien yang duduk di tempat tidur ruang perawatan.
"Aku sudah merasa baik Dok!" Ujar Maya penuh semangat. "Walaupun masih agak lemas..."
"Itu hal yang wajar Maya, karena sistem imun-mu sedang dalam proses perbaikan dan pemulihan setelah masa-masa kritis yang kau lalui sebelumnya," Lanjut Hind. "Berarti sebentar lagi sudah siap untuk pulang nih."
"Benarkah?!" Teriak Maya penuh semangat. "Asyik! Aku bisa berkumpul dengan teman-temanku lagi!"
"Terima kasih Dok, atas perawatannya selama ini," Ibu dari pasien tersebut memegang kedua tangan Hind tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih. "Terima kasih."
"Bukan saya yang hebat Bu, tapi Yang Maha Kuasalah yang memberikan saya anugerah ini untuk membantu Maya lekas sembuh," Hind menjawab dengan penuh kerendahan hati. "Pesan saya hanya satu untuk Ibu dan Maya, tetap jaga kesehatan, lingkungan dan pilihan makanan yang dimakan."
"Siap Bu Dokter!" Maya memasang sikap hormat kearah Hind.
"Suster Sarah, akan membantu Ibu dan Maya untuk mempersiapkan diri pulang." Hind menepuk-nepuk tangan Ibu dari Maya. "Kalau begitu saya permisi."
"Terima kasih Dok..."
Hind berlalu meninggalkan ruangan tersebut bersama beberapa suster menuju ruang perawatan berikutnya.
***
"Mbak Hind, aku perhatikan kau akhir-akhir ini berubah lebih ceria dan cerah, apakah ada sesuatu yang terlewatkan olehku?" Tanya Nada di cafe rumah sakit. Suasana cukup lengang mengingat jam kerja Hind dan Nada telah usai.
"Biasa saja kok," Jawab Hind enteng dan menyeruput jus buah naga favoritnya. "Tidak ada yang berubah."
"Mbak, orang lain saja yang melihatmu merasakan ada perubahan darimu apalagi aku yang notabennya sudah lama kenal denganmu," Nada sangat tahu bahwa sejak peristiwa tidak mengenakkan lima tahun yang lalu Hind menutup akses siapapun yang berusaha mengorek privasi hidupnya. Cukup sudah Hind menjadi bulan-bulanan tatapan kasihan yang diarahkan kepadanya. Bahkan Kepala Rumah Sakit turut ikut campur ingin menjodohkan Hind dengan keponakannya yang tentu saja ditolaknya dengan halus dan lebih memilih mengajukan cuti selama setahun menjadi dokter relawan di negara berkembang yang membutuhkan bantuan medis dengan resiko karirnya tidak secermerlang teman-teman seangkatannya. Tapi ia tidak perduli. Lebih baik patah hatinya disembuhkan dengan cara positif dengan membantu orang yang membutuhkan tenaga dan bantuannya, prinsip Hind.
Lagipula, mana bisa ia membuka hati untuk lelaki lain jika luka hatinya belum sembuh. Itu sama saja memberikan luka baru untuk orang lain dan ia tidak bisa melakukannya. Cukup ia yang terluka tanpa harus menambah luka baru pada orang lain.
"Aku saat ini hanya bisa mengatakan, bahwa ada warna lain yang masuk didalam dunia hitam putihku," Hind tersenyum sumringlah namun tampak sekali menyembunyikan sesuatu. "Tapi entahlah, apakah warna itu baik untukku atau tidak."
"Tuh kan, Mbak Hind sekarang main rahasia-rahasiaan sama aku nih," Nada menggembungkan pipinya cemberut.
"Lho, kau kan yang memintaku untuk membuka diri, jadi biarkan aku menikmati proses itu," Hind tertawa dengan bertopang dagu menatap Nada.
"Ya sudah deh, aku nunggu Mbak Hind cerita sendiri saja," Nada menyerah untuk mendapatkan informasi dari sahabatnya itu. "Yang pasti Mbak, aku ikut bahagia jika Mbak Hind bahagia," Ia memberikan dukungan penuh kepada Hind.
"Terima kasih sahabatku sayang," Hind mencubit kedua pipi Nada. "Terima kasih telah mendukungku."
"Aduh-duh Mbak, sakit," Rengek Nada. "Sudah tahu pipiku ini seperti bakpao, masih saja ditarik-tarik, melar nih!"
***
"Paman Juma," Panggil Mohammed kepada pamannya yang duduk bersebelahan dengan dirinya.
"Hmm, apa?" Jawab Juma malas-malasan sambil mengecek sosial medianya. Saat ini mereka sedang menikmati waktu santai sambil menunggu jadwal mereka berikutnya yaitu dua jam lagi di Abu Dhabi, Ibukota UEA. Mendampingi Ayah dan kakak lelakinya menerima kunjungan dari negara sahabat, Kuwait.
Saat ini mereka berada di kantor khusus milik Mohammed sebagai Deputy Ruler Dubai. Kantor yang berupa bangunan berlantai tiga dengan fasilitas lengkap dari mulai hal-hal berbau bisnis, gym, kolam renang, cafetaria, restoran dan segala kecanggihan lainnya yang membuat siapapun yang bekerja disana tidak tegang seolah-olah tempat tersebut bukanlah kantor melainkan rumah yang nyaman. Dahulu kala, kantor tersebut adalah milik adik kakeknya yang merupakan Deputy Ruler sebelumnya. Sehubungan dengan jabatan tersebut diserahkan kepadanya, gedung berarsitektur kuno berwarna putih nan kaku ia sulap menjadi sebuah gedung beraksen minimalis modern berwarna putih dan biru, warna favoritnya dengan logo sebuah ornamen kuda jingkrak berbahan metal dan air mancur di sekelilingnya yang menandakan bahwa ia mewarisi hobi berkuda dari keluarganya serta rerumputan hijau dan bunga-bunga yang dapat tumbuh indah di gurun pasir.
"Paman, kau masih mendengarku kan?"
"Kapan sih aku tidak pernah mendengar celotehanmu M?"
"Mungkinkah ada gadis yang tidak tahu bahwa aku adalah salah satu keluarga penting di Dubai dengan jumlah followers-ku yang mencapai 5,6 juta?" Tanya Mohammed penasaran. Sudah hampir tiga bulan ini ia menjalin komunikasi yang sangat intense dengan Hind dan sampai dengan saat ini Hind sama sekali tidak menunjukkan gelagat bahwa gadis itu mengenalnya dengan baik seperti para follower-nya yang sangat haus akan informasi tentangnya. Harga dirinya sedikit terluka.
"Jawabannya mungkin saja," Lanjut Juma tanpa memperhatikan mimik wajah Mohammed yang tampak begitu berpikir keras. "Bisa jadi gadis itu hidup di zaman batu hingga ia tak mengenalmu sama sekali, agak mirip dengan Ibumu yang kurang peka dengan lingkungan sekelilingnya."
"Memangnya gadis Indonesia semua seperti itu ya? Kurang peka?" Mohammed menghela napas. "Dulu aku pernah mengeluh apa ya pada Ibuku sehingga seolah terkena karma aku dihadapkan dengan gadis yang agak mirip sifat tidak pekanya itu?"
"Tumben kau membicarakan lawan jenis? Jangan-jangan benar dugaanku bahwa kau sedang kasmaran?" Juma akhirnya mengangkat wajahnya dan menatap kearah Mohammed dengan penuh menyelidik. "Kali ini jangan coba-coba mengalihkan dan mencari alasan apapun ya M. Aku ini lebih berpengalaman dari dirimu! Hayo coba jujur padaku, siapa gadis yang menarik seorang M ini?"
"Hmm, bagaimana ya...," Mohammed menyenderkan kedua tangannya kepunggung sofa dan menengadahkan kepalanya ke langit-langit. "Aku mengenal gadis ini sebagai salah satu followers-ku di media sosial Paman, namun lucunya, gadis ini sama sekali tidak tahu menahu tentang diriku?"
"Kau bercanda," Raut wajah Juma berubah menjadi khawatir kepada keponakannya itu. Ia bangkit dari duduknya. "Apa kau sudah gila? Bagaimana bisa kau jatuh cinta dengan seseorang di dunia maya? Mau ditaruh dimana wajah dan nama baikmu jika orang-orang tahu bahwa Deputy Ruler Dubai yang terkenal cerdas dalam hal apapun dengan bodohnya jatuh cinta dengan gadis dari antah berantah tak tahu rimbanya seperti itu?"
"Inilah sebabnya terkadang aku malas menceritakan hal-hal bersifat pribadiku kepada Paman, karena Paman terlalu reaktif untuk meresponnya," Mohammed tersenyum miring menatap serius kearah Juma. "Apakah Paman meragukan instingku untuk bisa membaca orang-orang yang ada disekelilingku bahkan para follower-ku?"
"Aku tidak meragukannya M," Juma yang mendapati keseriusan diwajah Mohammed kembali duduk. "Hanya saja kau harus lebih menyelidiki gadis tersebut apakah dia seorang yang nyata atau fake belaka. Yah, kau lebih berpengalaman bahwa banyak juga dari mereka menggunakan akun palsu yang cukup banyak menyerangmu dan membuat gosip-gosip yang tidak benar tentangmu."
"Namanya, Hind, Hind Karenina, seorang dokter internis berusia 29 tahun yang bekerja disebuah rumah sakit yang cukup terkenal di Jakarta Selatan, Indonesia. Ia memiliki hobi photography dan melukis. Ia seorang anak tunggal dari pasangan suami istri yang juga berprofesi sebagai dokter dan menyandang gelar profesor. Apakah kurang cukup penjelasan dariku Paman?" Mohammed menunjukkan Akun media sosial milik Hind dan membiarkan sang Paman mengeceknya sendiri. "Bahkan aku sudah mengutus orang-orang khusus untuk bisa mengetahui aktifitas Hind sehari-hari tanpa diketahui olehnya sehingga aku bisa mengetahui apakah gadis itu berbohong atau berpura-pura padaku dan sejauh ini gadis itu selalu jujur padaku seolah warna di hadapannya hanya hitam, putih, dan abu-abu."
"Gerak cepat juga rupanya dirimu," Senyuman tampak tergurat dibibir Juma tanda sedikit kelegaan. "Tapi M, aku hanya mewanti-wanti untuk lebih mengenal gadis itu lebih jauh. Aku tidak akan ikut campur lebih dalam terhadap hubunganmu dengan gadis itu. Kau lebih tahu bagaimana jika kau berhubungan dengan perempuan beda negara seperti Ayahmu dan hambatan seperti apa yang akan kau hadapi kedepannya."
"Aku tahu Paman, aku sangat tahu bagaimana Ibuku tetap tegar dan tersenyum menghadapi orang-orang disekelilingnya yang secara tidak langsung memandang sinis padanya karena beliau bukanlah seorang emirati asli, bagaimana Ibuku membesarkanku dan kakak-kakakku untuk berani, berbesar hati dan tetap bangga dengan darah campuran yang mengalir ditubuh kami. Oleh sebab itulah aku cukup mengernyitkan dahi, diantara sekian banyak perempuan yang pernah aku temui, bagaimana bisa aku bertemu dan jatuh cinta dengan seorang gadis yang sedikitnya mirip dengan Ibuku?" Mohammed menertawakan dirinya sendiri. "Makanya aku bertanya seperti tadi, mungkin gadis ini terlalu sibuk dengan dunia nyatanya hingga baru saat ini mengenal dunia maya dan entah bagaimana ceritanya akhirnya Yang Maha Kuasa menautkan diriku pada gadis ini."
"Pesanku hanya satu M, pastikan segala sesuatunya tetap aman terkendali. Kau harus mempersiapkan dirimu bagaimana respon gadis itu jika sadar bahwa orang yang saat ini menjalin kedekatan dengan dirinya bukanlah orang sembarangan dan kau pun harus siap menghadapi kenyataan yang tidak selalu membuatmu nyaman karena kau telah nekad mengambil jalur yang hampir sama dengan Ayahmu dulu. Aku sampai menekankan statement-ku dua kali padamu M."
"Aku mengerti Paman," Sebuah senyum simpul tanda kelegaan karena Paman kesayangannya itu mendukung niat dan langkahnya. Setidaknya langkahnya sedikit lebih ringan untuk bisa semakin berdekatan dengan Hind.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments