"Magic School Assassin memiliki konsep menarik bagi pembacanya, menghadirkan masing-masing dengan karakter kuat serta cantik, itu kurasa bisa memukau siapapun yang melihatnya maupun membacanya.. untuk konflik sendiri memasukan pengkhianatan dan juga sekolah lain sebagai saingan, benar-benar novel pertarungan."
"Aku juga berfikiran demikian, jika dibuat game fighting itu akan terlihat bagus bukan."
"Aku tidak yakin."
"Kenapa begitu?"
"Game dengan seluruh karakter gadis di dalamnya tidak akan terlalu kuat bertahan, orang-orang akan cepat bosan."
"Meski menambah jumlah karakter berbeda setiap bulannya."
"Benar, sudah banyak game serupa lebih dari itu beberapa menggunakan kartu tanpa menunjukan karakternya dengan 3 dimensi, kakak lebih bagus dalam membuat game dengan pola RPG yang memungkinkan pemain bisa membuka map lebih luas dengan cerita yang sederhana mungkin."
Bu Nanase secara bertahap menaruh makanan yang dia buatnya di meja, aromanya harum dan enak.
"Harum dan enak? Maksudmu aku?"
"Makanannya," aku segera memperbaikinya.
Ia masih bisa mendengar gumamman pelanku juga ternyata
"Aku tidak tahu seberapa mabuknya guru ini."
Aku juga berfikiran demikian, yang disajikannya seperti apa yang kulihat di awal, ada tambahan beberapa menu yang berbeda, seperti sayur asem, tumis kangkung, udang goreng tepung dan varian lainnya.
Ini terlalu banyak untuk dimakan tiga orang.
"Ibu menyimpan bahan makanan yang tersisa di kulkas jadi besok akan ibu masak."
"Tidak, esok pagi aku yang akan memasak, tak apa kak?"
"Aku tidak keberatan tapi kelihatannya kamu sangat ingin mengalahkan Bu Nanase."
"Aku membencinya terlebih makanannya sangat enak."
Jiwa persaingan adikku telah melewati 100 persen sebentar lagi pengukurnya akan rusak.
Kami menikmati makanan tersebut, ketika Bu Nanase mandi aku menyimpan pakaiannya di dekat pintu.
"Hanya ada kaos dan juga celana pendek milikku, tolong dipakai saja."
"Kamu tidak memberikan aku pakaian adikmu."
"Ukurannya jelas akan berbeda."
"Aku memang bahenol."
Dia malah membanggakan dirinya.
Dia membuka pintu yang menampilkan dirinya yang telanjang. Rambut yang terurai basah dan juga dada yang melimpah langsung berada di garis pandanganku. Mengikuti tetesan air aku bisa melihat perutnya yang memerah karena air hangat dan ketika mencapai lebih bawah aku segera berbalik.
"Kau harusnya melakukannya saat aku sudah keluar."
"Tak apa, tak apa, hal seperti ini selalu terjadi di novel loh."
"Tolong jangan samakan dengan dunia nyata."
Aku menghela nafas panjang lalu keluar dari pintu, aku membuatkan teh hangat untuk kami berdua, Bu Nanase bilang ada hal yang ingin dia bicarakan karena itulah aku menunggu momen saat adikku tertidur.
Dia menyeruput tehnya lalu memberikan selembaran kecil padaku.
"Even game."
"Perlombaan itu akan dilaksanakan tiga bulan lagi, sebaiknya cobalah untuk mengikutinya."
"Waktunya terlalu singkat... kami jelas."
"Sebagai perusahaan game aku rasa sebaiknya kamu tidak melewatkan hal satu ini."
Aku memeriksanya sekali lagi khususnya soal hadiah yang mereka tawarkan.
"Sebagai perusahaan game kamu perlu modal awal untuk menyiapkan segala persiapan, seperti perekaman suara, ruangan editing, musik BGM, gambar dan juga beberapa komputer untuk menunjangnya, tak hanya kekurangan orang kamu juga kekurangan modal untuk melakukannya."
"Soal itu."
Yang dikatakan Bu Nanase memanglah benar, tapi apa menurutnya bahwa kami akan menang melawan orang-orang yang lebih dulu melakukan bisnis seperti ini.
Jika tujuannya membangun koneksi hal itu juga mustahil, tidak ada yang mau mencoba berbicara dengan anak sekolah amatiran seperti kami.
Walau mengikutinya juga. Jelas sekali bahwa game yang hendak kami buat tidak akan bisa di perlombakan, kami juga belum menemukan programer yang mau bergabung.
"Seseorang terkadang tidak tahu saat mereka siap dan proses lebih penting dari pengalaman apapun."
Ia ingin mencoba mengatakan untuk kami agar tahu dunia seperti apa yang akan kami masuki.
"Aku akan mendiskusikannya dengan yang lainnya nanti."
Jawaban itu mengakhiri obrolan singkat kami. Bu Nanase menggunakan kamar di sebelahku yang kosong jadi tidak ada hal yang membahayakan walaupun dia bermalam di rumah ini.
Aku senang malam ini berakhir dengan damai, inginnya seperti itu.
Aku menggedor dinding.
"Jangan mengeluarkan suara aneh?"
"Aku hanya sedikit menggodamu, apa kamu penasaran apa yang sedang ibu lakukan?"
"Tidak sama sekali."
Tentu saja itu bohong.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments