Seseorang memelukku secara tiba-tiba dari belakang, keduanya sangatlah besar dan lembut, meski demikian.
"Halo kantor polisi ada tante-tante memelukku, sepertinya saya dilecehkan di tempat umum."
"Eh, jangan melaporkan gurumu ke polisi aku tidak melakukan sesuatu yang membuatku ditangkap."
"Jelas sekali Anda melecehkan saya."
Bu Nanase tertawa kecil lalu menaikan tangannya ke atas sebelum mundur, ya ampun guru ini tidak tahu apa yang disebut menjaga jarak dengan muridnya, terlebih aku tidak pernah melihat ia tanpa penjagaan seperti itu pada seorang siswa lainnya selain aku.
"Aku mengaku aku salah, melihat muridku berbelanja sendirian membuat naluri keibuanku meningkat."
Seharusnya sudah sewajarnya anak SMA belanja sendirian.
"Ada satu hal yang ingin aku tanyakan. Berapa umur ibu sebenarnya?"
"Bulan depan aku berumur 22 tahun."
"Anda berbohong."
"Tidak juga, itu umurku yang sebenarnya.. lagipula aku menjadi guru tanpa memiliki lisensi mengajar."
"Singkatnya anda belum lulus kuliah atau hanya sebatas SMA."
"Sesuai yang diharapkan dari murid terpintar di sekolah, kamu mendengar satu kata dan mengerti dua kata, itu bukan sebuah pemahaman yang mudah dilakukan kebanyakan orang. Terkadang seorang gadis lebih suka pria yang tidak terlalu peka loh."
Aku menghela nafas panjang. Penampilan Bu Nanase selalu mengenakan blus sedikit terbuka dengan rok pendek yang disatukan dengan stoking hitam.
Dia memang terlalu mencolok dengan pesona dewasanya.
Meski aku menuduhnya melecehkanku, pada akhirnya aku akan dianggap sebagai pelakunya.
"Apa yang kamu beli?"
"Hanya beberapa makanan instan."
"Hmm tidak baik untuk selalu mengonsumsinya, hari ini biar Ibu yang melakukannya. Kamu hanya tinggal bersama adikmu jadi aku bebas ke sana bukan."
"Kesimpulan dari mana itu?" protesku tidak mencapainya sama sekali.
Dia mengisi kereta belanjaku dengan berbagai buah, sayuran dan daging. Biasanya Tiara yang memasak berhubung ia sedang kurang sehat aku tadinya ingin membeli makanan yang mudah untuk disajikan.
"Kita beli ini juga, eh.. kamu memasukan bubur?"
"Adikku kurang sehat."
"Kalau begitu ibu akan memasukan beberapa obat serta hal yang dibutuhkan lainnya."
"Tolong jangan berlebihan."
"Ini bukan apa-apa."
Ada hal yang selalu aku pikirkan tentangnya, dari awal ia selalu melirik ke arahku dan bahkan memberikan aku bantuan. Termasuk saat aku memutuskan membuat game, apa sebenarnya aku pernah bertemu dengannya di suatu tempat?
"Bu Nanase, kenapa ibu melakukan semua ini padaku? Apa ada hal yang disembunyikan Anda."
"Kenapa kamu bertanya begitu?"
"Anda sangat perhatian pada saya."
"Soal itu aku tidak akan mengatakannya, tapi alasanku mungkin karena setelah kalian lulus ibu juga akan kembali ke negara ibu, dari awal ayahku memintaku untuk mengambil alih bisnis."
"Ibu anak tunggal."
"Um... sebelum itu terjadi aku ingin membuatmu bisa diakui oleh ayahku kemudian saat aku mengambil alih perusahaannya, ibu dan denganmu bisa menikah, memiliki banyak anak, bukannya itu impian luar biasa."
Aku tidak tahu apa dia bercanda atau tidak.
"Kamu tidak menyangkalnya?"
"Jika aku menyukai ibu maka aku akan menikahi Anda dan jika tidak aku akan menolaknya."
"Kamu terlalu dewasa untuk jadi anak SMA, dengan kata lain kamu memberikan ibu harapan... aku tidak boleh kalah dari pesaing."
Aku tidak terlalu naif mengatakan bahwa hubungan guru dan murid terlarang. Bahkan guru juga manusia, lagipula umurku tidak akan jauh berbeda dengan Bu Nanase pada akhirnya.
Bukan berarti aku menyukainya, ini hanya kalkulasi sederhana yang bisa aku pikirkan secara spontan.
"Mungkinkah kita pernah bertemu sebelumnya?"
Bu Nanase meletakan jarinya di bibirku lalu melanjutkan.
"Ketika waktunya kamu pasti akan mengingatnya, kita sudah berbelanja biar aku yang membayarnya."
"Tapi..."
"Tidak enak kalau seorang guru dibayarin oleh muridnya. Aku membeli semua makanan ini karena aku akan menginap sekalian di rumahmu, bukannya itu bagus."
Seperti yang aku duga, guru ini memang sulit dihadapi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments