Setelah sampai di dalam kamar, Putri memegang dadanya yang berdegup kencang. Meskipun ia banyak pengalaman menghadapi para pria hidung belang. Tapi ini baru pertama kalinya ia sedekat itu dengan seorang pria.
Bahkan ia menyentuh pria itu seenaknya sendiri. Dia begitu berani, meskipun itu hanya pura-pura.
"Aku seperti sangat menikmati peranku, ternyata begini rasanya punya pacar, efek gak pernah pacaran jadinya over, bahkan aku dua kali mencium pipinya," gumam Putri pada dirinya sendiri. Putri merasa lucu dan gemas sendiri.
"Aku agresif sekali. Duh... aku malu bertemu paman lagi." Putri menutup wajahnya dengan kedua tangannya sambil merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
Berbeda dengan Hardian, setelah masuk ke dalam kamar ia jadi sering tersenyum sendiri, membuka jasnya saja dia melakukannya dengan lembut seperti merasakan sentuhan Putri yang bergelayut manja di lengannya.
"Dasar wanita penggoda." Hardian mengucapkannya sembari tersenyum tipis. Bukan mengumpat seperti sebelumnya.
Sedetik kemudian senyum tipis itupun luntur, wajahnya berubah mengeras.
"Sial! Bagaimana bisa aku terpesona padanya. Sekali murahan tetap murahan. Dia sudah terbiasa menggoda pria, tentunya ini bukan hal yang sulit untuk dilakukannya."
Hardian menertawakan dirinya sendiri, karena begitu mudah terperdaya. Bahkan wanita yang sudah bersamanya selama 3 tahun pun bisa berkhianat. Hardian masuk kedalam kamar mandi, untuk membersihkan diri, terutama menghilangkan sentuhan ulat bulu yang menempel di tubuhnya. Ya sekarang julukan Putri yang baru adakah ulat Bulu.
*
*
Pagi hari.
"Selamat pagi mas Radit," sapa Putri yang langsung masuk ke dalam kamar tanpa mengetuknya. Raditya tersenyum menyambut kedatangan wanita itu.
Ada yang beda dengan Raditya, hari ini ia terlihat sedih.
"Mas Radit, sudah tampan dan wangi. Tapi kenapa wajah ini terlihat sedih," tunjuk Putri pada wajah pria dihadapannya.
Putri duduk di hadapan Radit. Tiba-tiba mata laki-laki itu berkaca-kaca.
"Malam dimana istriku kecelakaan, aku melakukan hal yang fatal. Aku bersama wanita lain di hotel. Aku dijebak. Tapi apapun alasannya aku sudah menghabiskan malam dengan wanita lain saat istriku meregang nyawa," jelas Radit. Akhirnya Radit menceritakan apa yang mengganjal di hatinya.
Putri senang laki-laki itu mau berbagi beban padanya. Putri mendengarkan cerita pria itu dengan rasa sesak di hati.
"Aku suami yang buruk, tidak bisa menjaga istrinya sendiri. Inilah penyesalan yang sampai saat ini, bahkan diriku sendiri tidak bisa memaafkan itu." Radit menangis.
Putri tidak mengira sama sekaki masalahnya ternyata begitu dalam, pantas saja pria itu tidak ingin hidup lagi, karena separuh jiwanya hilang dan ia merasa itu adalah kesalahannya.
Putri yang merasa terharu bangkit dari duduknya lalu memeluk Raditya.
"Menangislah, buang semua beban di dalam hati mas Radit," ucap Putri membuat tangisan pria itu semakin keras.
"Mas, jangan menyalahkan diri terus menerus, itu bukan kesalahan mas Radit, itu sudah takdir yang Tuhan tuliskan. Mas hanya dijebak bukan keinginan mas Radit sendiri."
"Aku yakin, istri mas Radit pasti sedih melihat suaminya seperti ini. Bangkitlah mas, lanjutkan hidup." Pria itu sudah terlihat lebih tenang.
"Jika mas masih merasa menyesal, maka wujudkanlah apa yang menjadi mimpi almarhum istri mas Radit."
"Mimpi?"
"Ya, impian istri mas Radit. Mas pasti tahu apa impiannya."
Radit berpikir sejenak, istrinya itu tidak pernah macam-macam.
"Keinginannya hanya satu, hidup bahagia bersamaku."
"Kalau begitu, mas Radit harus bahagia maka istri mas juga akan bahagia meskipun di tempat yang berbeda."
"Benarkah?"
Putri mengangguk pasti sambil mengusap air mata di pipi Radit, posisi mereka masih sangat dekat dengan pelukan yang sudah terlepas.
Pintu kamar itu terbuka, kedua insan yang masih dalam posisi dekat itu belum menyadari bahwa ada seseorang yang melangkah masuk ke arah mereka. Dilihat dari arah pintu, keduanya sangat terlihat intim.
"Ekheeeem... "
Keduanya spontan melihat ke arah pria yang barusaja masuk ke dalam kamar dengan Putri yang masih memegang wajah Raditya. Kalau dilihat dari belakang, posisi Putri seperti sedang mencium Raditya.
Jadi begini caranya menyembukan orang sakit. Wanita semuanya sama, tidak bisa setia hanya dengan satu pria.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Hardian setelah mengumpat wanita itu.
"Dia barusaja menangis, paman," jawab Putri apa adanya. Lalu kembali menatap wajah Radit, membersihakn sisa air mata pria itu lalu melepas pegangannya pada wajah pria itu. Ia sama sekali tidak memperhatikan perubahan wajah Hardian yang menatap Putri tajam.
"Dia sedang bersedih, paman," bisik Putri ke telinga Hardian. Pria itu merasa darahnya berdesir dengan tingkah wanita itu yang tiba-tiba. Tidak ada yang memperhatikan jika wajah pria itu merona.
"Ayo mas kita sarapan bersama!"
Putri membantu Raditya berdiri lalu memegang lengan pria itu. Mereka melangkah bersama kekuar dari kamar, meninggalkan Hardian sendirian di kamar itu.
Hardian mengeraskan rahangnya melihat Putri memapah Raditya.
"Apa depresinya membuatnya cacat?" tanya Hardian kesal. Setelah itu Hardian menyusul mereka keluar dari kamar.
"Lihatlah, keponakanmu sudah sembuh, berterimakasihlah pada Putri," ujar ayah Malik pada Hardian.
Hardian tidak menjawab, dia langsung duduk lalu menikmati sarapannya. Ayah Malik hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah putra bungsunya itu.
Putri dan Raditya tampak sangat akrab, Hardian sesekaki melirik ke arah mereka.
Cihh... Sok akrab.
Tak tahan melihat keakraban keduanya, dengan keras Hardian mendorong kursinya lalu pergi dari meja makan, padahal sarapannya belum habis. Paman tampan sepertinya hanya cari perhatian, bukan cemburu.
Putri dan Raditya hanya melihat sekilas lalu kembali asyik melanjutkan sarapan. Putri menyuapi Raditya.
"Mas Radit, harus makan yang banyak, biar sehat terus, sebentar lagi kita jalan-jalan ya, menghirup udara pagi."
Setelah menyelesaikan sarapannya, Putri dan Raditya berjalan ke taman dekat komplek. Raditya tidak menggunakan kursi roda lagi. Bisa dibilang dia sudah sembuh, hanya saja belum beraktivitas seperti sebelumnya. Rasa penyesalan itu yang menyebabkan hilangnya gairah untuk hidup.
Tak lama sebuah mobil melewati taman itu. Hardian yang berada di dalamnya dapat melihat Putri dan Raditya dengan jelas.
"Mereka sepertinya cocok, Tuan. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih." Sakti membuka suaranya tanpa memperhatikan perubahan raut wajah sang bos.
"Berhenti!" Perintahnya tiba-tiba. Seketika Sakti menghentikan mobilnya secara mendadak. Untung saja jalanan masih sepi.
Sakti tidak berani bertanya setelah melihat perubahan wajah sang bos dari kaca spion.
Hardian mengeraskan rahangnya saat Raditya merapikan rambut Putri yang berantakan dengan wanitanitu yang tersenyum lebar.
Siapapun yang melihatnya tidak akan menyangka jika mereka adalah perawat dan pasien, anggap saja Raditya pasien wanita itu. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih.
"Tidak tahu malu!" umpat Hardian. Lalu menyuruh asistennya untuk menjalankan mobil kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Lanjar Lestari
ajaib bin aneh tingkah Hardian 😄😄😄cemburu berat pak bos...🤭🤭🫢🫢 hati sudah panas dingin ingin rasanya menarik putri dan membawa pergi jauh dr Raditya agar dekat dgmu seorang Hardian🤣🤣🤣🤣
2024-02-18
0
Sandisalbiah
cemburu bilang bos..!! 🤭🤭🤭
bibir boleh menyangkal tp hati...
haredang.. haredang...!! 😅😅
2023-12-14
3
Nami chan
lhah kek cacing kepanasan sendiri 🤣 salah sendiri jaim
2023-10-06
0