Suara barang-batang yang pecah terdengar berdatangan silih berganti memenuhi ruang kamar yang berukuran 3*4 itu, yang bercahaya remang-remang.
Ditengah-tengah bunyi yang memekakkan telinga tersebut, samar-samar terdengar sebuah deru napas yang memburu keluar dati mulut seorang wanita, yang saat ini tengah bergerak mundur seolah menghindar dari seseorang.
Benar saja, tidak jauh di depan wanita yang kelihatan kacau itu, terdapat sosok laki-laki jangkung yang kelihatan menanggalkan bajunya. Dia hanya menyisakan sebuah celana kain untuk menutupi tubuh bagian bawahnya.
"Sayang, kemari, setelah hidup lama jadi seorang janda pasti membuat kau rindu akan belaian, kan?" ujar laki-laki itu dengan kerlingan mata yang nakal.
"Berhenti, jangan mendekat, Paman!" Wanita yang kelihatan sudah berantakan itu, berteriak tegas. Kamar yang tadinya sunyi, langsung berubah gaduk karena si wanita mulai melemparkan beberapa barang pecah belah
"Brengsek! wanita ******! Janda saja jual mahal, sudah untung aku mau denganmu!"
Tiba-tiba Laki - laki itu menarik rambut panjangnya kuat.
"Aaaa.... " Pekik wanita itu kesakitan. Tak tinggal diam. Wanita itu mengayunkan kakinya kebelakang mengenai tulang kering laki - laki itu.
Laki - laki itupun mengaduh kesakitan, spontan melepas tangannya lalu memegang kakinya. Segera wanita cantik itu berlari kearah pintu. Namun gagal, tangan laki- laki-laki itu meraih tangannya kembali lalu terdengar suara baju yang robek dari wanita itu.
"Aku mohon jangan lakukan itu paman," mohon wanita itu sedih dan tak berdaya sembari menutup bajunya yang robek.
Laki - laki itu tertawa. "Putri, jangan menangis sayang, aku akan melakukannya perlahan." laki-laki itu mengelus pipi Putri seraya menghapus air matanya.
Tubuh Putri bergetar, ia ketakutan.
Tuhan tolong hamba.
"Apa yang kalian lakukan?" hardik seorang wanita paruh baya. Istri dari laki - laki itu. Keduanya terdiam menatap wanita paruh baya itu. Putri bernapas lega akhirnya ada yang menolongnya.
"Asan! Apa yang kau lakukan?"
"Dia yang memaksaku," jawab laki - laki itu tanpa rasa bersalah sedikitpun.
Putri mendekati wanita itu. "Bibi, tidak, paman yang ... "
Plak.
Satu tamparan mendarat di pipi mulus Putri. Perih. Tentu saja, tapi hatinya jauh lebih pedih.
"Bibi... " panggil Putri sendu.
"Pergi kau dari sini! kau hanya akan membawa sial!"
"Aku... "
"Pergi!
" PERGI!"
Bibi mengeraskan suaranya. Lalu menarik Putri keluar dari rumahnya.
"Bi, jangan usir Putri," mohon Putri dengan menyatukan kedua tangan.
"Diam!"
"Putri harus kemana, Bi." Wajah cantiknya sudah basah oleh air mata, ia tak lagi peduli dengan bajunya yang robek.
Bibi melemparkan koper miliknya yang belum sempat ia rapikan kedalam lemari.
Putri menangis pilu, menatap nanar ke arah pintu yang telah tertutup. Menunggu sebentar dengan harapan pintu itu akan terbuka kembali. Putri menunduk lalu berbalik setelah itu ia berjalan menjauh dari rumah yang belum sempat ia tinggali itu.
"Aku harus kemana? Aku tidak mengenal siapapun," gumamnya lirih. Ia berhenti sebentar, membuka koper lalu mengambil jaket hitamnya. Setelah itu memakainya untuk menutupi bagian tubuhnya yang terlihat.
"Jangan... jangan.... jangan usir aku, pergi, pergi, jangan mendekat, jangan.... " racau wanita yang masih terbaring di atas kasur. Keringat dingin membanjiri tubuhya.
"Jangan... " teriaknya. Napasnya memburu. Saat tersadar ternyata dia hanya bermimpi buruk lagi. Putri mengambil air diatas nakas lalu meneguknya.
Ya, wanita yang bermimpi buruk itu adalah Putri. Bayangan buruk itu selalu menghantuinya,, ini buksn pertama kallinya is mengalami mkmpi buruk.
Putri keluar kamar lalu masuk kedalam kamar sebelahnya yang ditempati sahabat rasa saudaranya.
Dia naik ke atas ranjang sembari menatap wanita yang napasnya terdengar halus rersebut.
Pikirannya melayang pada kejadian lalulalu saat ia terusir dari rumah itu.
"Ya, Tuhan aku harus kemana sekarang?" Putri berjalan tanpa tujuan di kota yang asing baginya. Kota Jakarta sangat besar.
Langkahnya sampai pada sebuah taman yang sepi karena ini sudah sangat malam. Mau kemana dia di jam malam seperti ini. Mau mencari kontrakan atau kosan, tapi dimana tempatnya? Ponsel ada, tapi apa gunanya jika Putri tidak tahu siapa yang harus ia hubungi.
Menghubungi sang ayah adalah pilihan yang tidak ingin ia lakukan.
"Tega sekali, mengusirku di malam hari, kenapa tidak ditunda besok siang saja ngusirnya," gumam Putri sambil menghela nafas panjang.
"Di kota besar seharusnya tamannya ramai pengunjung. Tapi ini sepi dan terlihat seram." Putri bergidik ngeri, sudah sedih sekarang ditambah ketakutan.
Putri benci pada orang-orang yang membuatnya dakam situasi seperti itu.
"Baiklah, jika itu yang kalian inginkan, aku akan menjadi seperti apa yang kalian tuduhkan."
"Mulai saat ini jaga suami kalian dengan baik sebelum janda sepertiku menjeratnya." Lalu ia tertawa terbahak.
"Tapi masak iya aku mau menggoda suami orang, ih... Semoga malaikat tidak mendengarnya. Aku tidak mau jadi pelakor."
"Masak janda cantik, jadi pelakor."
Putri menyapukan lagi pandangannya ke sekitar taman. Semakin malam taman itu semakin terasa sunyi. Hanya suara hewan malam yang terdengar. Tidak ada satu orangpun di dekatnya. Hanya dibagian timur para penjual kaki lima yang sudah merapikan dagangannya.
Putri masih termenung duduk di salah satu bangku taman yang ada di sana.
"Aku harus melangkah kemana? Ke barat atau ke timur? Tapi yang mana barat yang mana timur?" Ya Putri bingung tentang arah.
"Kontrakan dimana? Andai saja dengan mengedipkan mata bisa datang keajaiban seperti ceramah salah satu ustad diTV."
"Apa aku coba saja ya?" Putri tampak berpikir, sebelum berdoa.
"Ya, Tuhan, tolong hamba, saat ini hamba butuh tempat tinggal, hamba tidak mau tidur dibangku taman, banyak nyamuk, Ya Tuhan. " Ting. Lalu ia mengedipkan kedua matanya.
"Masih dibangku taman," lirihnya sendu, Putri melihat ke arah sekitar, tetap tak satupun orang terlihat. Lalu siapa yang akan menolongnya?
Menghembuskan nafasnya pelan lalu menatap ke arah langit.
"Ya Tuhan, lupakan ucapan hamba tadi, hamba tidak akan menggoda suami orang. Tolong, Ya Tuhan."
10 menit
20 menit
30 menit.
"Aaaaaa..."
"Aaaaaa..... " Kedua wanita itu berteriak bersamaan, di tempat yang sama, tapi posisi yang berbeda.
Keduanya saling menatap setelah selesai berteriak. Tidak kenal, sudah pasti, keduanya tersenyum samar.
"Ya Tuhan, inikah jawaban darimu, hamba dapat tempat tinggal," gummanya lirih dengan senyum bahagia.
Wanita yang tadi juga berteriak menghampiri Putri.
"Hi ... Aku Ratna," sapanya.
"Aku, Putri."
"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Ratna sembari mendudukkan bokongnya di samping Putri.
"Aku... aku hanya... " ucap Putri terbata.
Ratna melihat Putri yang berantakan lalu beralih ke koper disebelahnya.
"Kau diusir lalu tersesat disini, begitu?" Putri mengangguk malu. Memang benar apa yang diucapkan wanita itu.
"Kita senasib, tapi aku bukan terusir hanya... ah sudahlah."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Lanjar Lestari
bingun td jrn g ada flashback nya🤭
2024-02-17
0
Sandisalbiah
gak ada kata flashback... jd aga bingung kok tiba² Putri dlm bahaya..
2023-12-14
4
Bzaa
teman sejati
2023-11-17
0