Di sisi lain, dua orang laki-laki mengurungkan niatnya untuk keluar kamar saat mendengar suara laki - laki dan wanita. Hardian dan Sakti mendengar pembicaraan keduanya dengan jelas.
"Menjijikkan!" umpatnya tepat ketika Putri melewatinya.
Putri yang mendengarnya spontan melihat ke arah Hardian lalu mengedipkan satu matanya ke arah pria itu. Ia tahu kata menjijikkan yang keluar dari mulut pria tampan itu ditujukan padanya.
Hinaan sudah biasa untuknya. Diomeli istri pria yang menggodanya sudah sering ia alami. Status janda bagaikan noda bagi semua orang, semua orang memandangnya sebelah mata karena statusnya.
Di hatinya yang paling dalam tentu masih ada harapan agar ada orang yang menerimanya. Itulah hidup, tidak semulus seperti apa yang kita rencanakan. Kita hanya bisa pasrah dan menikmati hidup.
*
*
Setelah selesai bekerja Putri dan Ratna langsung kembali ke rumah yang mereka tempati bersama.
"Sudah pulang, Neng?" tanya Pak Rt.
"Ya, Pak," jawab Putri dan Ratna bersamaan.
"Dari mana Pak?" tanya Putri.
"Cari angin neng," jawab pak Rt dengan senyum lebar.
"Jangan kelamaan Pak, cari anginnya, tuh bodyguardnya lagi pegang sapu," tunjuk Putri dengan ekor matanya.
Pak Rt menoleh ke arah yang ditunjuk Putri. Seketika Pak Rt menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Mas pulang dulu neng?" Dengan gerakan cepat pak Rt berjalan menuju rumahnya yang tak jauh dari rumah Putri.
"Mas, ada-ada saja Pak Rt, sudah tua juga. Kamu sih suka jahilin pak Rt."
"Biar saja, habis istrinya julid banget." Ratna hanya bisa menggeleng kepala mendengar ucapan wanita disebelahnya itu.
Begitulah jika janda tinggal dikontrakan, apalagi mereka berdua sama - sama berstatus janda. Tiap hari ada saja yang mengganggu. Bahkan pernah kelakuan ibu - ibu yang suaminya menghilang malah mencari kerumah mereka. Dipikir mereka apaan? Janda yang suka nyembunyiin suami orang.
Prinsip mereka, ' janda cantik ogah jadi pelakor
*
*
Sudah satu minggu, Putri bekerja dirumah Kakek. Keadaan Raditya masih sama, sampai saat ini Putri belum berhasil untuk membuat pria itu makan makanan yang dibawanya.
Hari ini dia akan berusaha. Dengan bantuan pelayan, Putri berhasil membawa Raditya ke taman yang ada di rumah itu dengan menggunakan kursi roda. Putri mendorong kursi roda menuju taman samping. Diikuti pelayan membawa nampan yang berisi makanan untuk sarapan mereka.
Masih sangat pagi, udara terasa begitu sejuk. Putri sengaja berangkat pagi sekali. Supaya Raditya mwrasakan dinginnya udara pagi.
"Terima kasih, Bi?" ucap Putri kepada pelayan yang meletakkan nampan di atas meja kayu. Bibi itu mengangguk lalu pergi dari sana.
"Mas, udaranya sejuk sekali ya, rasanya nikmat. Kita harus bersyukur karena hari ini masih bisa bernafas, melihat dan menikmati hidup." Putri mengeluarkan ceramahnya.
"Tidak semua orang bahagia, begitupun kesedihan bukan mas saja yang bersedih, masih banyak diluar sana yang lebih bersedih daripada Mas, tapi mereka tetap menjalani hidup dengan baik."
"Pagi ini ada yang sudah sarapan ada juga yang belum, bukan karena malas, tapi mereka tidak punya uang untuk hanya sekedar membeli sarapan seharga 5.000 rupiah."
"Kalau dikampung uang 5000 rupiah masih bisa buat beli nasi, dapetnya nasi pecel atau nasi jagung, kalau disini uang 5000 rupiah buat parkir." Putri malah curhat.
Putri mengambil piring di atas meja lalu menyendok nasi dan lauknya.
"Kita harus makan untuk mensyukuri nikmat Tuhan." Setelah itu Putri mengulurkan tangannya ke mulut Raditya hendak menyuapinya.
"A... " masih belum membuka mulutnya. "A... "
Hap.
Raditya membuka mulutnya lalu melahap isi sendok yang diberikan Putri. Melihat itu Putri tersenyum tanpa Ia sadari air mata meluncur mulus di pipi. Setelah berhari-hari akhirnya ia berhasil membuat Raditya makan.
"Terima kasih, Mas." Meskipun Raditya makan tanpa ekspresi, itu sudah lebih baik. Saat Raditya berhenti mengunyah, Putri kembali menyuapinya, di suapan keenam Raditya tidak mau lagi membuka mulutnya.
"Sudah kenyang?" tanya Putri meskipun tidak mendapatkan jawaban. "Baiklah, sampai disini dulu makannya." Putri meletakkan piring Raditya lalu mengambil piringnya.
"Sekarang gantian ya mas, Putri yang sarapan, lumayan selama disini Putri bisa makan gratis."
"Putri termasuk wanita yang suka gratis-gratis." Putri tersenyum sendiri.
Inilah yang Putri lakukan untuk membangun hubungan dengan Raditya yaitu dengan bicara sendiri.
"Pagi buta Putri kesini, jadi belum sempat sarapan. Emmm... sarapannya enak, tiap hari kayaknya enak numpang sarapan disini, Kakek tidak akan marah kan?" tanyanya pada Raditya.
Putri bicara sendiri sambil mengunyah makanan hingga habis.
Tanpa Putri sadari, seorang pria berdiri di atas balkon, memperhatikan interaksi keduanya.
"Hardian, kau masih ingat untuk pulang?" tanya kakek Malik pada putra bungsunya. Hardian biasanya akan pulang hanya seminggu sekali.
"Aku banyak pekerjaan, Yah." Ayah Malik diam jika Hardian sudah menjawab dengan pekerjaan.
"Kapan kau akan menikah?"
Hardian hanya diam jika Ayah Malik yang dipanggil kakek oleh Putri itu membahas tentang pernikahan.
Setelah menyelesaikan sarapan paginya, Hardian berpamitan untuk berangkat kerja. Dia tidak mau terlambat, Meskipun perusahaan tempatnya bekerja adalah miliknya sendiri.
Saat keluar dari pintu utama, sayup-sayup terdengar suara tawa yang terdengar renyah di telinganya. Suara itu seperti pernah di dengarnya. Tak ingin terlalu banyak berpikir, Hardian melanjutkan langkahnya masuk kedalam mobil.
*
*
Kembali ke Putri.
"Ini adalah sarapan terenak yang pernah aku makan. Dikampung lebih sering makan daun, karena dikampung sayuran mudah didapat tanpa harus mengeluarkan uang."
"Disini, daun singkong saja beli, pokoknya disini tuh serba beli dan mahal."
"Aku jadi rindu kelor mas, sayur favoritku. Selama tinggal di Jakarta belum pernah lihat ada yang jualan kelor di pasar."
Begitulah Putri, meskipun tidak mendapat respon apapun dia tetap akan mengoceh. Tertawa sendiri senyum sendiri.
"Matahari sudah mulai tinggi, kita balik ke kamar ya Mas."
"Aku lupa bertanya, siapa yang menggantikan bajumu mas?" Tentu saja Raditya tak menjawab.
"Apa mau Putri yang menggantikan? Aduh otakku traveling kemana-mana." Putri tertawa sendiri sambil menutup mulutnya. Lalu mendorong kursi roda kembali.
Putri meminta bantuan pelayan pria untuk memindahkan Raditya dari kursi roda ke ranjang.
"Putri keluar dulu ya, Mas. Nanti Putri balik lagi." Setelah berpamitan Putri keluar dari kamar Raditya. Ia ingin memberitahu kakek, kalau tadi Raditya sarapan bersamanya.
"Kakek... " panggilnya sedikit lebih keras.
"Kenapa harus teriak-teriak?" tanya Kakek yang berada di ruang tengah sedang memegang surat kabar.
"Kek, mas Radit mau sarapan, lima suap." Putri menunjukkan kima jarinya.
"Itu kemajuan yang sangat bagus," jawab Kakek tidak begitu antusias seperti ada yang mengganjal pikirannya.
"Kakek kenapa?" tanya Putri penasaran karena baru kemarin kakek itu sangat bahagia dan antusias, tapi sekarang disaat Raditya mau sarapan, kakek malah biasa saja. "Apa ada yang mengganggu pikiran kakek?"
Kakek menghela nafas panjang. Teman bicara juga tidak terlalu buruk.
"Kakek tua ini hanya ingin putra bungsunya menikah, usianya sudah cukup untuk menikah."
"Entah apa alasannya sampai saat ini dia tidak berkeinginan untuk menikah."
Kakek menghembuskan nafasnya lagi setelah menariknya panjang.
"Keninginan sederhana orang tua." lanjut kakek.
"Mungkin ada yang dia tunggu, Kek," jawab Putri memberi semangat pada kakek.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Sri Puryani
lha jgn" hardian suka sama putri
2025-04-21
0
Lanjar Lestari
lagi patah hati atau purus cinta kekasih yg dicintai dg tutus menghianatinya dg pria lain yg tak lsin sahabat Hardian sendiri
2024-02-17
0
Sandisalbiah
Hardian kan sempat salah faham sama Putri tuh waktu di hotel.. jgn sampai pas tatap muka di rmh nya dia justru menghina Putri..!!
2023-12-14
3