Tetesan air mata mulai semakin membanjiri mata Yoona saat pria itu berusaha menjadikan dirinya tawanan, bukan sebagai seorang istri pada umumnya.
"Aku rela jika harus menerima takdir pernikahan ini, tapi bagaimana mungkin aku akan rela kalau diperlakukan seperti wanita hina," batin Yoona yang mulai berusaha keras untuk bisa lepas, namun pergelangan tangannya mulai terluka.
Perlawanan keras yang sedang Yoona berikan, membuat Erlan semakin tidak menentu. Lalu dirinya meninggalkan Yoona dengan melepaskan satu ikatan tangannya.
Pria itu beranjak pergi tanpa mengatakan sepatah kata pun, dan malam ini Yoona bersyukur bisa terlepas dari hukuman Erlan.
"Setidaknya aku bisa sedikit lega, tapi bagaimana dengan malam-malam yang lain?"
Pertanyaan yang terus membuat hati Yoona tidak menentu, membuat dirinya bergegas pergi meninggalkan rumah Erlan dari pintu belakang. Ia tidak tahu arah tujuan yang harus ia tempuh, tetapi tiba-tiba Yoona teringat dengan saudara kembarnya.
Memilih untuk berlindung diri di hadapan makam Yoona dengan hanya senter ponsel yang menyala.
Tanpa ada rasa takut, dan penyesalan yang membuat dirinya terluka. Menatap ke arah makam kakaknya dengan air mata yang penuh derita.
"Maafkan aku," lirih Yoona dengan perlahan. "Mungkin aku tidak akan mengerti dengan rasa sakit yang aku alami sekarang, tapi yang pasti aku sangat percaya kau lebih menderita, Kak."
Layaknya gadis bodoh dengan berbicara seorang diri, hingga Yoona tidak sadar matanya ikut terpejam.
Dalam mimpinya, ia melihat saudara kembarnya datang dengan raut wajah yang penuh senyum. Berusaha mengusap rambut Yoona sembari berkata. "Pulanglah, adikku. Suamimu sedang menunggu."
"Tidak, Kak. Aku ingin tetap di sini menemani dirimu. Aku takut dengan pria kejam itu."
"Yoona, kau sudah berjanji padaku, bukan? Maka pulanglah, dia rumahmu sekarang."
Ucapan terakhir tersebut membuat Yoona tiba-tiba terbangun dari tidurnya setelah hujan deras mulai membasahi tubuhnya. Ia baru menyadari bahwa akal sehatnya telah kembali.
"Astaga, kenapa aku bisa tidur di makam kakak? Lalu tadi, rasanya aku seperti bertemu denganmu, Kak. Mimpi itu sangat nyata," gumam Yoona yang mulai merasakan takut saat kegelapan mengelilingi dirinya. Terlebih layar ponselnya yang sudah padam.
Berlari dengan cepat karena ia begitu takut untuk harus melihat ke arah pemakaman. Hingga akhirnya Yoona memilih berjalan kaki seorang diri.
Terlihat sebuah cahaya lampu mobil yang mulai mendekat kearahnya, bersamaan dengan kaca jendela yang terbuka. Yoona menyadari bahwa di dalam sana adalah suaminya.
"Itukan ... Mas Erlan, apa mungkin dia ingin menjemput ku?" tanya Yoona dengan dirinya dengan penuh harap. Namun, pria itu sama sekali tidak peduli mobil tersebut melewati dirinya.
"Dasar gadis bodoh." Erlan berdesih tanpa menghiraukan istrinya yang sudah basah kuyup. Ia segera bergegas pergi dengan santai.
"Mana mungkin dia mau menjemput seorang wanita pengkhianat seperti diriku," gumamnya. Berjalan pergi dengan rasa putus asa.
Malam itu, Erlan menuju ke suatu tempat setelah janjian dengan temannya untuk menenangkan hati.
Terduduk dengan penuh gelisah sembari memegang segelas anggur, Erlan sedang memikirkan tentang tunangannya, namun tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya.
"Hai, brother ... pengantin baru nih!" celetuk Jerrol dengan sengaja sekaligus teman dan tangan kanannya.
Membuat Erlan sedikit terkejut, ia melirik tanpa ada semangat.
"Loh kenapa? Erlan, kita tidak sedang di kantor, jadi tolong wajahmu bermanis sekali lah denganku. Masa iya sih pengantin baru cemberut begitu?" Jerrol terus meledek sampai ia menyadari perubahan sikap dari Erlan yang tiba-tiba menghabiskan banyak botol minuman.
"Hei, santai dong, Bro. Udah cukup minumannya. Aku tidak mau kau merepotkan diriku saat pulang nanti, jadi sekarang ceritakan apa yang sedang terjadi?" tanya Jerrol yang mulai merasa cemas.
"Bingung, Bro. Enggak tahu harus cerita darimana. Tapi, ngomong-ngomong apa kau tahu di mana keberadaan tunanganku? Sejak kemarin aku tidak bisa menghubunginya sama sekali."
"Sebentar, Erlan. Maksudnya ini gimana? Tunangan? Bukannya kalian baru saja menikah hari ini?" Membuat Jerrol begitu tidak mengerti.
"Ya, awalnya aku pun mengira begitu, tapi ternyata tidak. Justru yang sekarang aku nikahi adalah saudara kembarnya."
"Berarti ... ya ampun. Apa mungkin sudah terjadi sesuatu dengan tunanganmu, Erlan?"
Membuat Erlan semakin merasa gelisah, namun ia sama sekali tidak suka dengan ucapan tersebut. Menarik kerah baju Jerrol dengan kasar. Hingga membuat temannya paham untuk menjaga setiap lisan dalam keadaan yang tidak tepat.
"Baiklah, maaf. Hanya saja ... aku masih begitu tidak paham, Erlan. Tapi, begini saja. Apa yang harus aku lakukan untukmu?"
"Cari dan temukan tunanganku secepatnya, Jerrol. Aku tidak ingin kehilangannya."
"Tentu, aku akan berusaha mencari Fiona. Namun sebelum itu, apa kau tidak bertanya dulu kepada saudara kembarnya itu? Maksudku, mungkin kita bisa tahu informasi yang lainnya," saran Jerrol.
"Tidak ada gunanya bertanya kepada wanita bodoh itu. Dia hanya beban untukku."
Sikap arogan yang Erlan miliki, begitu dipahami oleh Jerrol. Hingga temannya tidak lagi bertanya banyak hal. Berusaha untuk mengalihkan perhatian sembari membuka ponselnya. Tiba-tiba, Jerrol baru teringat dengan sebuah pengumuman di dalam ponselnya.
"Hampir saja aku lupa. Hari ulangtahun perusahaan Agra Group tidak lama lagi, dan kau harus memperkenalkan istrimu kepada semua karyawan seperti yang dilakukan oleh pemimpin sebelumnya. Apa kau tidak ingin melakukan itu juga, Erlan? Jika ya, aku bisa mengundurkan jadwalmu nanti."
"Tidak perlu, dan mulai besok pagi aku akan langsung masuk kerja," tegas Erlan dengan keputusannya.
"Oh, baiklah."
Perbincangan mereka tiba-tiba terhenti saat Erlan mengambil berdiri dengan segelas minuman di tangannya. Ia menari seorang diri sampai membuat kesadarannya mulai tak terkendali.
Berjalan sempoyongan, dan membuat Jerrol merasa kelelahan. Terlebih ia sadar tidak bisa membiarkan temannya pulang seorang diri dalam keadaan seperti ini.
Jerrol segera mengantarkan Erlan pulang, dan meninggalkan mobilnya demi teman. Tiba di rumah, berkali-kali Jerrol mengetuk pintu, tapi tak yang membukanya.
Yoona yang sedang terlelap di atas sofa tiba-tiba terkejut saat mendengar suara teriakan dari arah luar. Ia yang sedang menunggu Erlan pulang sampai ketiduran.
"Ya, sebentar!" Bergegas cepat menuju pintu, tetapi tidak menyangka jika Erlan pulang dalam keadaan setengah sadar.
"Mas Erlan? Apa yang terjadi dengannya?" tanya Yoona dengan sangat gelisah.
"Dia banyak sekali minum. Aku terpaksa membawanya pulang. Kalau begitu aku pulang dulu."
"Baiklah, terima kasih banyak."
Belum sempat Yoona menutup pintu depan, Jerrol masih menatap ke arah Yoona.
"Mirip sekali, tapi kenapa Erlan tidak bisa mencintai wanita yang sama persis dengan Fiona? Ada-ada saja," gumam Jerrol sembari menggelengkan kepalanya dengan rasa heran.
Menemani dengan penuh rasa cemas, Yoona memilih duduk di samping suaminya sembari sesekali menyentuh kening Erlan.
"Suhu badannya juga panas, apa mungkin dia juga demam?"
Ingin segera melangkah pergi untuk mengambil kompres pendingin, tiba-tiba saja tangan Yoona digenggam erat oleh Erlan dalam keadaan mata terpejam.
"Jangan pergi," lirih Erlan dengan perlahan.
Antara rasa heran sekaligus bahagia ketika Erlan memintanya untuk menetap. Sedetik kemudian, Erlan menarik tubuh Yoona dengan begitu kuat hingga terjatuh ke atas dadanya yang bidang.
"Temani aku di sini," pinta Erlan dengan terus memeluk yang begitu erat. "Aku ingin dirimu sampai pagi."
Tidak tahu harus berkata apa, tetapi rasanya malam ini paling membahagiakan untuk Yoona hingga menampilkan senyuman ceria di kedua pipinya.
"Katakan, kau ingin apa dariku, Mas Erlan?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Rosee
semangat thoor, aku baca sampe sini dulu ya nanti aku lanjut 🤗
kalo ada waktu senggang mampir yuk ke novel aku makasih
2023-05-07
0