Terlihat Dela membayar administrasi disana sementara Bu Maryati duduk menunggu. Nita ingin pulang lebih dulu, tapi Nita harus melewati mereka karena tidak ada jalan lain. Jika pun menggunakan jalan belakang, itu sangat jauh.
"Lebih baik aku menunggu mereka pergi lebih dulu," gumam Nita.
Setelah 10 menit menunggu, akhirnya mereka pergi dengan mobil Dela. Sementara Nita pergi ke pinggir jalan untuk memberhentikan angkutan umum, hari ini dia tidak membawa motor maticnya.
Sepanjang perjalanan Nita memikirkan perlakuan Dela sang kakak ipar pada mertuanya. Dia melihat betapa Bu Maryati mengharapkan perhatian dan kasih sayang anak-anaknya yang sudah mempunyai keluarga masing-masing. Tapi disatu sisi, itu seperti memanen buah yang ditanam saat dulu.
Menurut Arman suaminya, dulu Bu maryati tidak begitu perhatian pada anaknya. Hanya sibuk bekerja tanpa memberikan waktu luang untuk anaknya. Arman mengatakan jika tidak ada yang dekat dengan ibunya sejak kecil, apalagi dengan ayahnya yang super cuek, dan karena Arman anak bungsu makanya Bu Maryati ikut dengannya, itu terjadi karena sebelumnya anaknya yang lain menolak jika sang ibu tinggal bersama mereka.
"Kasihan juga ya ibu," gumam Nita.
Sesampainya dirumah, sudah ada Dila dan ibu mertuanya yang menunggu kehadirannya. Tentu saja mereka tidak bisa masuk karena rumah itu dikunci dan tidak ada orang.
"Nita, kamu dari mana aja sih?" Keluh Dila.
"Maaf kak, tadi aku kan mau nemenin ibu lagi di Rumah Sakit. Tapi ternyata udah gak ada," jawba Nita.
"Alasan, siapa tahu kamu malah keluyuran. Buktinya kamu tidak ada di sana tadi, cepetan buka pintunya! Udah mulai panas nih," protes Dila.
"Iya mbak," jawab Nita kemudian mengeluarkan kunci rumahnya.
"Kakak aja gausah mbak..!" Protes Dila lagi.
Nita tak menghiraukannya, dia tahu sifat dan sikap Kakak iparnya memang begitu. Dia pun masuk dan berlalu ke dapur untuk menyiapkan minuman. Sejak dulu Nita memang tidak suka dengan Kakak iparnya ini, tapi dia selalu mengalah dan selama ini tak pernah timbul pertengkaran yang sengit.
Dela yang berusia 45 tahun itu masih berpenampilan modis. Gayanya mengikuti zaman, model bajunya bahkan sama dengan anak sulungnya yang berusia 18 tahun. Kaca mata hitam selalu dia bawa, tas merah, lipstik merah membuat penampilannya begitu nyentrik dan menor. Nita hanya beristighfar dalam hati saat melihat penampilan sang kakak ipar.
"Rumahmu ternyata tak jauh berbeda, masih panas seperti saat diluar tadi. Kenapa gak pake AC aja sih Nita?" Keluh Dela.
"Menurutku ini gak panas kok, masih nyaman kak. Lagipula kalau pake AC kan belinya mahal, listriknya mahal belum harus service," jawab Nita.
"Aku gak betah, mau pulang aja. Sampaikan pada Arman kalau bulan depan harus beres sesuai janji!" Ucap Dela.
Nita diam, dia tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Dela karena suaminya tidak megatakan apapun padanya lebih dulu. Nita hanya berharap ini bukan kabar buruk.
"Dela, ibu ikut…!" Ucap ibu yang kemudian ikut bangkit dari kursi.
"Ibu disini aja sama Arman, kalau ikut aku, memangnya Ibu mau dirawat sama asisten rumah tangga? Aku sibuk Bu," keluh Dela.
Terlihat Bu Maryati akhirnya duduk lagi dengan wajah kecewa. Nita merasa kasihan, tapi dia tidak bisa memaksa kakak ipar membawa mertuanya.
"Nita sini deh!" Teriak Dela diluar pintu.
Ada apa lagi sih? Batin Nita.
Nita berjalan ke arah sumber suara, betapa jengkel dan terkejutnya dia saat kakak iparnya mengancam dirinya seperti itu. Nita menatap mobil itu dengan tatapan kesal luar biasa.
***
Nita begitu tidak sabar menunggu kedatangan suaminya. Menunggu sudah 4 jam tapi berasa seharian penuh, Nita kini mondar-mandir dari dapur ke tengah rumah, dari ruang televisi lalu ke dapur lagi.
"Mah, Mamah kenapa? Udah kayak setrikaan aja, sepertinya setumpuk pakaian sudah rapi kalau Mamah bener-bener jadi setrikaan, hehe…," ledek Riki.
"Kamu ini, Mamah lagi nungguin ayah kamu. Kok lama banget?" Jawab Nita.
"Cie yang kangen… hehe," goda Riki.
"Hmm, bukan seperti itu Nak, mamah takut ayah kamu ada masalah di jalan soalnya belum pulang," jawab Nita.
"Biasanya juga ayah pulang jam 4 kok Mah, ini baru jam 3. Mamah gak usah khawatir..! Atau jangan-jangan Mamah beneran rindu berat nih…," Goda Riki lagi.
Anak lelaki itu pun masuk ke dalam kamarnya dengan berlari, dia takut ibunya akan kesal karena digoda berkali-kali. Riki pun memilih memeriksa bukunya dan mengerjakan tugas sekolahnya tentu sambil tersenyum membayangkan wajah ibunya yang sempat jengkel dibuatnya.
"Benar juga ya? Bukannya ini masih jam 3, sebaiknya aku memandikan ibu dulu," gumam Nita.
Saat memandikan ibu mertuanya, Maryati seperti sedang berakting. Selalu mengeluh sakit padahal Nita belum melakukan apa-apa.
"Aduh…, aduh sakit," keluh Maryati.
"Apanya yang sakit Bu, aku belum menyentuh apapun?" Tanya Nita.
Maryati yang menyadari jika dia mengeluh sebelum Nita menyentuhnya, dia memalingkan wajahnya. Dia kecewa karena gagal mengerjai menantunya.
"Bu, ini airnya hangat ya. Aku bahkan sudah mencobanya, jangan bilang kalau air ini kepanasan..! Tuh ke kaki Nita juga ini udah pas hangatnya," ucap Nita mengguyurkan segayung air hangat pada kakinya. Itu dilakukan Nita agar tidak ada drama mandi hari ini. Biasanya Maryati akan mengeluh kepanasan, padahal Nita sudah merasa melakukannya dengan benar, mengisi air dengan air hangat bukan air panas.
Nita mengguyur badan ibunya dengan perlahan dan hati-hati. Meski dia tidak selalu sejalan dengan sang ibu mertua, tapi sebisa mungkin Nita melakukan yang terbaik, dia tidak mau berdosa jika melakukan semuanya dengan asal-asalan.
Saatnya memandikan ibu mertuanya, Nita sudah menyiapkan baju yang sedikit longgar dan berbahan adem dibadan.
"Ibu gak mau baju itu," ucap Bu Maryati.
Nita pun mengambil baju lain, sudah sampai ke 5 kalinya barulah Maryati menyetujui pilihannya. Nita menghembuskan nafasnya perlahan. Sabar Nita…! Sabar…! Batin Nita.
Ibu dua anak itu pun memakaikan baju ibu mertuanya, tak lupa memakaikan bedak dan juga minyak telon. Nita merasa seperti mengurus bayi, dia melakukan itu agar tubuh Maryati wangi dan tidak gatal.
Ketukan pintu membuat Nita bergegas membuka pintu, dia tahu itu adalah suaminya. Benar saja itu Arman. Nita seperti biasa menyiapkan makanan, menyiapkan air hangat untuk mandi sang suami.
Setelah dirasa suaminya sudah kenyang, badannya sudah segar, dan suasana hati suaminya sudah bisa diajak bicara serius, Nita pun memulai pertanyaannya.
"Mas, tadi mbak Dela jemput ibu di Rumah Sakit dan membayar biaya ibu. Tapi ketika pulang, mbak Dela bilang titip pesan buat kamu Mas, Mas harus menggantinya dua kali lipat bulan depan. Apa benar Mas?" Tanya Nita dengan nada biasa saja, wanita ini berusaha tenang meski kesal.
"Iya bener Dek," jawab Arman dengan santai.
"Jadi itu beneran? Astaga Mas, mbak mu itu keterlaluan sekali, bukannya itu untuk keperluan ibu kandungnya, kenapa perhitungan sekali. Malah dijadikan ladang bisnis pula ada bunganya. Kamu juga Mas, kok mau-maunya sih?" Ucap Nita yang sudah tidak bisa menerima kenyataan ini.
"Kan waktu itu kamu bilang gak bisa pake gajimu karena mau transfer ke kampung. Yaudah Mas gak punya pilihan selain hubungin kak Dela, dan itu memang syaratnya. Kalau aja kamu mau bantu, tentu Mas gak akan minta bantuan sama mbak Dela. Salahkan aja diri kamu sendiri Dek!" Jawab Arman, dia berlalu pergi begitu saja setelah mengatakan itu.
Nita kini terduduk, dia tak habis pikir dengan suaminya ini. Kenapa juga aku yang disalahkan? kenapa Mas Arman selalu memaklumi semua keluarganya meski salah? ini tidak adil, Batin Nita.
Kini Nita menangis, dia meluapkan rasa kekecewaannya itu lewat air matanya. Dadanya terasa sesak mendengar perkataan Arman yang terngiang-ngiang di telinganya. Dia tidak menyangka kalau pengorbanannya merawat ibu suaminya itu bahkan tidak dihargai, Nita selalu salah Dimata Arman.
Bersambung …
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Cen Li
kasihan km nita..tinggalkan aj arman
2023-07-25
1