"Tuan, astaga. Nona Ayla," pekik Willy yang kembali kesana. Pria itu merasa tidak tenang setelah meninggalkan Ayla dengan pria kejam itu.
Dan ternyata benar, baru beberapa menit ia berlalu, Ayla sudah seperti ini.
"Ck, untuk apa kau kembali?"
"Jika aku tidak kembali, apa kau akan membunuhnya?" ketus Willy. Pria itu memapah tubuh ringkih Ayla menuju sebuah sofa di ruang tengah rumah sederhana itu. Ia tidak peduli lagi pada tatapan tajam sang tuan, yang ia pedulikan adalah menyelamatkan nyawa orang sekarang.
"Sshh." Bahkan pria itu meringis kala melihat darah yang bercucuran di punggung tangan sang nyonya. "Aku akan memanggil dokter Austin."
"Tidak perlu Malvin, apa ada kotak P3K? Aku akan membersihkannya sendiri."
Willy menatap iba pada Ayla, padahal wanita ini tidak salah apa-apa. Tapi sang tuan malah menyiksanya hanya untuk mengetahui keberadaan sang pujaan hati yang entah dimana keberadaannya.
"Tuan, tolong ambilkan kotak P3K!"
"Kau menyuruhku?" tanya Marvel yang tatapan tidak percaya.
"Ini rumahmu, Tuan. Kau yang lebih tahu dimana letak barangmu sendiri."
"Ck, cari saja sendiri. Aku tidak peduli."
Dengan kesal Willy beranjak dari sana, masuk ke dalam kamar sang tuan untuk mencari kotak P3K itu.
Sementara Ayla yang ditinggal berdua di ruang tengah, merasa bergidik kala Marvel menatapnya dengan tatapan tajam yang sangat tidak bersahabat.
Tapi Ayla mencoba untuk abai, mungkin ia melakukan sebuah kesalahan hingga kakak Edric nya berlaku seperti ini. Nanti ia akan mencoba untuk berbicara dari hati ke hati, mungkin rasa canggung di antara mereka akan menghilang.
"Lio, apa di rumah mu ini tidak ada kotak P3K?" tanya Willy dengan kesal, pasalnya ia sudah mencari di seluruh sudut rumah namun tidak menemukan apapun. Ia bahkan sudah kembali pada mode teman yang memanggil Marvel dengan sebutan Lio.
"Memang tidak ada," jawab pria itu dengan santai.
"What? Lalu kenapa tidak mengatakannya dari tadi?"
"Untuk apa? Lagian kau tidak bertanya."
"Huft ... Nona Ayla, tunggu sebentar ya, aku akan membelinya di apotek dulu."
Ayla hanya mengangguk, ia juga tidak tahu harus bersikap seperti apa pada situasi asing ini. Terlebih pada nama-nama asing yang sejak tadi mereka sebutkan.
...
Di tinggal berdua lagi membuat Ayla lagi-lagi merasa tertekan ketika Marvel masih menunjukkan wajah permusuhan.
"Kak," panggil Ayla. Ia akan mencoba untuk mengurai semua benang kusut ini. Wanita ini juga tidak ingin kemarahan sang tunangan semakin larut.
"Kakak, kakak. Panggil saya tuan."
"Tapi, Kak." Ayla harus menelan saliva nya kala mendapat hunusan tajam selurus panah tepat pada kedua manik cokelatnya.
"Ba-baiklah, Tuan."
Hening tercipta lagi.
Selama beberapa menit, Marvel merasa kesal karena Ayla berulang kali mengelap tangannya yang berdarah dengan baju yang ia kenakan sembari meringis pelan. Mengganggu sekali rasanya.
Dengan langkah lebar ia berjalan menuju kamarnya, lalu mengambil sebuah kotak di atas lemari pakaian.
"Sini!" titahnya membuat Ayla mengernyit seakan bertanya apa maksud pria itu.
"Ck, tangannya. Sini!"
Ayla yang masih bingung dibuat terkesiap saat Marvel menarik tangannya dengan tidak sabaran. Pria itu kemudian berjongkok dengan posisi Ayla yang duduk di atas sofa.
"Ingat! Aku hanya merasa terganggu karena kau terus mengelapnya dari tadi. Ini bukanlah bentuk perhatian," ujar pria itu galak. Namun malah membuat Ayla mengulum senyum. Meski berubah tapi perhatian pria itu tetaplah sama.
Dengan kaku ia membersihkan luka itu. "Auuw," pekik Ayla kala Marvel tak sengaja menekan terlalu keras.
"Ck, tahan saja! Benar-benar wanita lemah."
Ayla pun terdiam sembari menahan rasa sakit dan perih di tangannya. Membuat Marvel melanjutkan kegiatan yang sebelumnya sempat terhenti, kali ini jauh lebih lembut dan pelan.
Ayla juga tak tahan untuk tidak menatap pada pria itu. Wajah rupawan yang selalu berhasil membuatnya terhanyut.
"Sudah!" ujar Marvel sembari mendongak.
Deg.
Jantung Marvel berdetak lebih cepat dari biasanya kala sepasang mata hazel miliknya bertemu dengan sepasang netra coklat milik Ayla.
"Apa ini?" batinnya marah, namun jantungnya menolak untuk berhenti. Bahkan kini berdetak semakin cepat saat Ayla mengembangkan senyuman tipis.
"Kak Lio. Terima kasih," ucap seorang gadis kecil dalam bayangan Marvel.
"Terima kasih," ujar Ayla yang berhasil mengembalikan kesadaran pria itu. Dengan kasar ia menghempas tangan Ayla yang telah ia balut dengan asal.
Sementara Ayla kembali merasa bingung. Tadi pria ini bisa bersikap baik dan lembut, namun sedetik kemudian malah menghempas tangannya dengan kasar.
Di sisi lain, Willy yang sejak tadi telah sampai di rumah itu menggelengkan kepalanya. Baru tadi ia lihat dengan mata kepalanya sendiri saat dimana Marvel dengan perhatian mengobati luka di tangan Ayla. Meski kesal karena ia harus berjalan lumayan jauh untuk membeli kotak P3K, tapi pria itu merasa senang.
Namun sekarang apa? Marvel kembali membeku lagi. Willy menggeleng, ia pun melangkah masuk. "Eh, tanganmu sudah dibalut?" tanyanya berpura-pura tidak tahu.
Ayla mengangguk. "Tadi kak Edric yang membantuku."
"Oh, kak Edric ya?" tanya Willy dengan sedikit ejekan dan mengarahkan pandangannya pada Marvel yang seperti biasa, langsung membalas dengan hunusan tajam.
"Em, sepertinya aku perlu menjelaskan sesuatu sama kamu deh," ujar Willy mengalihkan pembicaraan. Pria itu tak bisa menang bila sudah diajak saling menghunus netra seperti itu. Tentu kedua matanya yang sendu dan tulus tidak akan pernah menang.
Sementara Ayla mengerutkan keningnya. "Ada apa?" tanyanya.
Willy pun langsung merogoh ponselnya, ia lalu duduk bersisian dengan Ayla. Membuat seorang pria yang duduk tidak jauh dari sana langsung merasa sedikit panas, padahal di depannya terdapat kipas yang menoleh kesana kemari.
"Ini, lihatlah!" Ayla pun memandang pada ponsel yang Willy berikan, namun wanita itu tampak bingung. Ia merasa sama sekali asing dengan wanita cantik yang tersenyum menawan dalam potret itu.
"Ini siapa?" tanyanya dengan polos.
"Ini adalah kamu. Kamu adalah Ayla Navara, salah satu aktris terkemuka di Kota Lexus ini."
"Aku? Tidak, wajah kami bahkan tidak ada kemiripan sama sekali," jawab Ayla menyangkal. Dalam ingatannya, wajahnya masihlah Alice, gadis manis bernetra biru safir yang masih belia. Bukan wanita dewasa seperti ini.
Willy pun keluar dari kolom pencarian itu, gerak tangannya menuntun pria itu untuk membuka kamera di ponselnya. "Ini, sekarang kamu nilai sendiri. Wajah ini adalah Ayla. Kamu adalah Ayla Navara."
Kedua mata Ayla tampak membulat kala memandang wajah yang berada di dalam kamera itu. Sudah dapat dipastikan ini adalah dia sendiri. Lalu bagaimana wajahnya bisa tiba-tiba berubah menjadi orang lain? Pantas saja Edric tidak mengenalinya.
"Sekarang kamu sudah yakin, kan? Oh iya, namaku adalah Willy, Willy Wilson. Dan pria itu, dia adalah suami mu. Marvelio Prado."
Kali ini tidak hanya Ayla yang membulatkan kedua matanya. Pria bernetra hazel itu juga.
"Siapa yang mengizinkanmu mengatakan hal itu?" geramnya. Pasalnya ia sudah berusaha untuk diam dari tadi, melihat kedekatan antara wanita itu dengan sang asisten yang entah mengapa membuat hatinya terasa semakin lama semakin panas. Mungkin karena asistennya lebih memilih membantu Ayla daripadanya membantu dirinya.
Tapi memangnya ia butuh apa sehingga perlu bantuan Willy? Ah, mungkin itu hanyalah alibi seorang Marvelio Prado.
"Aku mengatakannya karena berharap dia bisa memulihkan ingatannya."
"Ck, sudah! Tidak perlu banyak bicara lagi. Sekarang kau mau pulang sendiri atau kau mau aku pulangkan?"
Glek.
Susah payah Willy menelan salivanya. "Berani sekali kau, Wil," batin pria itu ketika mengingat dari tadi ia sudah melawan Marvel entah berapa kali.
"Jika kau tidak pergi dalam hitungan ketiga, maka aku akan memulangkan mu dengan tanganku sendiri. Satu ... Dua ...."
"Nona, aku duluan ya. Kalau ada apa-apa, hubungi saja aku," ujar Willy terburu-buru, kemudian berlari keluar sebelum kata tiga dari mulut seorang Marvel terucap.
Karena jika terucap, mungkin ia memang akan dipulangkan dalam nama pada sang bunda tercinta.
"Ayo, biar aku tunjukkan dimana kamarmu!" ucap Marvel dingin setelah Willy keluar.
Ayla yang masih terkejut hanya dapat berjalan pelan mengikuti langkah Marvel yang lebar.
"Selama tinggal disini, ini adalah kamarmu," ujar pria itu membuat Ayla membelalakkan kedua matanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tbc.
🌼🌼🌼🌼🌼
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Hasan
lanjottt
2023-05-01
1