Di sebuah ruangan VIP rumah sakit ternama, terlihat seorang wanita tengah berbaring dengan berbagai alat yang terpasang di tangan dan tubuhnya.
Tubuh yang proporsional meski tidak sadar, kulit yang halus, putih dan mulus membuat setiap perawat yang menjaga selalu terkesima. Seperti perawat yang sedang menatapnya saat ini.
"Wanita ini sudah berumur 27 tahun tapi masih cantik sekali, aku yang lebih muda beberapa tahun saja tidak secantik ini," batin perawat itu.
Perlahan kedua kelopak mata Ayla mengerjap kecil. Jari-jari tangannya juga mulai bergerak. "Aku dimana?" batinnya ketika kesadarannya telah kembali utuh.
"Nona sudah sadar?" pekik perawat yang yang sedari tadi memperhatikan pergerakan Ayla.
Perawat itu pun berlari keluar saking senangnya. Lalu kembali setelah beberapa saat bersama seorang dokter.
"Ini sungguh keajaiban. Kondisinya sangat stabil. Nanti kita akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Apabila semuanya baik, setelah pemulihan beberapa hari ke depan dia sudah boleh pulang," ujar dokter tampan itu pada perawat yang berdiri di sampingnya.
Dokter itu pun keluar, meninggalkan Ayla yang mengerutkan keningnya. "Sejak kapan Haven menjadi seorang dokter?"
Wanita itu masih menatap pada pintu yang kini telah tertutup rapat. "Ada apa, Nona? Kamu menyukai dokter Austin?"
"Austin?" batin Ayla lagi, kerutan di dahinya semakin dalam. Pasalnya ia mengenal dokter itu sebagai teman dekatnya, Haven.
"Tidak perlu malu, Nona. Semua pasien, perawat bahkan sesama dokter memang selalu klepek-klepek sama dokter Austin," tambah perawat itu dengan wajah malu-malu. Dapat dipastikan bahwa ia juga termasuk salah satu jajaran gadis yang klepek-klepek pada pria itu.
.
.
.
"Dia sudah sadar?" ujar seorang pria sembari menyeringai. Kedua kaki jenjangnya mulai menapak lantai, tubuhnya jangkung, wajahnya rupawan dengan kumis tipis-tipis seksii. Tubuhnya gagah dan berjalan dengan wibawa. Namun sayang, kedua netra hazel miliknya memiliki sorot tajam yang akan membuat siapapun yang tidak sengaja bersitatap dengannya akan merinding seketika.
Dengan tidak sabaran pria itu keluar dari ruangannya. Bahkan ia tak peduli lagi pada panggilan ponselnya yang masih terhubung dengan Austin.
"Tuan," sapa seorang pria yang merupakan asisten pribadinya.
"Ke Rumah Sakit Mitra Medistra," ucapnya tanpa menjawab sapaan asistennya itu. Ia melempar kunci mobil yang tadi ia genggam.
"Untuk apa kita kesana? Apa kau sedang tidak enak badan? Bukankah tinggal meminta Austin datang dan memeriksa?" tanya asistennya itu sembari berlari kecil mengikuti langkah sang tuan yang lebar. Ia mulai berbicara tidak formal karena mode temannya mulai aktif.
"Apa kau mau aku sobek mulutmu itu? Kenapa kau banyak tanya sekali?" ketus pria itu membuat sang asisten terdiam, tiba-tiba hawa disekitarnya berubah menjadi dingin.
"Ck, seharusnya aku tidak perlu banyak bicara. Kalau begini aku bisa mati membeku."
"Wanita itu sudah sadar." Sebuah kalimat membuat sang asisten membulatkan kedua matanya. Tubuhnya yang mulai dingin kembali menghangat seketika.
"Benarkah? Bagus sekali, dengan begitu kau akan segera bertemu dengan kekasih kecilmu."
Pria yang tadi sempat memasang wajah dingin itu mendadak menghangat. Senyum tipis terbit kala mengingat sosok Lala kecilnya yang imut.
Deg, deg, deg.
Lihatlah, dengan memikirkan senyum manis bocah kecil berusia 7 tahun itu saja sudah berhasil membuat pria dengan nama lengkap Marvelio Prado itu berdebar.
"Sebentar lagi, Lala. Aku akan bertemu denganmu."
.
.
.
15 menit, waktu yang terbilang singkat bagai 1 tahun bagi Marvel. Pria itu merasakan gemuruh di hatinya, walau wajahnya tetap datar dan dingin seperti biasa.
"Tuan, kita sudah sampai," ujar sang asisten yang bernama Willy Wilson, pria berusia 28 tahun itu telah kembali pada mode bawahan yang patuh dan sopan pada sang tuan.
"Kau mengemudi seperti kura-kura," ketus Marvel sembari keluar dari dalam mobil, membuat Willy menatap tak percaya. Perjalanan yang normalnya 35 menit itu telah ia tempuh dalam 15 menit. Dan itu masih terlalu lama? Rasanya ingin sekali ia menjambak rambut pria yang lebih tua dua tahun darinya itu.
"Sabar, maklumlah padanya. Dia sedang senang, jadilah asisten yang baik hati dan selalu mengerti. Ingatlah! Tuhan menyayangi orang yang penyabar." Selalu itu yang ia ucapkan kala merasa kesal pada Marvel.
Tuk, tuk, tuk.
Bunyi suara sepasang sepatu saling bersahutan, di lorong rumah sakit yang sepi Marvel berlari menuju kamar wanita yang hampir ia bunuh satu tahun yang lalu. Di dunia nyatanya, Ayla memang sudah koma selama satu tahun. Dengan tak sabaran Marvel membuka pintu ruang rawat bertuliskan VIP itu.
BRAK.
Pintu terbuka dengan sedikit bantingan. Dua orang wanita yang berada di dalam langsung menatap ke arah pintu.
Marvel menatap Ayla dengan tatapan entah. Sementara Ayla membalas tatapan itu dengan mata yang berkaca-kaca.
"Kau keluarlah!" titah Marvel pada sang perawat.
"Baik, Tuan." Perawat itu pun berlalu dari sana, meski tampan tapi aura Marvel selalu membuat orang disekitarnya merasa dingin dan tidak tenang.
"Hiih, seram sekali dia. Meski sama-sama tampan, tapi dia sangat jauh berbeda dengan dokter Austin yang murah senyum, ramah dan hangat," gumamnya setelah berhasil keluar dari ruangan itu dengan selamat, tak lupa ia telah menutup pintu dengan pelan sebelumnya.
"Kau sudah sadar?" tanya Marvel setelah hening sesaat. Ia pandangi dengan lekat wanita yang kini duduk dengan bersandar di kepala ranjang yang super nyaman itu.
Ayla terlalu senang sampai tak bisa berkata-kata. Wanita itu hanya mengangguk dan tersenyum sangat manis. Ia mengira sudah tidak ada yang mau peduli padanya. Karena dari pagi sama sekali tidak ada yang berkunjung, baik itu sang tunangan maupun teman-temannya.
"Kenapa tersenyum seperti itu? Apa aku memintamu tersenyum?" ujar Marvel dengan ketus, entah kenapa Ayla merasa ada yang aneh dengan sang tunangan.
"Kenapa Kak Edric membentak ku?" tanya Ayla bingung, senyumnya yang manis menghilang seketika.
Wajah pria dihadapannya ini memang sangat mirip dengan sang tunangan, tapi sikapnya berbeda 180 derajat.
"Siapa Edric? Jangan berdrama! Sekarang katakan dimana gadis pemilik kalung ini berada?"
Marvel mengeluarkan kalung yang setahun terakhir selalu terikat di lehernya. Ayla pun memperhatikan dengan seksama, keningnya berkerut kala sama sekali asing dengan benda itu.
"Itu kalung siapa? Aku tidak pernah melihatnya," ungkap wanita itu dengan polos.
"Kau!" Kilatan amarah terlihat jelas dari kedua mata pria itu. Pria itu mengangkat tangan kanannya dan mencekik Ayla.
"Ugh." Kedua tangan Ayla memegang sebelah tangan Marvel. Tubuhnya yang masih lemah membuatnya tidak memiliki kekuatan untuk melawan.
"Jangan berpura-pura lagi! Aku sudah membiarkan kau hidup selama satu tahun terakhir hanya untuk hal ini. Jika kau tidak bisa memberi jawaban untuk apa kau hidup lagi, hah?"
Kedua mata Ayla yang awalnya berkaca-kaca kini telah melelehkan air matanya. Wanita itu masih menatap wajah sang tunangan dengan tatapan tak percaya.
Deg.
Sebersit rasa tak tega muncul di relung terdalam hati pria itu. Marvel hanyut dalam kedua netra coklat yang terlihat penuh luka. "Tidak, tidak boleh lengah. Mungkin hanya kebetulan sama," batinnya.
Tanpa sadar cekikannya mengencang dan membuat Ayla semakin sulit untuk bernapas.
"Tuan," pekik Willy. Alangkah terkejutnya pria itu ketika baru saja melangkahkan kaki masuk ke ruangan ini, sudah disuguhi oleh kekejaman Marvel yang telah mendarah daging.
"Uhuk, uhuk." Ayla terbatuk-batuk kala Willy berhasil menarik tangan Marvel menjauh dari lehernya, wanita itu meraup udara sebanyak-banyaknya demi menormalkan kembali pasokan udara yang tadi sempat terhenti.
"Apa kau sudah gila? Kau bisa membunuhnya," marah Willy, tidak menyadari bahwa tatapan Marvel sudah seperti akan menelannya hidup-hidup.
"Ehm, ma-maksudku jika dia mati, kau tidak akan memiliki sumber lain lagi untuk menemukan dia."
Marvel pun menarik napasnya dengan berat. "Panggilkan Austin sekarang!"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tbc.
🌼🌼🌼🌼🌼
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Hasan
hmm hilang ingatan sebagian kah karena memaksa ingatan alice buat msk kedlm ingatanya alya🤔🤔
2023-05-01
1