...“Diamlah. Aku hanya tak suka berhutang budi pada siapapun!” - Noah...
...💸💸💸...
Keesokan paginya, hujan begitu deras membasahi kota Jakarta. Langit yang seharusnya cerah, mendadak hitam karena mentari yang enggan keluar. Cuaca pagi itu begitu dingin sampai menusuk ke tulang. Petir terdengar begitu keras berdentum memecah keheningan.
Noah tersentak kaget saat bunyi petir begitu keras pagi itu. Matanya yang semula terpejam, kini terbuka paksa karena bunyi yang mengejutkan itu. Matanya semakin terbelalak saat menyadari ada sebuah tangan mungil yang melingkar di tubuhnya serta sebuah kaki yang memeluk pahanya layaknya bantal guling.
Noah mengerutkan keningnya saat menoleh ke kanan, ke arah gadis yang saat ini ada di sampingnya. Gadis tawanan? Kenapa ada di sini, pikirnya saat itu.
DUAR!
Petir menggelegar.
Noah memejamkan matanya sesaat bunyi keras itu menyambar. Tangan kirinya memijit keras kepalanya sambil mengingat-ingat lagi apa yang telah terjadi sampai-sampai gadis itu kini berada di atas ranjangnya.
“Haaa… ternyata itu kamu,” gumamnya lirih sembari menghela napasnya dengan wajah yang datar.
Noah pun memutuskan bangkit dari tidurnya. Ia berniat ingin berolahraga di ruang fitness pribadi di penthouse itu seperti yang biasa ia lakukan tiap pagi. Dengan perlahan, ia memindahkan tangan Ruby dari tubuhnya. Kemudian ia membuka selimut dan ingin memindahkan kaki gadis itu juga. Namun gerakannya terhenti saat melihat darah yang mengering di kasurnya yang berwarna putih.
“Darah apa ini?” gumamnya pelan sambil mencari sumber darah tersebut. Entah bagaimana bisa, Noah menengok ke tepi ranjang, tak tahu apa yang ia cari. Tapi sorot matanya terhenti saat melihat ada serpihan kaca dari gelas yang jatuh. Lalu di salah satu serpihan kaca tersebut ada rembesan darah yang mengering.
Noah bergegas melihat ke arah telapak kaki Ruby. Kaki yang tadinya memeluk pahanya. Ada luka akibat sayatan kaca yang masih belum terobati, bahkan luka tersebut masih basah. Wajahnya mendadak panik, lalu ia menatap Ruby dengan cemas.
“Gadis seperti apa sih, dia?” tanya Noah penasaran.
Pria itu bergegas menuruni ranjang dengan hati-hati agar tak menginjak serpihan kaca tersebut, kemudian ia bergegas mengambil kotak P3K untuk pertolongan pertama. Ia juga tak lupa menelefon Bryan untuk memesankan sarapan sekaligus memanggilkan dokter untuk segera naik ke penthouse.
Setelah itu, Noah duduk di sisi ranjang bawah, kemudian ia membersihkan kaki Ruby yang menginjak serpihan kaca.
“Sshh…” ringis Ruby menahan sakit saat kakinya sedang diberikan pertolongan pertama oleh Noah. Gadis itu terbangun dari tidurnya.
“O-Om!” Ruby tersentak dengan mata yang membulat besar saat menyadari pria yang galak dan buas itu sedang memegang kakinya. Apa yang sedang pria itu lakukan?
“Diamlah. Aku hanya tak suka berhutang budi pada siapapun!” tutur Noah dengan wajah yang datar.
Ruby mengerutkan keningnya. “Hutang budi?”
“Hem… jangan pernah mengatakan pada siapapun apa yang terjadi padaku semalam. Aku akan membunuhmu hidup-hidup kalau kamu membocorkannya,” ancam Noah dingin.
Meskipun ucapan pria itu terkesan kasar dan menakutkan, berbeda dengan apa yang sedang ia lakukan sekarang. Pria itu membubuhi obat merah ke luka Ruby sembari bibirnya mengerucut memberikan sebuat tiupan yang pelan ke kaki Ruby.
“Om—”
“Berapa kali ku bilang, berhenti memanggilku, Om!” potong Noah sambil menatap tajam ke arah Ruby.
Ruby menelan air liurnya akibat tatapan mengerikan pria itu. “B-baiklah.”
Noah kembali melanjutkan meniup kaki Ruby dengan hati-hati. Gurat wajahnya menyiratkan kekhawatiran, tapi bagaimana bisa ucapannya begitu kasar dan tak berhati nurani? Bagaimana pria tampan itu dibesarkan sampai-sampai ia tak dapat mengutarakan apa yang ia rasakan dengan baik?
“Eum … anu, Uncle …” panggil Ruby ragu-ragu.
“Uncle?!” sergah Noah menghentikan gerak tangannya sambil menoleh menatap ke arah Ruby.
“Panggil saja aku Black!” tegasnya kesal. Memangnya dia sudah tua sampai-sampai dipanggil paman atau Om?
“Hem…” Ruby mengangguk pelan.
Setelah memberikan pertolongan pertama, Noah pun merapikan kembali kotak P3K, lalu ia meletak kotak tersebut ke atas lantai di samping ranjang.
“Dengar, aku nggak tau maksudmu semalam apa. Yang jelas jangan berharap aku akan melepaskanmu hanya karena sebuah kebaikan kecil yang tak disengaja itu!” kecam Noah sengit. Wajahnya yang semalam sendu dan ketakutan, kini kembali berubah menjadi bengis.
“Om—hmph!” Ruby bergegas menutup mulutnya dengan mata yang terbelalak. “M-maksudku, Black.”
“Nggak usah khawatir, sepertinya aku akan menjadi candu dengan olahraga menyenangkan itu,” imbuh Ruby tanpa sedikitpun rasa takut. Ia tak sadar bahwa kali ini ia sedang berbicara dengan siapa.
Noah terbelalak dengan ucapan gadis tersebut. Bagaimana bisa gadis yang beberapa hari kemaren menolaknya mentah-mentah, kini berkata bahwa ia akan menjadi candu dengan pergumulan panas itu?
“Seperti yang ku katakan, malam ini O- …” Ruby lagi-lagi memanggil pria itu dengan sebutan ‘Om’. “Haaa… aku panggil Om aja.”
“Seperti yang ku katakan, malam ini mulailah menjual ku di Black Moon. Dengan senang hati aku menurutinya,” tutur Ruby dengan gamblang namun wajahnya datar.
“Okay, seluruh pendapatanmu serahkan padaku,” sahut Noah santai. Sepertinya, ia akan menyesal nanti saat menjual gadis itu ke pria lain.
“Hmm… setelah aku melunasi hutang itu, biarkan aku pergi,” pinta Ruby dengan sorot mata yang lekat ke arah Noah.
“Deal!” seru Noah sambil menyeringai.
Kemudian, Noah melemparkan sestrip obat ke arah Ruby. “Minum itu. Aku tak ingin kamu hamil anakku.”
...****************...
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
HNF G
hamil noah....... bukan menghamili 😅🤦♀️
2023-10-27
0