*tik* *tik* *tik*
Bunyi rintik hujan lebat mengguyur bumi yang telah luluh lantak. Menemani manusia yang mulai memasuki fase keputusannya.
Kelopak mata dibuka secara paksa, tak mengindahkan tubuhnya yang terluka. Hiora bergegas mencari keberadaan kedua adiknya. Berjalan tertatih mengitari gudang tua yang ternyata lebih luas dari dugaannya.
Bau amis darah menusuk hidung, lalat lalat yang entah datang darimana mulai mengerubungi bangkai Monster yang sebelumnya dibunuh oleh Hiora.
Berjalan mendekat, ditariknya pipa besi yang sebelumnya menancap di dalam kepala si monster, tak mengindahkan tubuhnya yang dipenuhi darah. Entah darah dari pertarungan sengit nya dengan si monster, ataupun karena baru saja mengoyak-ngoyak isi kepala makhluk tersebut. setidaknya pipa besi tua itu dapat digunakannya sebagai alat pertahanan diri.
"Kemana lagi mereka pergi?"
"Syukurlah kakak sudah sadar..."
Suara lembut seorang gadis terdengar dari arah belakangnya. Kinan berdiri disana, Kaila digengongannya, dan seember air. Gadis itu tersenyum, terlihat jelas rasa lega dari ekspresinya. Berbanding terbalik dengan ekspresi Hiora yang terlihat mengeras. Memasang ekspresi datar, Hiora melangkah mantap kearah Kinan.
"Darimana kamu kin?"
"Dari luar kak"
Alisnya bertaut tak suka, ditatapnya pintu gudang yang tertutup rapat. Namun air menggenang disepanjang pintunya.
"Ngapain?"
"Nadah air hujan buat kita minum"
Hiora menggeram marah, urat syaraf di keningnya bahkan bermunculan.
"Seharusnya kamu nunggu kakak bangun dulu, biar Kaka yang lakuin"
"Aku tau kakak khawatir, tapi aku nggak bisa biarin kakak yang pingsan gitu aja."
"Aku juga khawatir sama kondisi kakak"
Kalimat terakhir diucapkan Kinan dengan sangat pelan, namun berhasil mencapai rungu Hiora. Kemarahannya mereda, tangannya terulur untuk mengusap sayang surai pirang pucat si adik yang tingginya hanya mencapai bahunya.
"Makasih ya... Maaf juga kakak justru ngerepotin kamu..."
Mendapat gelengan sebagai balasan, Hiora merasa heran. Namun kebingungannya terpecahkan ketika Kinan angkat suara.
"Kakak nggak perlu minta maaf, kita yang terbiasa hidup bertiga sudah seharusnya saling membantu kan?"
Tak ada yang berbicara setelahnya, namun mereka berdua sama-sama tahu, tanpa balasan sekalipun mereka juga tau jawabannya.
Setelah minum dan sedikit membersihkan diri dengan air secukupnya, Hiora duduk bersandar di dinding gudang tersebut, diikuti Kinan yang senantiasa menggendong Kaila di samping nya. Kaila menyandarkan kepalanya pada bahu Hiora sembari menghela nafas panjang.
Hiora mengambil alih Kaila dan mengelus rambut Kinan. Cahaya bulan telah sepenuhnya sirna, tertutup awan tebal. Hingga keadaan didalam gudang gelap gulita.
"Tidur lah"
"Hmm...kakak juga"
Meskipun tanpa selimut, mereka mampu saling berbagi kehangatan dimalam yang dingin dan senyap.
Paginya mereka disambut suara orang-orang yang berteriak dari arah luar. Bahkan ada yang menggedor pintu gudang secara brutal.
Hiora mengambil pipa besi disampingnya dan berjalan menuju pintu keluar dengan tatapan sengit. Waspada jika bahaya mengintai diluar. Mungkin saja suara itu sebenarnya berasal dari makhluk aneh seperti tadi malam. Yah, ini pasti perangkap mereka.
" Woy! Keluar! Ngapain kalian digudang saya!"
"Buka pintunya elah!"
Hiora menggeser pintu sedikit mungkin, lalu melihat dari celahnya. Alangkah terkejutnya ia, karena yang didapati bukan makhluk bergigi tajam yang siap mengoyak-ngoyak tubuhnya, melainkan seorang laki-laki paruh baya gendut yang beruban dan pria dengan seragam petugas keamanan yang menyambut nya. Nampaknya Kakek itulah yang menggedor-gedor pintu gudang sebelumnya.
Matanya mengerjap, beberapa kali pula ia menggosok mata nya, memastikan apa yang dilihatnya bukanlah ilusi semata. Selain dua orang tadi, hal yang lebih mengejutkannya adalah kondisi kota yang sama sekali berbeda dari apa yang dilihatnya kemarin malam.
Jika tadi malam kota tersebut telah hancur lebur karena batuan angkasa, kini seakan-akan peristiwa semalam tak pernah terjadi, kotanya kembali seperti semula. Benar-benar sama persis seperti sebelumnya.
"Ini mimpikan? Atau kejadian malam tadi yang mimpi?"
Untuk memastikan pemikirannya, Hiora menepuk-nepuk pipinya, lalumencubit nya. Sakit, itulah yang dirasakan. Tak puas dengan hasil, Hiora berusaha meraih lengan pak satpam sekedar untuk mencubit nya. Sayangnya sesuatu yang lebih aneh terjadi.
"Loh? Kok?"
Tangannya menembus tubuh pria itu. Dua orang pria dewasa itupun membelalakkan matanya dengan wajah pucat pasi.
"Ha-Hantu!"
"Pak Nanda! Tungguin saya!"
Kakek yang diduga bernama nanda itu berlari dengan sangat cepat, meninggalkan pak satpam yang terdiam mematung. Kakinya bergetar hebat, lalu saat berbalik melihat Hiora yang pakaiannya masih dipenuhi bercak darah. Pria itupun pingsan.
"loh? pak satpam? anda kenapa?"
selagi pria itu pingsan, Hiora mencoba menuntaskan rasa penasarannya. dimulai dengan melempari si satpam dengan batu yang berujung kena. namun ketika batu tersebut masih disentuhnya dan diarahkan pada pria itu, batu tersebut juga akan menembus pria tersebut.
"aku harus cari tau lebih banyak informasi, tapi itu nanti, sekarang aku harus beli makanan dulu"
"dah pak satpam, lain kali aku bakal minta maaf sama bapak. mungkin…"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments