Inilah aku

Madam Desy begitu bahagia mendengar jika putranya masih normal. Itu artinya apa yang dikatakan oleh orang tentang sang anak hanyalah gosip belaka.

"Mommy sangat bahagia sekali, terima kasih banyak Cinta. Kamu sudah membuatku begitu terharu, akhirnya sekarang aku sudah tidak khawatir lagi dan putraku satu-satunya masih baik-baik saja dan tidak gila." Ucapan Madam Desy spontan membuat Arga melototkan matanya.

"Apa Mommy? Gila! Tega banget Mommy ngatain anak sendiri seperti itu!" Arga mendengus kesal.

"Terus! Kalau tidak gila apa namanya? Banyak cewek cantik di luar sana, kamu malah ogah-ogahan. Ingat umurmu itu, kamu itu sudah tua, tuh temen-temen kamu udah pada pun anak sepuluh. Lah kamu! Pasangan aja nggak punya." Umpat Madam Desy.

"Ah Mommy, jangan bilang tua dong! Masih cakep kece badai parah gini kok dibilang tua. Emang kenyataan seperti itu. Cewek-cewek di luar sana nggak ada yang membuat aku tertarik, jelek semua. Nggak ada yang cantik. Idiiih masih mulus mukaku ini, Mommy! Dan tentu saja masih cakepan aku lah kalau jadi cewek!" sahut Arga yang seketika membuat Cinta melototkan matanya mendengar pengakuan dari sang suami.

Arga sadar, jika Istrinya sedang memperhatikan dirinya. Ia pun membalas tatapan Cinta dengan tatapan yang berbeda.

"Jangan lihat sisi feminimku! Inilah aku. Dengan segala kekurangan ku, hanya kamu yang tahu bagaimana sebenarnya aku. Cukup kamu yang tahu, aku bisa menjadi sebuas singa jika aku ada di hadapan orang yang tepat, dan orang itu adalah kamu!" seru Arga sembari menyentuh tangan Cinta.

Cinta menundukkan wajahnya, perasaan gadis itu masih bimbang, Arga terlihat begitu perhatian padanya, apalagi pria itu sudah mengatakan jika dirinya tidak membutuhkan pernikahan kontrak lagi. Tapi, pernikahan yang sebenarnya. Lantas, bagaimana dengan Raymond, Cinta berjanji kepada pria itu untuk setia menunggu kedatangannya pulang ke Indonesia, sekarang tidak mungkin lagi bagi Cinta untuk kembali kepada sang kekasih.

Terbayang sejenak dalam ingatan Cinta tentang pria yang menjalin hubungan asmara dengannya sejak beberapa tahun yang lalu.

"Aku pergi, Cinta. Cuma sebentar, kamu jangan khawatir! Aku pasti pulang. Tunggu kedatanganku! Setelah itu, aku pasti akan menikahimu."

"Sebenarnya nggak ikhlas banget melepaskan kamu, Ray! Aku sayang banget sama kamu. Plis, berjanjilah padaku! Jangan lupakan aku, tetaplah setia padaku! Aku pasti akan menunggu kedatanganmu!"

"Kesetiaanku tidak usah kamu ragukan, kau tahu bagaimana aku, dan aku juga minta padamu, tetaplah ada bersamaku, Cinta."

Kata-kata itu selalu terngiang-ngiang di telinga Cinta. Kata terakhir sebelum Ray naik ke pesawat. Perpisahan yang mengharukan itu membuat Cinta bersedih, Raymond adalah cinta pertamanya, begitu juga dengan Raymond, Cinta adalah gadis yang spesial untuknya, meskipun Cinta bukan yang cinta pertama untuknya.

"Maafkan aku, Ray!"

Sebuah kalimat lirih yang terucap secara tidak sengaja dari bibir Cinta, sontak Arga mendengar dan melihat ke arah sang istri yang sedang melamunkan sesuatu.

"Cinta! Apa yang kamu pikirkan? Ray? Siapa dia?" pertanyaan Arga tentu saja membuat Cinta kaget dan terkesiap.

"Em ... apa? Enggak, bukan siapa-siapa. Lupakan!" sahut Cinta salah tingkah.

Untuk sesaat Arga berpikir jika Istrinya sedang memikirkan seseorang, ada rasa kesal terlintas dalam hati Arga. Ia tidak ingin istrinya memikirkan orang lain. Posesif? Mungkin itulah sifat Arga, apapun yang sudah menjadi miliknya, tidak boleh ada yang boleh mengambilnya dan tidak boleh ada yang membuat Cinta mengalihkan perhatiannya kepada sang suami.

"Cinta! Dalam pikiranmu harus ada aku dan aku. Hanya aku yang berhak atas dirimu, aku tidak akan biarkan orang lain berani mendekatimu atau bahkan merebutmu, karena kamu hanya milikku, milik Arga! Tidak akan aku biarkan kamu memikirkan orang lain."