ASM 2

Ia menatapku sinis. Beberapa temannya masih asyik menggoda kami. Dengan langkah berat Akmal berjalan ke arahku.

Wajahnya pagi ini seperti bukan wajah Akmal yang ku kenal beberapa bulan lalu. Wajah itu, seperti wajah durian yang penuh duri. Tidak ada senyum sama sekali. Kemana wajah riang itu Akmal?

Kini kami sudah saling berhadapan,

" Mau apa?" tanyanya jutek.

Sakit semalam saja belum sembuh, kini ia menabur garam lagi di luka itu. Aku berusaha menahan tangis. Jangan sampai air mataku nanti mengundang tanya orang yang melihat kami.

Dengan bibir bergetar,aku berusaha berbicara padanya " Kita butuh bicara Akmal." Ucapku penuh penekanan.

Ia berusaha menjauh dari ruang kelas dan teman-temannya. Aku mengikutinya dari belakang. Kini ia berhenti pada sebuah pohon besar di belakang sekolah.

" Akmal, kita butuh bicara." Ucapku lagi.

" Untuk?" Tanyanya pura-pura bodoh.

Aku menyipitkan mataku, kesabaran ku benar-benar di uji, " Untuk janin yang ada di perutku." Ucapku pelan.

" Bisa jadi dia bukan anakku saja." Ucapnya ketus

Aku mengangkat satu tanganku, rasanya aku ingin menamparnya, " Lalu anak siapa? Anak setan?" Aku mulai berang menghadapi Akmal yang seperti ini.

" Bisa jadikan kamu gak hanya berhubungan denganku saja." Jawabnya sambil melipat tangan di dadanya.

" Kamu lupa sama darah perawan tempo lalu? Setelah kamu dapatkan apa yang kamu mau, dengan mudahnya kamu menganggapku sampah?" Aku kembali mengingatkan kenangan manis kami

" Masa bodoh!" Ia berlalu meninggalkan ku sendirian.

Aku mengusap pipiku yang basah oleh air mata.

Teng..Teng..Teng..

Terdengar lonceng mulai berbunyi, aku bergegas lari masuk kedalam kelas. Sepanjang pelajaran aku merasa tidak fokus. Hari ini rasa ngantuk ku begitu hebat menyerang mungkin karena aku sedang hamil. Atau ini adalah salah satu bawaan ibu hamil, atau bawaan janin yang ada di perutku.

Bahkan setelah lonceng istirahat berbunyi, aku tak bergairah untuk sekedar bercanda dengan teman-teman di kantin langganan kami. Nasi bekal yang kubawa dari rumah belum juga ku sentuh. Nafsu makan ku sudah hilang sejak aku dinyatakan hamil.

Suasana kelas hening, semua teman-teman ku sudah berhamburan pergi ke kantin untuk sekedar minum ataupun mengisi kampung tengah.

Aku meletakkan kepalaku di atas meja. Kelopak mataku mulai menutup. Bagi sepasang pengantin baru, mendapat dua garis merah adalah hal yang menyenangkan. Kalau pun mereka menangis, sudah pasti itu tangisan bahagia. Lalu kami yang masih berseragam putih abu-abu ini? khususnya aku. Tangisanku yang keluar saat ini adalah tangisan penyesalan. Andai saja tidak terlalu jauh berhubungan dengan Akmal. Andai saja aku tidak terbujuk rayuan gombal cinta Akmal. Mungkin aku masih bisa happy menjalani masa-masa terakhir sebagai siswi putih abu-abu. Dan ujian akhir nasional akan di laksanakan dua bulan lagi. Mampukah aku menyelesaikan pendidikan ini?

****

Jam pelajaran sudah usai. Aku melangkah gontai meninggalkan ruang kelas ini.

" Eh Sa, lu kenapa sih diam aja, lu sakit?" tanya Dwi, sahabatku sambil memegang keningku.

" Rencana kita mau nongkrong nih sama rombongan Akmal, lu gak ikut?" Tanya septi.

Aku hanya menggeleng. Aku yang sekarang bukanlah aku yang dulu. Dulu setiap pulang sekolah aku dan Akmal selalu menyempatkan waktu untuk sekedar jalan-jalan berdua atau nongkrong bareng sahabat ku atau sahabatnya. Sekarang aku hanya ingin cepat sampai rumah dan ingin segera merebahkan tubuh ku di kasur.

" Tumben lu gak ikut, lagi musuhan sama Akmal?" Tanya Dwi kepo.

Aku mencubit hidung bangir milik sahabatku itu, " Kepo ya?"

Ia hanya cengengesan menatapku. Jami berpisah di depan pintu gerbang sekolah. Saat ingin menyebrang, tidak sengaja aku dan Akmal sama-sama memandang. Tatapan kami bertemu, namun sebentar saja ia membuangnya.

" Akmal, setega itu?" Gumamku nelangsa.

Aku melanjutkan perjalananku menuju kerumah. Sepanjang perjalanan aku kembali mengenang masa-masa indah bersama Akmal. Ia akan selalu menungguku di pintu gerbang sekolah. Tak lupa ia akan memakaikan helm di kepalaku dan kami akan menyempatkan makan siang bersama.

Aku juga kembali mengenang, saat pertama kali aku dan Akmal melakukan hubungan terlarang. Saat aku mampir kerumahnya untuk mengambil baju ganti. Entah setan apa yang merasuki kami berdua hingga tanpa sadar, tanpa menolak aku sudah berada di dalam kamar Akmal. Bahkan baju seragam ku sudah berserak di lantai.

Tin.......

Suara klakson mobil seketika membuyarkan lamunanku.

" Mau mati dik?" Tanya si sopir marah.

Ya Allah... apa yang terjadi denganku? Bisa-bisanya aku sudah berjalan di tengah jalan raya. Aku segera meminta maaf, Dengan raut wajah yang memerah, aku mempercepat langkahku.

Akhirnya aku tiba juga di rumah.

Aku sejenak duduk di bangku teras. Melepas penat, aku mengusap keringat yang membasahi wajahku.

Lelah sekali rasanya hari ini. Aku melepas sepatu yang terpasang rapi di kakiku.

Aku mendengar suara motor yang sudah ku hapal bunyinya. Seperti suara motor Akmal, dan benar saja tak berapa lama Akmal pun lewat bersama teman-temannya. Sebagian temannya bersorak-sorai menggoda kami yang masih sama-sama diam. Ia memelankan laju sepeda motornya, Sejenak kami saling bertatapan.

" Akmal, aku rindu!" Batinku menjerit pedih.

Sesakit ini melihatmu hari ini. Bagaimana jika esok engkau tak lagi bisa ku rengkuh?

Aku memandang kepergian Akmal dan teman-temannya hingga ia hilang di tikungan.

" Mbak!"

Panggilan Zaskia kembali mengagetkanku

" Apaan sih? Ganggu orang aja." Aku melengos masuk kedalam kamar.

Aku mengunci pintu dari dalam, takut ibu tiba-tiba masuk kedalam.

Aku mengambil testpack yang masih ku simpan di almari di bawah tumpukan buku.

Aku memandang dua garis merah yang mulai tampak pudar.

Aku memijit keningku, rasa pusing begitu mendera. Rasa mual pun begitu hebat. Hingga aku harus meredam suara ku agar tak terdengar sampai keluar.

Aku mengambil handphone, membuka aplikasi berlogo hijau. Pesan yang kukirim ke nomor Akmal sama sekali belum terkirim. Kini aku merasa bagai sampah yang tidak berguna. Ibarat habis manis sepah di buang! Itulah aku.

Aku kembali mengirim pesan pada Akmal ( Akmal, haruskah aku menanggung derita ini sendirian? Kalau kamu katakan, masih punya cita-cita yang ingin kamu gapai, aku pun begitu. Jangan jadi pecundang, Akmal!)

Aku menekan tombol send.

Lagi-lagi pesanku hanya centang satu abu-abu.

Aku membaringkan tubuhku di ranjang, badanku terasa menggigil membayangkan kemarahan ayah dan ibu. Terbayang wajah letih ayah. Bagaimana bisa aku melemparkan kotoran ke wajahmu?

Sementara ayah begitu memanjakan ku.

Gedoran di pintu kamar semakin membuatku meringkuk di bawah selimut. Rasanya tubuh terlalu lemah. Tak ku hiraukan panggilan dari suara Zaskia yang menyuruhku untuk makan. Aku memasang handset di telingaku. Hari ini aku hanya ingin tenang.

Tinggalkan jejak ya like juga komentar 🙏

Terpopuler

Comments

Lina Aulia Hikmah

Lina Aulia Hikmah

Ginih biasa gak mau bertanggung jawab

2023-09-05

2

Hasrie Bakrie

Hasrie Bakrie

Assalamualaikum mampir ya

2023-09-01

1

Safiyyah Zahrullai

Safiyyah Zahrullai

akmalnya jahat banget.Tega gak mau bertanggungjawab padahal anaknya sendiri😭

2023-08-27

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!