Terjebak Lingkaran Merah

Terjebak Lingkaran Merah

BAB 1 : AWAL

Aku adalah seorang gadis desa yang hidup serba sederhana, hidup hanya berdua bersama ibu, tanpa sesosok ayah. Ia telah meninggalkanku sejak aku duduk dibangku SMP hingga aku harus bertahan hidup berdua bersama ibu. Namaku Aline, sudah hampir 17 tahun aku hidup di desa ini, desa tanpa keramaian, tanpa hiruk pikuk kehidupan kota dan aku selalu nyaman disini .

Kehidupan sehari-hariku hanya sekolah dan membantu ibu. Kebetulan ibu sangat pintar membuat kue, kebutuhanku dapat terpenuhi karena kerja keras ibu membuat kue dan menjualnya keliling.

Ini kisahku . . . . . .

Matahari telah terbit dari arah timur, hal ini menandakan kalau kondisi telah pagi. Hari itu adalah jadwal Aline untuk pergi ke sekolah. Aline pun pergi ke sekolah dengan berjalan kaki, tak lupa ibu selalu membawakan Aline bekal makanan agar ia lebih berhemat dan uang sakunya bisa untuk ditabung. Aline berjalan ke sekolah tak sendiri, Banyak anak-anak disana yang berjalan kaki jika pergi ke sekolah karena jarak sekolahnya pun yang tak jauh dari sana.

Aline telah duduk di bangku SMA kelas 12, dimana hal itu menandakan kalau ia akan lulus sebentar lagi. Aline sangat ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi yaitu di bangku perkuliahan. Namun Aline tak mau memaksakan keinginannya itu, karena ia tahu kehidupan perekonomiannya seperti apa. Ia hanya bisa mengandalkan beasiswa untuk lanjut ke perkuliahan.

Setelah ia selesai melakukan pembelajaran di sekolah, ia pun bergegas untuk pulang karena ia ingin cepat-cepat membantu ibu. Aline pun berjalan bersama teman-temannya. Namun saat di tengah perjalanan ada seorang ibu yang menghampiri Aline dan berlari tergesa-gesa.

"Aline...rumahmu." dengan raut wajah panik

"Ada apa dengan rumahku?" mata Aline terbelalak kaget dan penasaran

"Rumahmu rumahmu terbakar." bicara dengan terbata-bata.

"Ya Allah ibu." teriak Aline dan ia berlari kencang menuju rumahnya.

Semua warga mencoba membantu memadamkan apinya sembari menunggu petugas kebakaran yang datang. Aline pun melihat ibunya terkapar di pojok dikerumuni banyak orang.

"Ibu.." tangis Aline

"Tolong ibu, bantu aku bawa ke puskesmas." ucap Aline kepada banyak orang disana.

Akhirnya ibu Aline dibawa ke puskesmas terdekat yang ada di desa sana untuk mendapatkan pertolongan pertama. Setelah melakukan pemeriksaan, tiba-tiba dokter keluar dari IGD.

"Ada benturan keras di kepalanya dan ini sangat membahayakan nyawanya." ucap dokter

"Lakukan yang terbaik dok untuk ibu saya." ucap cemas Aline.

"Baik, saya akan melakukan operasi, tetapi ini sangat beresiko. Nyawa adalah taruhannya, karena tidak ada pilihan lain, jika ibumu di diamkan begitu saja kemungkinan terburuk mungkin akan terjadi. Bagaimana? semua keputusan ada di tangan kamu nak, segera putuskan." ucap dokter itu panjang lebar.

"Iya dok, lakukan operasinya. Aku mohon dok lakukan yang terbaik." ucap Aline tanpa pikir panjang lagi.

Semua tim dokter suster melakukan operasi untuk ibu Aline. Sampai beberapa jam kemudian Aline menunggu, dokter pun keluar.

"Nak, dengan berat hati saya harus menyampaikan ini padamu. Ibumu sudah tiada, kami mohon maaf sekali tidak bisa menolong ibumu." ucap dokter tertunduk sedih mengatakan itu semua kepada Aline

"Ibu........" teriak Aline, ia menangis sejadi-jadinya. Ia masuk ke dalam ruangan ibunya itu.

"Ibu mengapa ibu meninggalkanku secepat ini." tangis Aline sambil memeluk ibunya.

Tak lama kemudian ada pihak puskesmas yang ingin segera memandikan jenazah untuk segera di makamkan. Aline pun ikut kesana. Namun kemudian ada salah satu suster yang menghampiri Aline dan menyerahkan hp ibu Aline kepadanya.

"Dek ini hp ibumu yang tadi ada di sakunya." ucap suster.

Aline pun menerimanya. Setelah selesai semua, Ia pun segera memakamkan ibunya dan ini merupakan pertemuan ia untuk terakhir kalinya.

Di saat tanah telah menutupi tubuh ibunya, ia pun tak kuat menahan tangisnya.

"Ibu tenang disana, meskipun Aline disini sangat sangat kehilangan ibu. Tapi Aline mencoba ikhlas untuk melepas ibu. Ini sudah takdir dari Allah untuk kita bu." ucap Aline dengan terus meneteskan air mata di kedua matanya.

Aline kini mulai bingung, ia harus pulang kemana. Di satu sisi rumahnya kini tak bisa ditempati lagi karena telah hancur terbakar, di sisi lain ia pun tak punya siapa-siapa disini. Tiba-tiba ada perempuan yang menghampirinya, itu adalah Bu Mina tetangga dekat rumahnya.

"Aline, kamu mau tinggal dimana?" tanya Bu Mina

"Belum tau bu, Aline bingung."

"Mau tinggal sama ibu?"

"Tidak bu, Aline nanti merepotkan ibu lagi." ucap Aline

"Lagian ibu kan tinggal sendiri di rumah, semua anak-anak ibu pada di kota jadi rumah ibu sepi. Mau ya tinggal sama ibu."

"Bener bu, tidak merepotkan nantinya."

"Tidak Aline, ibu malah sangat senang kalau ada temannya."

Aline pun tinggal bersama Bu Mina untuk sementara waktu.

Sampai di rumah Bu Mina.

Bu Mina pun menunjukkan kamar Aline untuk beristirahat dan menunjukkan semua bagian rumahnya.

"Anggap saja rumah sendiri ya Aline." Ucap Bu Mina.

Bu Mina memiliki banyak utang budi pada Ibu Aline karena ibunya semasa hidup sering membantu dirinya kalau ia sedang kesusahan dan sekarang ia ingin membalas kebaikannya itu.

Aline pun berada di kamar dan melihat hp ibunya yang ada di sakunya.

"Hp ibu masih menyala." ucap Aline

Tiba tiba keluar chat seperti ini

"Ya Allah, astaga."

Ibu Aline mencoba mengirim pesan ke salah satu tetangganya disana dan belum sempat terkirim.

"Berarti ibu meninggal bukan karena rumah terbakar tapi ibu meninggal karena dibunuh." ucap Aline dengan nada yang masih bertanya-tanya.

Aline akan menyelidiki ini semua, besok ia akan pergi ke puskesmas untuk menanyakan apa ada luka bakar di badan ibunya. Jika tidak ada berarti dugaan Aline benar.

"Aku akan menyimpan bukti ini." ucap Aline sembari memegang hp ibunya.

Aline pun menidurkan badannya di tempat tidur, namun matanya tak mau menutup. Ia masih memikirkan itu semua. Ia masih tak rela jika ibunya harus meninggalkan dirinya tanpa kejelasan seperti itu. Mau bagaimanapun Aline akan mengusut tuntas ini semuanya sampai jelas penyebab ibunya meninggal gara-gara apa dan siapa.

"Ibu aku kangen kamu bu, baru beberapa jam rasanya seperti satu tahun. Aku merasa sendiri di hidup ini. Hatiku kosong, aku tidak tahu lagi akan menata hidupku seperti apa lagi. Seperti gelas pecah yang tak akan bisa di rangkai kembali. Rasanya sepi bu. Aku rindu ibu." renungan Aline di malam hari sambil menangis sedih setelah kepergiaan ibunya untuk selamanya. Ia tak bisa lagi merasakan pelukan ibunya di sisinya lagi.

BERSAMBUNG.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!