Bad Boy Or Good Boy?
"Diam kamu! Jangan menangis terus!" bentak seseorang berwajah sangar dan berbadan gempal pada seorang anak kecil yang berumur 8 tahun itu.
Tangan bocah laki-laki itu terikat tali dan kini mulutnya juga disumpal oleh penculik itu karena terus menangis.
"Tunggu sampai Papa kamu yang kaya raya itu menebus kamu, maka kamu akan kami bebaskan. Harga kamu itu tinggi, 1 milyar." kata penculik lainnya dengan suara tawa yang menggema.
"Baru satu anak bisa 1M, tahu begitu tadi aku culik juga saudara kembar kamu!"
Rayn Handoko, putra dari seorang pengusaha kaya raya kini sedang disekap oleh seorang penculik di rumah kosong yang berada di tepi hutan. Dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis.
"Diam! Kita bilang diam ya diam!"
Bentakan dan pukulan terus diterima Rayn. Hari itu akan terus menjadi mimpi buruknya di hampir setiap malam.
Seringkali dia terbangun di pagi hari dengan keringat yang membasahi pelipis dan napas yang tidak teratur. Setelah dia berusia 17 tahun pun bayangan itu tak hilang dari ingatannya.
Dia kini bangun dan duduk di tepi ranjang lalu mengambil kacamata minusnya yang ada di atas nakas. Dia hela napas panjang, sudah 9 tahun kejadian itu berlalu tapi dia masih belum bisa melupakannya bahkan sejak kejadian itu dia dan keluarganya juga telah pindah dari kota kelahirannya.
Beberapa saat kemudian, dia berdiri dan membuka tirai jendelanya. Matahari sudah mengintip dan awan hitam akan menyingkir. Dia bergegas ke kamar mandi untuk membasuh dirinya. Setelah itu dia memakai seragam putih abu-abunya lalu menyisir rambutnya rapi.
Beginilah penampilan Rayn Handoko yang berkacamata, rambut belah pinggir klimis, seragam dimasukkan sangat rapi, kancing atas seragamnya selalu tertutup rapat dan berdasi. Dia sering disebut culun atau si kutu buku di sekolah menengah atasnya.
Beda lagi dengan saudara kembarnya, Ryan Handoko. Jam segini dia masih tidur dengan gaya bebasnya sebelum Bundanya membangunkannya.
"Ryan, bangun udah siang!" Andini masuk ke dalam kamar Ryan dan melihat putranya yang satu itu masih tertidur dengan lelap saat matahari sudah merangkak naik.
"Iya, Bun. Sebentar lagi. Ini jam berapa?" jawabnya dengan mata yang masih terpejam.
Andini menarik selimut Ryan. "Bangun! Hampir tiap hari kamu telat. Sudah beberapa kali wali kelas kamu hubungi Ayah. Nanti kalau sampai Ayah kamu marah, semua fasilitas kamu akan diambil. Biar kamu hidup susah sekalian."
"Iya, Bun." Akhirnya Ryan beranjak dari ranjangnya dan berjalan sempoyongan menuju kamar mandi.
Andini berdengus kesal lalu dia keluar dari kamar Ryan yang berpapasan dengan Rayn yang kini sudah rapi dan siap berangkat ke sekolah.
"Rayn, kamu sarapan dulu saja gak usah nunggu adik kamu. Biarkan saja dia telat." Andini berjalan bersama Rayn menuruni anak tangga dan menuju ruang makan.
Di ruang makan sudah ada Eza yang telah rapi dan bersiap pergi ke kantor.
"Ryan kesiangan lagi?" tanya Eza sambil melihat jam di pergelangan tangannya.
"Iya, susah banget bangunin Ryan. Tiap malam kerjaannya nongkrong terus sama teman-temannya," kata Andini sambil mengambilkan nasi untuk suaminya lalu dia mengambil lagi untuk Rayn.
"Biar Ayah kasih hukuman kalau dia tetap bandel seperti ini. Untung sekolah kalian berbeda dan berlawan arah jadi tidak ada efek buat kamu, Rayn."
Rayn memang selalu menjadi kebanggaan kedua orang tuanya karena dia selalu berprestasi dan tentu saja tidak pernah membantah.
Beberapa saat kemudian Ryan menuruni anak tangga dengan cepat. Seragamnya dibiarkan tidak berkancing dengan rambut yang sengaja diacak.
"Ryan! Yang rapi kalau berangkat ke sekolah!" bentak Ayahnya.
Seketika Ryan mengancing seragamnya dan sedikit merapikan rambutnya.
"Dasi kamu mana?"
"Iya Ayah, nanti aku pasang di sekolah."
"Ayah sudah berulang kali dapat teguran dari wali kelas kamu. Kalau kamu sampai dapat teguran lagi, semua fasilitas kamu Ayah sita. Motor dan semua ATM kamu."
"Yah, Ayah. Iya, iya, aku akan jadi yang lebih baik."
"Dari dulu bilang seperti itu tapi tidak pernah berubah. Kamu lihat kakak kamu, dia selalu nurut dan selalu jadi juara."
"Ck, dibandingkan lagi," gumam Ryan.
"Ryan!"
"Eh, iya Ayah. Iya, Ryan paham."
"Sudah, kalian makan dulu nanti keburu siang," kata Andini yang kini ikut sarapan bersama mereka.
Mereka sudah tidak ada suara lagi saat memakan sarapan mereka.
Tak butuh waktu lama Rayn menghabiskan makanannya lalu berpamitan pada Ayah dan Bundanya. Beberapa saat kemudian disusul oleh Ryan.
"Woy, Rayn!" panggil Ryan saat Rayn sudah mengendarai motor scoopy nya. "Nanti malam ikut nongkrong yuk!" ajak Ryan sambil mengendarai motor sportnya.
Rayn menggelengkan kepalanya. "Aku lagi ada ulangan."
"Gak bosen hidup lo gitu terus, sekali-kali nikmati masa muda lo. Halah, udahlah, silakan menjadi anak kesayangan Ayah dan Bunda." Kemudian Ryan mulai melajukan motornya.
Begitu juga dengan Rayn, mereka berangkat menuju arah yang berlawanan. Begitulah si kembar selama ini, selalu berbeda sifat dan keinginan. Bahkan selama tinggal di kota itu teman-teman mereka tidak pernah tahu bahwa mereka adalah saudara kembar.
Kini Rayn menertawakan dirinya sambil melajukan motornya di jalanan pagi hari itu.
Bosan? Ya, aku memang sudah terlalu bosan dengan hidup ini.
💕💕💕
.
Masih ingat dengan Andini dan Eza? Ini dia si kembarnya. 🤭 Sequel dari Gadis Bertopeng.
.
Jadikan favorit ya dan kasih rate bintang ⭐⭐⭐⭐⭐
Thank you yang sudah setia bersama Author. .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
Opa Sujimim
habis baca kisah Mak bapaknya langsung lari kemari🏃🏃seru nih
2023-07-22
0
meiy sakhaku
baru mampir nih thor
2023-04-05
2