Episode 9

Beberapa menit kemudian Fernandi datang setelah Safira mengirimkan lokasi kepada Fernando.

"Safira, kamu tidak apa-apa kan? ayo naik!" ucap Fernando peduli dengan Safira.

"Aku tidak apa-apa!" ucap Safira.

Safira hanya diam saat dalam perjalanan, Fernando pun sama. Fernando juga bingung untuk mencari topik pembahasan, dia tidak berani berbicara sembarangan lagi karena Safira sudah putus dengannya.

Hingga sampai di kost-nya Fernando, mereka berdua masuk. Fernando saat ini kost dengan alasan agar dekat dengan kampus. Orang tuanya sudah bekerja dengan susah payah di kampung namun Fernando tidak serius dengan kuliahnya. Fernando justru bermalas-malasan.

"Masuk Safira, anggap rumah sendiri!" ucap Fernando.

Fernando mengambil koper milik Safira di depan sepeda motornya dan membawanya ke dalam.

'Ya sudahlah daripada aku tidur di jalanan,' batin Safira mengeluh setelah melihat kamar kost Fernando tidak semewah kamar miliknya.

"Maaf ya kasurnya cuma satu, nanti aku akan tidur di bawah kok. Kamu tenang saja," ucap Fernando merasa tidak enak hati.

"Kamu kok kaku banget sih? biasanya juga kita tidur bareng. Kamu tidur di samping aku aja lagipula itu masih muat untuk dua orang!" kata Safira sambil duduk di atas kasur itu.

"Ya kan kita sekarang sudah putus. Aku mungkin harus jaga jarak sama kamu, aku gak mau kamu merasa tidak nyaman dengan keberadaan ku!" ucap Fernando yang duduk di sebuah kursi miliknya.

Safira merebahkan badannya, dia kelelahan setelah berjalan beberapa meter dari rumahnya.

"Fernando, aku tidur duluan ya!" ucap Safira mengalihkan topiknya.

"Silahkan, silahkan! lagipula ini sudah mau jam 1 pagi, kamu juga harus kuliah besok!" kata Fernando yang masih perhatian.

'Ternyata Fernando masih perhatian, sama seperti waktu kita masih pacaran!' batin Safira.

Melihat Safira sudah memejamkan matanya, Fernando pergi ke samping Safira. Dia menggunakan selimut yang sama dengan Safira karena udaranya dingin.

Sesekali Fernando melirik ke arah Safira, ingin rasanya dia mengelus rambut Safira seperti dulu namun dia tidak berani melakukannya.

"Kalau mau peluk, peluk aja!" ucap Safira dengan mata yang masih terpejam.

"Kamu mengigau ya Safira?" tanya Fernando yang masih tak percaya dengan perkataannya.

Namun Safira tidak menjawabnya karena merasa sangat malu terhadap Fernando. Itu justru membuat Fernando berfikir jika yang di katakan Safira itu tidak benar.

......***......

Keesokan harinya, Naila dengan ceria menghampiri ayahnya di meja makan.

"Ayah! apa Ayah sudah memecat Om Mahendra?" tanya Naila.

Ayahnya mengangguk sambil mengoleskan selai ke atas roti.

"Tapi Ayah penasaran, kenapa kamu bersikeras untuk memecat dia? bukankah kamu sama Safira sahabat?" tanya Peter.

"Safira sama Ayahnya sama-sama licik Yah. intinya Ayah harus turuti perkataanku saja, aku lebih paham daripada ayah yang super polos ini!" ucap Safira.

"Kamu sama seperti Ibu kamu! Ibu kamu dulu selalu bilang ayah terlalu baik sama orang dan gampang percaya," kata Peter mengenang masa lalunya dengan istrinya.

"Naila jadi kangen Ibu setelah Ayah membicarakannya. Seandainya Ibu masih ada mungkin keluarga menjadi keluarga paling terbahagia di dunia!" ucap Safira.

"Salahkan ayah karena tidak mampu melindungi Ibu," ucap Peter menyalahkan dirinya sendiri.

"Ayah tidak salah, kecelakaan tidak ada yang tahu!" ucap Naila menenangkan ayahnya.

"Ayah, jangan bahas lagi. Aku mau tanya sesuatu!" ucap Naila mengalihkan topik pembicaraan.

Naila tahu ayahnya pasti akan merasa sangat sedih ketika mengingat Ibunya.

"Nanya apa? akhir-akhir ini kenapa kamu semakin aktif bertanya? bahkan meluangkan banyak waktu untuk ayah!" tanya Peter penasaran dengan perubahan putrinya.

"Ya aku cuma gak mau ayah kesepian," sahut Naila berbohong.

Padahal dia sangat menyesal karena di kehidupan yang lalu dia selalu membiarkan ayahnya menghadapi masalah sendirian. Bahkan membiarkan musuh ayahnya merampas milik ayahnya. Kesempatan ini Naila bertekad untuk menggunakannya sebaik mungkin.

"Tapi bukan itu intinya. Kenapa ayah bisa pecat Om Mahendra? setahuku Ayah tipe orang yang sangat sungkan terhadap orang!" tanya Naila.

"Ya, ayah melakukan pemeriksaan ulang terhadap kasus beberapa bulan yang lalu mengenai sebuah produk yang di pesan oleh perusahaan lain. Namun setelah barang sampai di customer dan di gunakan mereka bilang produk kecantikan ayah membuat wajahnya berjerawat,"

"Dan saat itu, Ayah harus ganti rugi dan melakukan pemeriksaan. Namun tidak ada masalah saat itu, ayah menyelidiki ulang dan memang berniat menyelidiki sebulan yang lalu. Dan baru dapat laporan seminggu yang lalu sebelum kamu memerintahkan ayah untuk pecat Om Mahendra," jelas Peter.

"Lalu siapa penyebab masalahnya ayah?" tanya Naila penasaran.

Naila merasa kalau hal itu sangat rumit untuk di pikirkan, jadi dia langsung bertanya ke intinya saja.

"Setelah mendapat laporan dari bawahan Ayah ternyata Om Mahendra korupsi. Dia mengganti bahan utama dengan bahan yang murah kualitasnya juga tidak bagus. Ayah ingin memecatnya namun ayah sungkan dengan kamu karena Om Mahendra ayah Safira!" kata Peter menjelaskan semuanya.

"Om Mahendra di kasih hati malah minta jantung. Maaf ya ayah aku tidak tahu kalau dia bukan orang baik, kalau saja aku tidak menuruti permintaan Safira waktu itu mungkin ayah tidak akan mengalami kerugian!" kata Naila merasa bersalah kepada ayahnya.

"Tidak apa-apa, lagipula perusahaan ayah masih berdiri sampai sekarang. Dan ayah juga akan melakukan klarifikasi melalui media sosial," ucap Peter.

"Baik ayah, lakukan yang terbaik! aku mendukung ayah dari belakang," ucap Naila memberikan semangat kepada ayahnya.

Setelah selesai sarapan pagi, Naila berangkat ke kampus bersama ayahnya. Naila malas membawa mobil atau kendaraan lainnya, dia hanya ingin di antar oleh Peter.

"Semangat belajarnya ya! Nanti ingat untuk telepon ayah kalau sudah pulang, soalnya Ayah mudah lupa!" ucap Peter setelah sampai di gerbang kampus Naila.

"Iya ayah!" ucap Naila.

Naila dan Peter berpisah begitu saja. Naila masuk ke area kampus dan menemui Erni yang datang dari arah parkir.

"Erni!" seru Naila sambil berlari kecil ke arah Erni.

Wanita yang di panggil namanya memalingkan wajahnya ke arah Naila. Dia seketika langsung tersenyum ketika temannya menyapa.

"Kita kelas bareng ya!" ajak Naila ketika sudah sampai di depan Erni.

Erni pun setuju, mereka berjalan ke arah kelas mereka. Meskipun Erni siswa pintar di kelasnya namun dia juga bisa merasakan malas saat tidak semangat. Bahkan jalannya pun dengan sengaja di perlambat.

"Tumben kamu tidak semangat, ada masalah apa?" tanya Naila yang menyadari perilaku aneh Erni.

"Biasa masalah ekonomi keluarga. Adikku baru saja sekolah SMK dan bajunya harus di bayar paling lambat senin depan! Aku bingung cari uang di mana!" ucap Erni.

"Orang tua mu kerja apa?" tanya Naila.

"Mereka kerja sebagai petani. Uang yang di hasilkan hanya cukup untuk biaya makan sehari-hari. Aku saja kuliah sambil kerja," tutur Erni dengan wajah murungnya.

Naila yang melihat wajah sahabatnya itu merasa sangat kasihan, dia tidak tega melihat orang yang sebaik Erni merasa sedih.

'Apa yang harus aku lakukan? kalau aku bantu dengan uang mungkin dia merasa aku merendahkannya. Aku ingin beri pekerjaan, tapi pekerjaan apa yang layak untuk Erni?' batin Naila.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!