Tidak lama kemudian, akhirnya Dokter yang dipanggil oleh Rania mendatangi kamar pasien Ayahnya. Rania berdiam diri di belakang tubuh Dokter dan Suster itu. Gadis itu terlihat sangat khawatir dengan kondisi dari Ayahnya yang begitu menderita.
Rania menghela napasnya cukup dalam, perasaan resah di hatinya sendiri. "Ayah, kamu kenapa? Tolong jangan membuat aku khawatir, Yah!" dalam benak Rania yang tidak bisa berpikir dengan baik.
Dokter sangat sibuk mengurusi Ayah Rania. Hingga beberapa saat kemudian akhirnya kondisi dari Ayah Rania menjadi stabil. "Syukurlah," kata kedua anggota tenaga medis itu yang langsung merasa agak tenang.
Rania yang masih diselimuti perasaan khawatir cukup dalam membuat gadis itu harus bicara dengan Dokter yang sebelumnya telah bekerja. "Dok, bagaimana kondisi dari Ayah saya? Apa yang sebenarnya terjadi tadi?" tanya Rania dengan tiba-tiba. Dia terlihat sangat tidak sabaran.
Dokter dan perawat yang melihat hal itu, langsung berkata dengan Rania. "Kita bicarakan hal ini di luar saja ya, Kak, mengenai kondisi dari Ayah Anda, biarkan dulu Ayah Anda tenang di istirahatnya," balas seorang Dokter laki-laki dengan suaranya yang tenang.
Rania sudah hampir ingin menangis saat itu, kemudian dia pun menganggukkan kepalanya dengan perlahan. Gadis itu mengikuti langkah kaki dari Dokter tersebut untuk bisa pergi meninggalkan ruangan. Setelah berasal di luar ruangan, Rania menatap dengan tegas wajah tegas dari Dokter itu. Dia sudah sangat khawatir dan ketakutan. Namun Rania harus selalu siap mendengarkan segala hal yang nantinya diucapkan oleh Dokter kepada dirinya.
"Mengenai Ayah Anda, seperti yang saya bilang sebelumnya, dia mengalaminya komplikasi yang membuat beberapa organ tubuh tidak bisa berfungsi dengan baik, seperti lambung, jantung dan ginjalnya, disebabkan oleh miras yang terlalu banyak Ayah Anda konsumsi. Membuat tubuhnya jadi mengalami kerusakan," kata Dokter itu. Yang memberikan penjelasan kepada Rania.
Rania terdiam sesaat ketika mendengar hal itu. "Lantas kapan Ayah saya akan sadar, Dok?" tanya Rania dengan tegas.
Dokter itu awalnya hanya diam, terlebih lagi saat dia melihat sepasang mata Rania yang berkaca, dia sebenarnya sudah akan menangis namun Rania tidak langsung melakukannya di hadapan Dokter yang merawat Ayahnya. "Jika kondisi Ayah Anda stabil, tidak akan lama lagi dia pasti bangun, kok, Anda yang sabar ya, jangan khawatir," balas Dokter itu. Mencoba untuk memenangkan Rania.
"Apakah penyakit Ayah saya dapat disembuhkan, Dok? Lalu bagaimana dengan kepalanya?" tanya Rania dengan penasaran lagi.
Dokter itu terdiam dengan perasaan yang campur aduk untuk bisanya bicara dan menjawab pertanyaan dari Rania. "Hmm, kita do'akan saja ya, bersama-sama, semoga ada kabar baik yang mendatangi Ayah dan Anda," tambah Dokternya itu dengan suaranya yang semakin lembut dan rendah di hadapan Rania.
Dokter muda itu terlihat sangat prihatin dengan diri Rania. Rania hanya diam, dia merasakan sakit seperti dicambuk pada hatinya yang begitu rapuh. Rania menganggukkan kepala dengan perlahan. "Baik, terima kasih, Dok!" ucap Rania dengan suara yang agak bergetar.
"Kalau begitu saya permisi dulu, ya, selamat malam." Dokter itu langsung meninggalkan Rania, bersama dengan seorang Suster.
Rania yang ditinggalkan seorang diri hanya bisa diam, perasaannya begitu sakit dan menderita. Rania menjatuhkan air matanya karena dia memang tidak sekuat itu dalam menghadapi situasi yang seperti sekarang ini. Rania sebenarnya sudah tahu jika kompilasi sulit untuk disembuhkan, namun dia hanya ingin mendengar kata penenang dari sang pihak medis. Namun ternyata dia kembali hancur setelah mendengarnya dengan jelas.
Rania menangis sejadi-jadinya di luar ruangan kamar Ayahnya sendiri, di sana hanya ada dia, tidak ada yang menemaninya, Rania menumpahkan segala sakit yang dia rasakan. "Ayah tolong sembuh, aku sudah tidak memiliki Ibu, sekarang aku tidak ingin kehilangan dirimu, Yah! Aku sungguh khawatir jika harus menjalani hidup ini tanpa kamu, Yah! Kamu adalah Ayah yang paling hebat dan luar biasa, terima kasih!" dalam benak Rania yang menyanjung Ayahnya.
Rania seolah tidak peduli dengan hal apa yang sering Ayahnya lakukan kepada dirinya, Ayah yang selalu menikamnya dari belakang, Rania tahu itu, namun biar bagaimanapun juga Rania hanya memiliki satu orang tua yaitu Ayahnya sendiri. Tidak baik jika Rania membenci Ayahnya hanya karena masalah seperti itu.
"Ayah," dalam benak Rania. Dia terus memanggil nama Ayahnya sendiri dalam keheningan.
Sampai pada akhirnya Rania yang sedang sedih dan dalam keterpurukan, langsung dikejutkan dengan suara ponsel genggam yang berbunyi, membuat gadis itu yang menyadarinya, langsung memalingkan wajahnya dan melihat ke arah tas, Rania mengambil ponsel yang berada di dalam sana. Rania pun melihat dengan jelas siapa orang yang sedang menghubunginya. "Bank lagi?" dalam benak Rania yang bertambah stress.
Rania sebenarnya tidak ingin menjawab panggilan tersebut, akan tetapi orang itu selalu menghubungi Rania, membuat gadis itu pun merasa jengah sendiri. Akhirnya Rania pun mengangkat panggilan tersebut. "Halo," kata Rania dengan tegas. Dia setengah emosi mengangkat telepon.
"Halo, selamat malam Rania, saya pihak Bank, ingin memberitahukan besok saya akan mendatangi rumah Anda, untuk melakukan penagihan hutang, Ada tidak mungkin melupakannya kan?" kata seorang lelaki dengan suara yang lantang.
Rania menghela napasnya dengan sangat dalam. Gadis itu mengepalkan telapak tangannya dengan kuat. "Ya! Saya tahu kok, tidak mungkin saya melupakannya begitu saja, namun Anda ini sudah sangat mengganggu ketenangan saya. Anda tahu tidak ini sudah pukul berapa? Dengan terus menghubungi saya untuk memberitahukan masalah pembayaran hutang, saya seperti ditekan oleh Anda, sikap Anda ini telah mengganggu tahu!" Rania berani berkata dengan kasar terhadap pihak bank, karena dia yang sudah sangat kesal, terlebih lagi hatinya juga sedang hancur karena kondisi Ayahnya yang belum ada tanda untuk pulih dengan baik.
"Lho, Anda membentak saya? Anda itu yang berhutang lho, maksud saya Ayah Anda, saya tidak salah dalam hal ini, karena Ayah Anda yang sudah sering sekali menunggak, tentu saja juga merasa khawatir jika Anda malah latihan nantinya meninggalkan tanggung jawab ini!" balas lelaki itu dengan tegas kepada Rania.
"Ya! Saya tahu, tapi tidak seharusnya Anda mengganggu kenyamanan dan ketenangan dari seseorang, ini namanya sebuah pelanggaran, Anda dapat dipidana," tambah Rania yang semakin lantang dalam bicara.
"Lho, Anda mengancam saya?" tanya lelaki itu dengan tegas.
"Tidak! Tapi ini fakta, jangan kira saya orang biasa tidak dapat melawan ya, Jangan semena-mena terhadap orang lemah, Tuan! Besok datanglah kemari saya akan membayarnya!" dengan jelas Rania balik menekan lelaki itu.
"Baik, saya akan ke sana, awas jika Anda lari, saya pasti tidak akan segan lagi dengan Anda, hmh! Ingat untuk menepati janji Anda, selamat malam!" lelaki itu langsung mematikan panggilan teleponnya.
BERSAMBUNG....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Nur Ain
bank je ah long NIE sampai mlm pun masih nagih utang
2023-05-13
0