Rania menghela napasnya cukup dalam, gadis itu sangat tidak berani untuk mengangkat telepon. Rania kira itu adalah panggilan dari Erizal, jadi dia tidak ingin menerimanya.
Rania tatap tajam benda tersebut. Hingga ponselnya mati sendiri. Rania langsung memutar sepasang matanya. Dia yang hanya diam dengan gelisah, kembali dibuat ketakutan seperti akan bertemu monster atau hantu.
Erizal yang berada di luar merasa bingung sendiri. Setelah lelaki itu keluar dari dalam mobilnya dia berdiri tegap di depan pintu rumah yang sederhana milik Rania. Erizal menggenggam erat ponsel genggamnya dengan memasang tatapan yang tajam. "Mengapa Rania belum juga keluar? Aku juga tidak mendapatkan balasan apapun darinya. Dia sama sekali tidak memedulikan aku, apakah dia berubah pikiran, hais! Mengapa seperti ini?" dalam benak Erizal yang merasa resah.
Erizal kembali mengetuk pintu rumah Rania. Sambil mengeluarkan suara untuk bisa memanggil gadis itu untuk keluar. "Rania," ucap Erizal dengan tegas.
Rania yang berada di dalam kamar, masih dirundung perasaan yang tidak menentu, mendengar suara Erizal napasnya jadi cukup sesak yang membuat degup jantungnya bergetar. "Apa yang harus aku lakukan sekarang ini? Apakah aku harus bertemu dengan Tuan Erizal? Apa aku harus menjual kehormatan ini demi uang, aku masih takut sebenarnya, tapi Ayah membutuhkan diriku," dalam benak Rania. Gadis itu pun menutup sepasang matanya dan perlahan dia membukanya kembali.
Rani mengepalkan telapak tangannya, menajamkan sepasang matanya. Dan melangkahkan kaki jenjangnya untuk bisa berjalan, dia mengulurkan tangan kanannya agar dapat menggapai ponsel genggam yang berada di atas meja. Dia berjalan dengan langkah cukup cepat, meski tubuhnya gemetaran.
Saat Erizal terus memanggil dan mengetuk pintu, sambil memikirkan hal yang tidak tidak, Rania di dalam kamar segera mengulurkan tangan kirinya dan menggenggam erat daun pintu terbuat dari besi. Rania segera membukanya dan terlihat kini mereka saling bertatapan, Erizal terkejut saat mengetahui hal itu. "Nona Rania, akhirnya Anda keluar juga, apakah terlalu asik berdandan?" tanya Erizal untuk bisa memperbaiki hubungan mereka lagi, dan menutup kecanggungan dalam dirinya.
"Maafkan saya," balas Rania. Dengan raut wajah yang begitu tenang, dan ramah. Dia masih bisa tersenyum dengan manis.
Semua perasaan sebelumnya yang dia alami langsung hilang dalam waktu yang singkat. Erizal hanya diam sambil terus menatap tegas wajah Rania yang pandai menggunakan topeng warna-warni.
"Tidak masalah, saya dapat memakluminya, malam ini Anda terlihat sangat cantik, lho! Saya yakin Pak Rangga pasti akan tertarik dengan Anda," puji Erizal dengan sungguh-sungguh. Sekaligus ingin membuat Rania merasa dihargai.
"Wah, benarkah? Terima kasih, padahal saya tidak menggunakan apapun, karena tidak tahu bagaimana caranya berdandan, hahaha," balas Rania yang merasa canggung. Dia mengangkat tangan kirinya dan menyentuh pelang rambut hitamnya untuk dia selipkan di belakang telinganya.
"Anda cantik tanpa make up kok, tidak berdandan saja sudah dapat memikat orang yang melihat apalagi nanti jika Anda pandai berdandan? Wah... Bahaya!" tambah Erizal yang kembali memberikan hiburan, sekaligus ingin membuka sedikit saja celah yang menyekat keduanya.
"Ahahah, bisa saja," ucap Rania dengan ramah.
"Kalau begitu mari kita berangkat saja, malam juga sudah semakin larut." Erizal memberikan saran, sambil melukis senyum manis di wajahnya.
Rania memberikan balasan yang sama, gadis itu menutup pintu rumahnya, sementara Erizal memperhatikan. Setelah selesai Rania pun berjalan dengan Erizal menuju mobil lelaki gagah, tinggi dan tampan tersebut.
Mereka berada di dalam mobil, dan Erizal langsung menjalankan mobilnya. Rania hanya diam, dan terlihat beberapa kali menundukkan pandangannya. Rania sangat takut, tubuhnya mendadak kembali bergetar.
"Tuhan, tolong bantu aku, aku tahu ini salah, dan ini bukan hal baik, tapi aku mohon tolong berikan aku perlindunganmu," dalam benak Rania. Dia sudah hampir menangis. Namun tidak mungkin dia melakukannya.
Rania menatap ponsel genggam yang masih berada di telapak tangannya, dia langsung dikejutkan dengan layar HP yang mendadak menyala, terlihat notifikasi pesan dari seseorang.
[Tagihan Rumah Sakit]
[Hutang Ayah Anda]
Rania segera menelan ludahnya, dan jarinya bergetar hebat. "Ya ampun!" dalam benak Rania yang merasa terbebani.
Erizal yang sebelumnya fokus dengan jalan di depannya, lelaki itu langsung memalingkan wajahnya dan melihat diri Rania. Lelaki itu menatap tegas Rania yang sangat kebingungan. Erizal seolah mengerti saat itu mengenai kondisi yang dialami oleh Rania saat ini.
"Apakah Anda gugup?" tanya Erizal dengan suaranya yang tenang.
Rania terkejut segera memalingkan wajah. "Eh? Hahah, ti--." Rania menghentikan ucapannya karena Erizal yang langsung menyambar.
"Jangan khawatir, mungkin kamu merasa takut, mungkin kamu juga merasa kesal dan hilang arah, aku bukan ingin membuat kamu semakin merasa sedih, aku tahu ini bukan pilihan yang terbaik, namun terkadang kita dihadapkan oleh pilihan yang begitu rumit dan jalan keluar itu seperti jatuh dari jurang saja, tapi saat jatuh belum tentu kita benar-benar akan mati, mungkin dapat menemukan hal lain di bawah sana," sahut Erizal dengan tenang.
Rania hanya diam mendengarnya. Dan lagi-lagi pria itu memberikan wejangan kepada Rania. "Yang terlihat buruk, bukan berarti selalu buruk, mungkin kamu mengira sedang berada di posisi yang menyebalkan, namun kamu hari tahu semua menyimpan banyak hal luar biasa yang mungkin saja tidak kami kira, itulah jalan dari Tuhan," tambah Erizal yang saat itu mencoba untuk membuat Rania tenang.
"Jalan dari Tuhan, tidak mungkin sebuah hal yang dia benci untuk kita ambil kan? Menjual diri untuk mendapatkan uang begitu? Apakah itu yang Anda maksud Tuan?" tanya Rania dengan tegas.
Erizal langsung tercekik dengan perkataan Rania itu, apalagi saat melihat tatapan Rania yang sangat tajam. Lelaki itu sulit untuk mengelak awalnya. "Apakah benar begitu, Tuan? Dan apakah Anda sekarang ini Malaikat penolong saya, atau mungkin Anda adalah pengawal dari iblis yang berkedok dalam kebaikan padahal hanya ingin menjerumuskan?" sindir Rania dengan jelas dihadapan Erizal lagi.
Erizal hanya terdiam, kini dia yang malah dipojokkan oleh Rania, awalnya dia hanya ingin menghibur Rania namun ternyata balasan dari gadis itu sangat pedas, mulut yang tajam seperti pedang. Membuat Erizal hanya bisa menelan ludahnya sendiri.
"Gadis ini? Seharusnya aku tidak perlu bicara dengan dia, sepertinya dia bukan gadis yang mudah dipengaruhi, bagus juga sih!" dalam benak Erizal yang segera memalingkan wajah dan kembali fokus pada jalan di hadapannya.
Rania pun kembali diam, dia langsung memalingkan pandangan dan menatap jalan dari balik kaca mobil. Rania terlihat sangat dingin, tidak ada kata apapun yang mereka ucapkan selama di perjalanan.
"Hah, sungguh tidak disangka," dalam benak Rania sendu.
BERSAMBUNG....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments