Keputusan Berat

Mendengar hal tersebut, Rania merasa ketakutan dia tidak tahu jika di tempat tersebut akan ada preman. "Maaf, Kak, saya tidak tahu jika ada peraturan seperti itu, saya memang pedagang baru, hanya ini yang bisa saya berikan untuk kalian," balas Rania. Gadis itu memilih untuk menyerah dan memberikan sedikit uang dari hasil labanya.

Rania menyodorkan tangan kanannya dan menunjukkan uang kertas biru 2 lembar. Dua pria itu terlihat tidak senang dengan apa yang dilakukan oleh Rania saat itu. "Heh?! Apa-apaan ini?! Kamu kira aku bocah cilik? Jangan main-main denganku ya! Berikan semua aku uangmu!" ucap lelaki itu dengan tatapan yang galak.

Mendengar hal tersebut Rania tentu saja terkejut, dia langsung menghindar dengan melangkahkan kaki mundur ke belakang. "Tidak bisa, Kak! Saya juga membutuhkan uang ini untuk menyambung hidup, Kakak tidak boleh melakukannya!" Rania memberikan penolakan yang tegas dan jelas. Gadis itu segera menyembunyikan uang hasil kerjanya.

Dua preman itu terlihat tidak senang, lalu mereka pun segera memaksa Rania untuk bisa merampas uang milik gadis itu. "Halah! Kamu benar-benar luar biasa, masih berani membantah kami di sini, hah?! Sini aku tunjukkan seberapa kuat kami di sini," sahut salah seorang lelaki dengan tubuh penuh otot.

Kedua tangan pria itu menggenggam erat uang Rania. Dan segera mendorong keras tubuh gadis itu sampai membuat dia terjatuh di atas aspal. "Arrrggghhh.!" Rania kesakitan, dia langsung tatap uangnya yang diambil paksa oleh dia preman itu.

"Kak tolong kembalikan, itu milik saya!" ucap Rania. Yang berusaha untuk bangkit dan mengambil haknya.

Dua preman itu tertawa dengan perasaan senang, lalu menendang tubuh Rania hingga kembali jatuh, Dua orang itu langsung pergi begitu saja. Rania merasa sangat sedih. Dia menangis dalam kesendirian. Saat Rania menderita dia mendapatkan panggilan dari seseorang. Rania yang menyadari hal tersebut langsung mengambil ponsel dan menatapnya. "Ini... Nomor Bank! Astaga, bagaimana ini? Padahal belum waktunya tapi aku selalu diingatkan, hal ini membuatku jadi sangat stres!" dalam benak Rania yang merasa sedih. Dia langsung mengangkat telepon itu.

"Halo?" kata Rania yang mengumpulkan keberanian.

Hingga beberapa saat kemudian, malam yang semakin larut, angin dingin berhembus dengan perlahan. "Aku pasti bisa, pasti bisa!" kata Rania yang mencoba untuk menguatkan diri.

Saat Rania sedang terpuruk, dia tiba-tiba dikejutkan oleh seseorang yang mendatangi gadis itu. "Nona, apakah masih tersisa minuman Anda?" kata orang itu dengan tegas.

Rania terkejut dan langsung mengusapnya air matanya segera dia memalingkan wajahnya dengan tersendiri manis. "Tentu saja masih, silakan Tuan dipilih, tersisa 3 botol minuman dengan merk berbeda," balas Rania yang terlihat tidak merasakan apapun. Padahal sebelumnya dia menangis begitu hebat.

Erizal hanya diam menatap wajah Rania, sementara Rania yang melihat Erizal lagi. Gadis itu pun terkejut. "Eh, ternyata Anda lagi, saya beli satu air putih merk apapun, berapa harganya?" tanya Erizal dengan tegas.

"Tuan ini lagi, tidak disangka kita bertemu lagi, kebetulan kah? Hm... Apa sih yang ku pikirkan, namanya juga jalan raya tempat jalan bagi kendaraan, wajar Aku bertemu dengan dia, atau siapapun itu, tidak aneh, aku hanya tinggal memberikan minuman kepadanya," dalam benak Rania yang berusaha untuk berpikir positif.

"Baik," kata Rania, dia terlihat tenang saat itu. Lalu dia menyerahkan botol minuman. "Harganya 3500, Tuan!" tambah Rania dengan tegas.

Erizal menganggukkan kepalanya dan dia pun mengambil uang untuk diberikan kepada Rania. "Saya sungguh tidak menyangka Anda berada di sini, dan melakukan pekerjaan seperti ini, pasti sangat melelahkan ya?" ucap Erizal tegas.

"Ya, daripada saya jual diri kan?" sambut Rania tenang sambil tersenyum.

Erizal hanya diam mendengarkan perkataan Rania. "Hm, kamu memang benar! Hanya saja jika kamu melakukan apa yang aku tawarkan sebelumnya kamu tidak akan jadi seperti sekarang ini, namun ya sudahlah itu kan keputusanmu sendiri." Erizal langsung pergi. Setelah dia menerima minum dan membayar.

Rania hanya diam saja. Hingga beberapa hari kemudian sehari sebelum deadline yang ditentukan untuk membayar hutang pada Bank. Sementara Rania tidak memiliki uang seperpun, dia terus saja diperingati oleh pesan yang mengganggu dirinya. Apalagi Ayahnya belum sembuh, dia harus mendapatkan uang untuk membayar hutang dan membayar tagihan Ayahnya.

"Bagaimana ya ini? Aku benar-benar bingung, tidak mungkin aku chasbon lagi kepada bibi Rea, aku sudah cukup banyak merepotkan beliau, apalagi saat ini kafe sedang sepi pengunjung, hmm...!" Rania membereskan barangnya dan menatap ke arah tong sampah yang masih penuh. "Kok belum diambil juga oleh tukang sampahnya ya? Tumben!" dalam benak Rania. Gadis itu pun akhirnya mengurus benda itu seorang diri. Dan menyimpannya di belakang. Di tempat kerjanya dia memiliki dua tempat sampah, yang pertama setiap hari dia bersihkan, sementara yang satu lagi biasanya akan langsung diurus oleh tukang.

Rania membawanya ke belakang jaraknya cukup jauh dari cafe, dia mengambil cangkul untuk mengubur sampah tersebut. Setelah dia membuat lubang, Rania menumpahkan sampah ke dalam sana. Rania mengambil cangkul lagi dan ingin menguburnya.

Rania tiba-tiba terhenti sejenak, dia menatap kartu nama yang dulu pernah diberikan oleh Erizal kepada dirinya. Rania langsung terlihat sedih. Dia pun menjatuhkan tubuhnya di atas tanah. Dia menangis sejadi-jadinya di malam itu. Karena cafe sudah tutup juga jadi tidak masalah ditinggalkan.

Di rumah sakit, Rania berdiri tegap menatap sebuah ruangan yang dihuni oleh Ayahnya. Rania terdiam dingin. Dia sepertinya sedang menelpon seseorang.

"Halo? Siapa ini?" tanya seseorang kepada Rania.

"Saya Rania, perempuan yang saat itu memaki Anda, mungkin saya akan menelan ludah sendiri, saya terima apa yang Anda inginkan, tapi bisakah saya mendapatkan uang setelahnya? Apakah Anda dapat saya percaya?" tanya Rania dengan perasaan sedih dan tidak rela.

"Oh, ternyata ini adalah Anda, tidak masalah kok, boss saya pasti akan menepati janjinya seperti apa yang Anda inginkan, apalagi jika Anda sampai hamil, besok malam saya akan langsung menjemput Anda, tolong beritahu saya di mana Anda berada, okay?" balas Erizal dengan tenang.

"Iya." Rania terlihat dingin dan sudah pasrah.

"Baik, Nona Rania, terima kasih atas konfirmasinya," tambah Erizal yang sangat tegas. Meskipun dia merasa sudah bersikap ramah kepada Rania.

"Ya," sambut Rania lagi dengan dingin.

"Baik, kalau begitu saya akan mengakhiri panggilan ini, dan selamat malam, besok saya pasti menjemput Anda jam 9 malam, usahakan Anda sudah siap, dan berdandan dengan cantik." Erizal dengan jelas memberikan Rania sedikit informasi.

Rania hanya diam. Lalu gadis itu kembali menangis. Tapi dia tahan suaranya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!