Ayah Rania Sakit

"Alah! Dasar anak pelit yang suka berbohong, cepat pulang ke rumah, Aku sangat kesakitan sekarang ini!" bentak Ayah Rania dengan kesal.

Rania dimaki-maki oleh Ayahnya disepanjang jalan. Rania hanya dapat diam mendengarkan dengan legowo setiap kata yang Ayahnya lontarkan. Mungkin ada timbul rasa tidak terima, Rania juga merasa tidak adil dengan Ayahnya sendiri. Dia hanya sepeda babu, mesin uang, sementara Ayahnya senang mabuk-mabukan, main judi dan selalu hutang sana-sini, membuat Rania pening sendiri.

Rania menahan air matanya, agar bagaimanapun caranya dia tidak sampai menangis. Rania belum makan sepanjang hari, karena sudah tidak miliki uang lagi, setelah Ayahnya mengambil semua sisa pegangan Rania. Rania tidak makan di cafe karena tidak berani melakukannya, tanpa izin terlebih dahulu kepada pemilik cafe, namun saat itu pemilik cafe tidak datang menemui Rania. Jadi Rania harus menerima nasibnya yang kelaparan di malam hari tenang.

Rania berjalan berpuluh-puluh meter, dia terlihat kelelahan Rania segera menyeka keringat yang turun dengan perlahan dari kulit tubuhnya. "Haaah, untung saja ini malam hari, jadi aku tidak perlu khawatir harus jalan kaki sepanjang apapun, aku bisa kok!" dalam benak Rania yang saat itu sedang mencoba untuk menghibur dirinya sendiri.

Hingga beberapa jam kemudian, Rania baru saja tiba di depan rumah, dia melihat kondisi rumah sudah sangat berantakan, semua pakaiannya di dalam lemari berserakan di ruang depan. Rania tentu saja sangat terkejut dengan semua hal itu. Rania terdiam dengan khawatir. Rania sudah tidak sanggup marah lagi karena terlalu lelah. Dia kemudian mencoba untuk memberanikan diri memanggil seseorang yang ternyata adalah Ayahnya. "Yah... Ayah, apakah kami berada di dalam?" kata Rania dengan kondisi yang waspada.

Rania mencoba untuk melangkahkan kaki jenjangnya dan perlahan masuk ke dalam ruangan kedua. "Ayah...," panggil Rania dengan tatapan yang sedang mencari.

Hingga akhirnya Rania dikejutkan dengan sebuah botol minuman keras yang langsung mengayun dan mengarah padanya. Rania sangat terkejut saat itu. Rania dengan cepat segera menghindar. Dan memalingkan wajah saat dia tahu botol yang masih memiliki sisa air di dalam. Menabrak tembok dan pecah dengan suara yang sangat keras.

Rania segera menundukkan kepala dan menutup matanya perlahan. "Kamu beraninya baru kembali setelah sekian lamanya Aku menghubungi kamu?! Apakah kamu tidak tahu aku benar-benar kebingungan sekarang ini! Kamu harus mendapatkan untuk melunasi hutangku, kamu adalah seorang anak, di mana balas budimu padaku? Nah! Tunjukkan lah sekarang," tambah Ayah Rania yang sedang duduk dengan tenang di atas kursi coklat.

Akan tetapi sepertinya Rania sudah tidak peduli lagi dengan Ayahnya sendiri. Rania telah jengah sendiri. Dia lebih baik mendiamkan Ayahnya daripada dia bicara tapi malah menyakiti siapapun. Dia tidak ingin melakukan itu apalagi terhadap Ayahnya sendiri. Rania mencoba untuk bersabar menghadapi sikap dan sifat Ayahnya.

"Hei! Tidak bisakah kamu bicara? Lihat sini, wajahku babak belur karena dipukuli oleh dua rentenir itu! Mereka memang sangat kejam! Apalagi kamu, aku hanya ingin kamu membayarkan hutangku cuma sisa dan tidak seberapa juga, kamu kan kerja!" kata Ayah Rania dengan tegas.

Rania tetap diam, dia meninggalkan Ayahnya dan berjalan ke arah ruangan lain. "Kurang ajar! Aku tidak dianggap manusia kah? Sungguh anak tidak tahu diri!" Ayah Rania kembali marah untuk kesekian kalinya pada Rania. Dia menunjukkan tatapan dingin dan tahan pada diri Rania.

Rania meletakkan tasnya di atas meja, dia mendekati kotak obat yang tersimpan di dalam laci. Rania kembali menemui Ayahnya dan langsung duduk di dekat Ayahnya itu. Mengerjakan Rania yang datang, pria itu langsung kesal, dia segera mengangkat kaki kanannya dan menendang dada kiri Rania.

Rania tentu saja sangat terkejut dengan hal itu, dia tidak berhenti untuk mengobati luka Ayahnya, meskipun beberapa kali dia terus disakiti oleh tingkah Ayahnya yang mengerikan.

"Tenang, Ran! Dia Ayahmu, kamu hanya tinggal berdua saja, jangan egois! Kamu sudah kehilangan ibu jadi sekarang jangan menyiakannya," dalam benak Rania yang mencoba untuk menstabilkan emosi.

"Dasar anak durhaka! Jangan dekati aku, aku ingin pergi saja," kata Ayah Rania. Lelaki itu pun segera bangkit dari duduknya dan berjalan untuk bisa keluar dari rumah.

yang mengetahui hal tersebut langsung mencoba untuk menghalanginya, gadis itu segera bangkit dan merentangkan kedua tangannya dihadapan Ayahnya. "Tidak! Aku tidak akan membiarkan Ayah pergi dari sini, Ayah boleh melakukan apapun kepadaku, tapi jangan di luar sana! Kondisi Ayah sedang tidak baik, lho! Ayah sakit juga, sebaiknya Ayah tidur saja," kata Rania yang datang untuk menasehati Ayahnya sendiri.

"Halah! Tahu apa kamu? Kamu hanya anak durhaka saja, aku sangat rugi pernah membesarkan kamu! Jangan halangi aku, menyingkir sari pandanganku!" Ayah Rania langsung mengangkat tangan kirinya dan segera menghempaskan tubuh Rania dengan kasar.

Rania langsung jatuh, dia duduk, saat itu punggung Rania langsung terasa sakit, karena tubuh bagian belakangnya itu bertabrakan dengan ujung meja kaca yang paling tajam. "Ssssttt!" Rania terlihat sedang mencoba untuk menahan rasa sakit pada tubuhnya.

Ayah Rania tetap melanjutkannya jalan, tanpa memedulikan Rania yang benar-benar kasihan. Saat itu Ayah Rania seolah tidak peduli dengan hal apapun kecuali hanya uang untuk kesenangannya sendiri.

"Ayah! Tunggu, jangan pergi!" teriak Rania dengan tegas. Dia memohon dengan sangat kepada Ayahnya sendiri.

Rania yang sangat khawatir segera bangkit dengan perlahan. Dia menahan rasa sakit pada tubuhnya untuk membujuk Ayahnya agar kembali dan istirahat. "Ayah... Kamu ini sedang sakit, mari istirahat dahulu!" balas Rania dengan tegas. Dia tatap hangat diri Ayahnya. Mencoba masih berusaha untuk tenang agar terlihat baik-baik saja.

"Diam! Jangan halangi aku! Aku ingin pergi saja, Aku sungguh muak berada di sini, bersama dengan anak pelit seperti kamu, aku tidak kuat lagi!" sambar Ayah Rania dengan menunjukkan tatapan yang tajam.

"Ayah, kembali saja, maafkan aku!" bujuk Rania sambil menurunkan egonya.

Ayahnya yang terlihat tidak peduli, seger menghindar dan terus berjalan sampai pada akhirnya Rania dibuat terkejut saat dia mendengar suara benda besar menabrak sesuatu. "Ayah!" Rania berterima dengan perasaan cemas.

Ayah Rania mendadak saja hilang keseimbangan dan jatuh pingsan, untuk saja Rania cepat dalam melangkah. Dia langsung membantu Ayahnya untuk kembali ke kamar dan tidur di ranjang. "Ayah, bangun, Yah! Kamu kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi padamu? Yah! Ayah bangun," kata Rania dengan perasaan sedih.

Segala upaya telah Rania lakukan tapi Ayahnya masih dalam kondisi yang sama seperti sebelumnya. "Bagaimana ini? Apakah aku harus membawa Ayah ke rumah sakit? Tapi aku tidak memiliki uang seperpun sekarang," dalam benak Rania yang khawatir.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!