Semua Terlihat Suram

Kejadian naas itu membuat Delisa menjadi pribadi yang sangat pendiam dan tertutup. Semua kejadian menyedihkan waktu itu merubahnya begitu saja.

DiTalak setelah Akad dan ditinggal pergi untuk selamanya oleh ayahnya, belum lagi cap sebagai janda kembang dari para tetangganya yang seakan-akan tidak sama sekali perduli akan mental Delisa yang sedang dibuat berombak.

Sudah tiga bulan setelah Pak Herman pergi, Delisa masih saja mengunjungi makam sang ayah setiap harinya tanpa terlewatkan.

Disana ia kerap menangis, meraung keras hanya untuk sekedar membebaskan hatinya dari penderitaan yang terbentuk dengan tiba-tiba itu.

Wahyu sudah tidak lagi menghubunginya sejak saat kata Talak terucap itu. Dan Delisa pun tidak berharap untuk tahu kabar dari Wahyu walaupun rasa cintanya masih besar padanya.

Fauzan dan Ratna berdiri jauh dari tempat Delisa saat ini. Ibu sambung dan kakak kandungnya itu menatap tidak tega pada gadis 21 tahun itu.

Hingga ketika munculnya sebuah ide dari Fauzan yang membuat Ratna berpikir sejenak.

''Bu, Abang mau carikan kampus untuk Delisa.''

Ratna hanya menoleh sesaat, sebenarnya ide dari Fauzan bagus tetapi ia tidak yakin kalau Delisa akan menyetujuinya karena untuk keluar kamar untuk makan saja Delisa malas. Delisa keluar kamar hanya pergi ke makam ayahnya selebihnya terus berada di kamarnya.

''Kampus Bang? tapi apa Delisa mau.''

''Fauzan bakal bicarain dengan Delisa Bu. Karena mungkin saja dengan belajar, dia akan melupakan kesedihannya.''

Maka disinilah mereka berada. Diruang tamu Fauza dan Ratna menunggu Delisa pulang dan memintanya untuk duduk bersama disana.

Tanpa menyahuti Delisa hanya menurut untuk duduk di sofa sebrang tempat Fauzan dan Ratna duduk.

''Dek, Abang sudah carikan kampus bagus untuk kamu,'' ujar Fauzan. Berharap Delisa menyahut, tapi tidak. Ia hanya diam dengan pandangan datar.

''Ibu juga sudah meninjau kampusnya, dan memang bagus,'' timpal Ratna. Namun, Delisa tetap diam.

Bukannya menyahuti, Delisa malah menoleh kearah jendela besar yang dapat melihat langsung para tetangga sedang berbincang disana dengan sesekali melirik kearah rumah mereka. Kalau bukan membicarakan salasatu penghuni rumah itu lalu apa yang mereka bicarakan.

Fauzan mengikuti arah pandang Delisa, ia pun langsung mengerti apa yang sedang adiknya pikirkan itu. ''Abang carikan kamu kampus bukan dikota ini, jadi kamu bisa sekalian mencari suasana baru,'' tutur Fauzan membuat Delisa kembali menoleh kearahnya.

''Suasana apa Bang yang dapat Delisa temukan? semua sudah terlihat suram.'' Delisa beranjak pergi, tidak ada jawaban setuju ataupun penolakan dari Delisa yang membuat Fauzan dan Ratna saling menatap bingung.

''Tuh 'kan, Ibu sudah menebaknya Bang. Adik mu tidak akan setuju,'' ucap Ratna yang terlihat murung.

''Tidak Bu. Delisa tidak menolaknya—''

''Ya tidak menolak, tapi tidak juga menerima. Lalu?'' potong Ratna.

Fauzan merasa tidak tega dengan adiknya itu. Dia tahu menjalankan kehidupan apa yang sudah terjadi pada Delisa itu pasti berat tapi dia tidak mau kalau adiknya itu terkubur di dalam lembah duka yang tidak berujung.

''Bu, seminggu lagi Fauzan berangkat. Mana tega Abang liat adik seperti itu terus,'' decih Fauzan yang sudah tidak tahu lagi apa yang harus dia lakukan.

Biarpun Ratna bukanlah ibu kandungnya, Fauzan tetap menghormatinya layaknya seorang anak pada ibu kandungnya. Tidak ada kata tiri diantara mereka.

''Ibu juga bingung Bang, tapi ibu bakal bujuk adik mu,'' tekad Ratna.

Fauzan mengangguk, ''Tapi Bu, apa tidak apa-apa kalau Ibu ditinggal sendirian disini?''

''Tidak apa Bang. Tenang saja, tidak perlu pikirkan ibu, pikirkan adik mu dulu.''

Fauzan tersenyum senang, tidak salah ia menganggap Ratna seperti ibu kandungnya sendiri. Karena Ratna pun menyayangi mereka layaknya anak kandungnya juga.

*

"Bu kami berangkat ya, ibu jaga diri baik-baik disini."

Fauzan menyalami punggung tangan Ratna begitu juga Delisa.

Ya, Delisa telah menyetujui ide Fauzan setelah Ratna yang membujuknya. Dengan alasan kalau mendiang sang ayah pernah mengatakan sangat menginginkan dia melanjutkan pendidikannya.

Dan dengan sangat terpaksa, Delisa pun menyetujuinya walaupun berat karena dia juga tidak tega meninggalkan ibunya sendirian dirumah.

Dengan taksi merekapun meninggalkan rumah yang sudah bertahun-tahun lamanya mereka tempati bersama ayah dan ibu sambungnya.

Sampai ketika mereka pun telah sampai disebuah rumah yang tidak terlalu besar dan tidak juga terlalu kecil. Fauzan mengeluarkan koper besar milik Delisa dari bagasi taksi kemudian masuk kedalam rumah setelah membayar sesuai ongkosnya.

''Ini rumah dinas, Abang dapat dari APBN. Tidak besar seperti rumah kita tapi ini cukup untuk kamu tempati selama berkuliah,'' ujar Fauzan sembari berjalan menggeret koper milik Delisa.

''Bang kenapa tidak pinta Ibu untuk ikut?'' Fauzan menoleh, hatinya merasa lega karena mendengar adiknya sudah bisa bicara dengan nada normal tidak seperti sebelumnya yang datar dan dingin.

''Sudah, Abang sudah pinta ibu untuk ikut. Tapi Ibu menolak karena tidak mau meninggalkan rumah kenangan keluarga kita,'' jawab Fauzan dan Delisa pun mengangguk-anggukan kepalanya.

''Disana keperluan mu kuliah, tidak ada ospek kamu hanya perlu menemui dekan dan katakan kalau kamu adik ku, mengerti?''

''Mengerti Bang!''

''Kalau begitu kamu istirahat, Abang akan berangkat. Jaga diri baik-baik, cari kesibukan lain selain berkuliah.''

Fauzan pun pergi meninggalkan adik perempuannya yang mengantarnya sampai depan rumah. Fauzan adalah seorang pelaut, ia TNI angkatan laut. Sebenarnya berat meninggalkan adiknya itu dikota baru yang harus saja Delisa injakan kakinya itu. Tapi dia harus melakukannya karena dengan begitu Delisa akan dengan cepat bersosialisasi kembali dengan dunia barunya.

Delisa kembali masuk kedalam rumah, berjalan menghampiri meja yang sudah tersedia keperluan kuliahnya sampai terdapat sebuah kartu kredit dan satu amplop yang berisikan tumpukkan uang untuk keperluan nya beberapa bulan ini.

Delisa duduk disofa, ia mengambil sesuatu dari dalam tasnya, ya sebuah cincin yang tersimpan di kotak kaca. Air matanya kembali berderai mengingat momen haru saat kata Sah! bergaung dan kata menyakitkan yaitu 'Talak!' menyusulnya.

Dia tidak tahu nantinya akan seperti apa, tapi dia berharap tidak ada yang mengenalnya dikota itu. Rasa malu dan sedih membuat mentalnya waktu itu hancur dan itu karena Wahyu, pria yang sangat ia cintai.

''Delisa kamu harus bisa bangkit!'' gumam Delisa menyemangati dirinya sendiri sendiri.

*

Ditempat lain. Wahyu yang sedang berada disebuah pertemuan keluarga hanya bisa diam menyimak pembicaraan sampai ketika, Heni sang Ibu menyinggung tentang perjodohan antara Wahyu anaknya, dan gadis cantik yang duduk disebrang meja.

"Kita akan melanjutkan perjodohan ini, benar kan Mbak Yuni?'' ucap Heni pada wanita paruh baya seusianya yang duduk sebrang mejanya.

''Benar, sejak dulu kita sudah bicarakan ini bukan?''

''Bu, apa maksudnya?'' tanya Fauzan berbisik.

Terpopuler

Comments

Bundanarti

Bundanarti

lanjut, seru sepertinya nih

2024-08-10

0

Rosmaliza Malik

Rosmaliza Malik

harap tak akan bahagia....

🫢kejam tak kalau mendoakan yang buruk utk orang lain

2023-09-21

0

Natha

Natha

Pantas saja sekali gebug bibir Wahyu langsung sobek..
Ternyata Fauzan seorang tentara. tak diragukan lagi kekuatannya 🤣🤣🤣

2023-08-03

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!