Ketika Ibu Mertua Datang Ke Rumah
Bab 1
"Tiara, kamu bisa nggak sih bangun lebih pagi? Ini udah jam berapa? Kamu setiap hari bangun siang, ya?" omel seorang wanita paruh baya bernama Bu Ismiyati pada seorang wanita muda yang baru saja bangun dan bersiap untuk pergi bekerja.
Memang perbuatan wanita itu juga tidak dapat dibenarkan. Tapi sebagai istri yang bekerja, seharusnya Bu Ismiyati dapat memaklumi wanita yang tidak lain ialah menantunya sendiri.
"Maaf, Bu! Tiara ada banyak kerjaan kemarin. Tiara agak capek," ungkap seorang wanita bernama Tiara itu.
Tiara masih tetap bersikap sopan, meskipun sebenarnya wanita itu agak lelah dan jengkel. Beberapa hari ini ketenangannya mulai terusik sejak kedatangan ibu mertuanya dari kampung.
"Ibu kenapa? Pagi-pagi udah ngomel," tegur Dimas, suami dari Tiara.
"Ini istri kamu! Sudah siang begini baru bangun. Belum masak, belum cuci baju, belum bersih-bersih," ujar Bu Ismiyati mengadu.
Dimas hanya bisa tersenyum. Mereka memang sudah terbiasa dengan rutinitas seperti ini. Karena Tiara juga bekerja, Dimas pun membebaskan sang istri untuk melakukan apa pun di rumah, dan tidak memaksa Tiara untuk menyelesaikan semua pekerjaan rumah tangga.
"Kamu udah jadi seorang istri, Tiara. Harusnya kamu belajar mengurus rumah dan suami!" sahut Bu Ismiyati pada Tiara.
Tiara hanya bisa mengangguk tanpa berani membantah. "Tiara biasanya juga rajin kok, Bu," timpal Dimas ikut bersuara.
Sebagai seorang suami, hanya ingin bisa dilakukan oleh Dimas. Setidaknya Dimas masih berusaha membela istrinya di depan sang ibu dan mencoba memberikan pengertian pada Bu Ismiyati.
"Kita siap-siap dulu ya, Bu? Keburu telat nanti pergi kerjanya," ucap Dimas menghentikan perdebatan kecil mereka di pagi hari.
Bu Ismiyati pun menghentikan omelannya pada sang menantu. Baru saja wanita paruh baya itu menginap beberapa hari di rumah Dimas, tapi Bu Ismiyati sudah berhasil memporak-porandakan suasana damai di rumah putranya sendiri.
"Anak muda zaman sekarang emang susah dikasih tahu," gumam Bu Ismiyati sembari melangkah meninggalkan putra dan juga menantunya.
"Jangan diambil hati, ya? Ibu emang kaya gitu," tukas Dimas berusaha menenangkan sang istri.
"Nggak apa-apa, Mas. Aku ngerti. nggak akan aku masukin ke hati," timpal Tiara.
Baru diomeli sekali-dua kali saja, Tiara masih bisa menerima. "Maaf, aku bangun siang. Aku belum nyiapin sarapan buat kamu," ucap Tiara mulai merasa tidak enak hati pada Dimas, meskipun biasanya memang inilah yang terjadi saat mereka di rumah berdua.
"Kamu nggak perlu minta maaf. Aku tahu kamu juga capek kerja. Nggak perlu dipikirin lagi, ya?"
Usai bersiap rapi dengan pakaian kerja, Tiara bergegas mengambil dompet dan hendak pergi ke warung untuk membelikan sarapan. Ya, wanita itu memang jarang mengurus pekerjaan rumah, termasuk memasak untuk suaminya. Apalagi di waktu pagi. Tiara sudah tidak punya banyak waktu lagi.
"Kamu mau ke mana, Tiara?" tegur Bu Ismiyati pada Tiara yang hendak keluar dari rumah.
"Tiara mau beli sarapan buat Mas Dimas, Bu. Ibu pengen sarapan apa? Biar Tiara belikan sekalian," tawar Tiara pada ibu mertuanya itu.
"Kamu mau beli makanan di luar? Kamu juga jarang masak ya?" tanya Bu Ismiyati dengan nada tidak suka.
Lagi-lagi hal ini menjadi masalah bagi Bu Ismiyati. Bangun siang, jadi masalah. Beli sarapan juga jadi masalah.
"Iya, Bu. Udah nggak ada waktu lagi buat masak. Jadi Tiara mau beli makan di luar aja. Ada banyak warung yang udah buka jam segini, Bu," ujar Tiara mencoba memberikan penjelasan dengan sopan.
"Udah tahu suami kerja pagi, pastinya butuh sarapan. Harusnya kamu bangun lebih pagi buat masakin suami," sahut Bu Ismiyati menyalahkan Tiara yang bangun siang.
Memang perkataan Bu Ismiyati juga tidak salah. Tapi dari sudut pandang Tiara, wanita itu merasa tidak mengabaikan tugas dan kewajibannya sebagai istri. Tiara masih tetap berusaha melayani suaminya dengan baik, disaat ia juga menyibukkan diri bekerja di luar untuk membantu finansial keluarga.
"Maaf, Bu. Besok Tiara pasti bangun lebih pagi. Hari ini kita beli makanan di luar aja, ya?" sahut Tiara dengan sabar.
Bu Ismiyati hanya diam. Baru tinggal beberapa hari di rumah itu saja sudah membuat Bu Ismiyati merasa gerah melihat tingkah Tiara dalam mengurus rumah dan juga putranya.
"Tiara pergi dulu, Bu!"
Usai menikmati sarapan bersama dengan Bu Ismiyati dan juga Dimas, Tiara dan Dimas pun bergegas berpamitan pada Bu Ismiyati untuk berangkat bekerja.
Dimas dan Tiara bekerja di tempat yang berbeda. Dimas bekerja sebagai seorang kepala security di PT Robycon, sementara Tiara bekerja sebagai supervisor di PT Karpala.
"Kami berangkat dulu ya, Bu?" Dimas dan Tiara bergantian mengecup punggung tangan Bu Ismiyati.
"Hati-hati, ya!" sahut Bu Ismiyati sembari menatap tas besar yang dibawa oleh sang menantu.
"Tiara, kamu bawa apa?" tanya Bu Ismiyati keheranan melihat menantunya membawa tas besar saat hendak berangkat kerja.
"Oh ini, Bu? Ini baju kotor. Nanti Tiara mau sekalian mampir ke tempat laundry," ungkap Tiara.
"Apa? Tempat laundry?" tanya Bu Ismiyati dengan dahi berkerut. "Kenapa mesti ke tempat laundry? Kalian kan punya mesin cuci sendiri!" sahut Bu Ismiyati.
Lagi-lagi Tiara melakukan hal yang tidak disukai oleh Bu Ismiyati. Setiap hal yang dilakukan oleh Tiara pasti dikomentari oleh ibu mertuanya itu.
"Nyuci baju aja kamu juga nggak mau?" omel Bu Ismiyati.
"Bukan begitu, Bu. Laundry baju sekali-sekali juga nggak masalah, kan?" sela Dimas ikut menimpali.
Sebelum perdebatan menjadi panjang, Dimas pun segera membawa istrinya pergi dari rumah. "Udah dulu ya, Bu! Kami berangkat dulu!" ucap Dimas.
"Tolong maklumi Ibu, ya?" pinta Dimas pada sang istri.
"Sekali dua kali aku masih bisa nahan, Mas. Tapi kalau berkali-kali, aku nggak janji bisa memaklumi lagi."
****
"Kamu baru pulang?" sapa Bu Ismiyati pada Dimas.
Dimas segera menghampiri sang ibu dan menemani Bu Ismiyati yang tengah duduk bersantai di kursi teras itu. "Dimas bawain martabak buat Ibu!" cetus Dimas sembari menyodorkan makanan hangat itu pada Bu Ismiyati.
"Ibu masih kenyang. Kamu buruan mandi sana!"
Bukannya masuk ke dalam rumah, Dimas pun memilih untuk duduk di teras bersama dengan sang ibu. "Dimas mau istirahat dulu."
"Ibu betah nggak di sini?" tanya Dimas mulai membuka perbincangan. "Di sini beda jauh sama di Sukoharjo, ya?"
Bu Ismiyati menoleh ke arah sang putra, kemudian melempar senyum tipis. "Beda jauh. Ibu kan biasa tinggal di kampung. Ibu belum pernah mantap di kota besar kaya gini," jawab Bu Ismiyati.
"Tapi Ibu senang kan di Tangerang?"
"Sekarang Ibu ada di rumah anak Ibu. Nggak ada alasan buat Ibu buat merasa nggak senang di sini."
"Syukurlah kalau gitu," sahut Dimas.
Dimas memainkan jemarinya dengan gelisah. Pria itu nampak sekali ingin menyampaikan sesuatu pada Bu Ismiyati, tapi Dimas sendiri justru kebingungan bagaimana mengungkapkannya pada sang ibu.
"Ada yang mau kamu omongin sama ibu?" tanya Bu Ismiyati kemudian.
Karena kegelisahannya sudah ketahuan, Dimas pun tidak ingin menghindar. "Ibu masih kesel sama Tiara?" tanya Dimas mulai membahas sang istri.
"Siapa yang kesel sama Tiara?" elak Bu Ismiyati.
"Bagus deh kalau ibu nggak kesel sama Tiara," timpal Dimas.
"Ibu bukannya kesel sama Tiara. Hanya saja, ibu berharap Tiara bisa jadi istri yang lebih rajin. Ibu berharap Tiara bisa ngurus rumah dan suami lebih baik lagi. Kalau sekarang aja Tiara udah kaya gini, gimana nanti kalau kalian punya anak?"
Dimas cukup memahami hal yang dicemaskan oleh sang ibu. Tapi menurut Dimas, hal yang dilakukan oleh Tiara saat ini tidak perlu terlalu dipermasalahkan.
"Bu, mungkin buat Ibu Tiara itu istri yang nggak rajin. Tapi bagi Dimas, Tiara itu istri yang paling baik. Mungkin Ibu dan Tiara hanya berbeda cara saja. Tiara tetap menjalankan tugasnya dengan baik sebagai istri meskipun caranya nggak sama dengan Ibu," ungkap Dimas mencoba membangun image baik untuk istrinya di depan sang ibu.
"Tolong pahami cara Tiara, Bu. Tiara bukannya males masak. Tiara bukannya nggak mau cuci baju. Tiara tetap menyelesaikan pekerjaannya meskipun dengan cara yang berbeda dengan Ibu, kan?" sambung Dimas.
Bu Ismiyati masih tidak mau mengerti. Baginya, seorang perempuan apalagi seorang istri harus bisa mengerjakan sendiri pekerjaan rumah tangga. Bu Ismiyati tidak suka melihat Tiara yang mengandalkan makanan warung dan juga laundry untuk mengurus kebutuhan sehari-hari.
"Ibu bukannya mau menghakimi cara Tiara, Dimas. Tapi apa salah kalau Ibu pengen anak Ibu di masakin sama istrinya? Apa salah kalau Ibu pengen anak Ibu dicuciin baju sama istrinya? Permintaan ibu juga nggak susah, kan?"
"Tapi Tiara bekerja, Bu. Tiara sama capeknya seperti Dimas. Apa salahnya kalau Tiara pengen istirahat tanpa mikirin pekerjaan rumah? Selama ini Tiara bantuin Dimas, Bu. Kalau nggak ada Tiara, Dimas nggak akan bisa ambil rumah KPR di sini. Dimas nggak akan bisa bayar cicilan," terang Dimas.
Tiara memang bekerja untuk membantu finansial sang suami. Gaji Tiara biasanya digunakan untuk mengurus KPR dan ditabung. Sedangkan gaji Dimas digunakan untuk keperluan mereka sehari-hari.
Tiara sangat bahagia meskipun wanita itu harus tetap bekerja membantu suaminya. Walaupun mereka belum mempunyai anak setelah 2 tahun menikah, tapi Tiara sudah cukup puas bisa membangun rumah tangga yang harmonis bersama dengan Dimas.
Setidaknya Tiara saat ini sudah mempunyai rumah yang nyaman bersama dengan suaminya, meskipun ketenangannya saat ini sudah terganggu dengan kedatangan ibu mertua. "Tolong mengerti keadaan Tiara ya, Bu? Tolong jangan berdebat soal ini lagi ke depannya!" tukas Dimas.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
blecky
toh tiara g luoas jodeat ejdi istri
2023-04-20
0