Sudah lewat sebulan, peristiwa yang menyedihkan tentang meninggalnya Eko, anak pertama pasangan Isti dan Podin itu terjadi. Desas-desus dan isu hantu tanpa kepala sudah mereda. Demikian juga berita tentang hilangnya mayat dalam kuburan juga sudah tidak dibicarakan lagi.
Setelah istrinya tenang, bisa menerima kenyataan tentang peristiwa yang menimpa anaknya, akhirnya Podin ingin menunjukkan sesuati yang pasti akan mengejutkan istrinya. Podin mengajak istrinya ke kamar. Tentu Podin ingin menunjukkan sesuatu pada istrinya, yaitu harta benda yang dimiliki oleh Podin. Harta benda yang didapatkan oleh Podin, peti harta karun yang penuh dengan berbagai perhiasa serta barang berharga yang sangat banyak dan berlimpah.
"Bu ..., ayo ke kamar ...." ajak Podin pada istrinya.
"Ada apa, sih ..., Pak ....? Kan tadi sudah ...." sahut istrinya yang sudah dipegang lengannya oleh Podin, ditarik diajak masuk ke kamar.
"Iih ..., bukan itu .... Ada sesuatu yang ingin saya tunjukkan padamu ...." kata Podin yang memberi harapan pada istrinya.
"Apaan, sih ...?" sahut istrinya, yang langsung berdiri dan mengikuti suaminya.
Selanjutnya, di malam yang sepi itu, dimana anak-anaknya sudah pada tidur, Podin yang menyeret istrinya ke kamar, memberitahu pada istrinya, akan menunjukkan sesuatu. Lantas Podin membuka lemari yang selalu dikuncinya itu. Lantas mengambil peti harta karun yang ada di dalam lemari itu. Peti harta karun itu di letakkan di atas lantai kamarnya, Podin akan membukanya bersama istrinya.
"Lihatlah, Bu .... Coba tebak .... Apa kira-kira isi dari kotak ini ...?" kata Podin yang menunjukkan peti harta karun itu kepada istrinya.
"Lhoh ..., Pak ..., kok Peni harta karun itu ada lagi ...?" tanya istrinya yang tentu bingung, karena peti harta karunnya yang dulu sudah hilang, tidak ada di dalam lemari, tetapi kini suaminya sudah kembali menunjukkan peti harta karun itu kepada dirinya.
"Iya, Bu ..... Saya mendapatkan peti harta karun ini lagi .... Saya diberi oleh kakek itu lagi ..... Ya ..., saya menanyakan tentang peti kita dahulu yang hilang. Ternyata kalau peti itu kosong, akan kembali ke kakek tua itu. Karena peti harta karun yang dulu sudah habis isinya, maka saya mendapatkan ganti ini ...." kata Podin pada istrinya.
"walah .... Ternyata kakek tua itu baik hati ya, Pak ...." sahut Isti
"Mari, mendekatlah, Bu .... Ayo, kita lihat, apa isi dari peti harta karun ini ...." kata Podin kepada istrinya.
Tentu istrinya pun tersenyum girang menyaksikan peti harta karun itu. Yang pasti harapannya di dalam peti itu terdapat berbagai macam perhiasan. Lantas Ia pun langsung mendekat kepada suaminya yang akan segera membuka peti harta karun itu.
Dan benar. Podin pun kemudian membuka peti harta karun itu. Tutup peti bagian atasnya ia lepaskan. Lalu ia buka. Dan apa yang ia lihat?
"Wow .... Lihat ...! Seperti ini, Bu .... Luar biasa, Bu .... Ini sangat bagus, Bu .... Coba lihat ini, Bu ...." begitu kata Podin sambil menunjukkan isi yang ada di dalam peti harta karun itu. Bahkan tangannya pun tak luput untuk menjemput beberapa harta benda yang ada di dalam peti itu, kemudian setelah angkat naik, perhiasan itu dilepaskan lagi. Sehingga terdengarlah suara gemerincing logam-logam mulia yang saling beradu di dalam peti tersebut.
"Wah, Pak .... Ini emas permata, Pak .... Ya ampun, Pak .... Banyak sekali, Pak ..... Bagus-bagus, indah-indah cantik-cantik .... Saya suka yang seperti ini, Pak ...! Pak, saya minta ya, Pak .... Saya mau pakai yang ini ya, Pak. Saya mau coba gelang yang ini ya, Pak ...." kata Isti pada suaminya, yang tentu sudah mengambil beberapa gelang, kemudian ia kenakan di lengan tangannya.
Ya, tentu itu sebagai ganti ketika gelang-gelangnya yang kemarin sudah dijual oleh suaminya, karena untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Tentu melihat kenyataan seperti itu, sangat senang istrinya. Sangat gembira dia. KIni Isti bisa mengenakan cincin serta kalung yang sangat indah dan bagus-bagus.
Tidak hanya perhiasan gelang dan kalung saja, bahkan di dalam peti harta karun itu juga terdapat permata-permata yang indah dan menarik. Tidak hanya perhiasan dan permata, di dalam peti itu juga terdapat koin-koin uang emas yang harganya pasti sangat mahal.
Tentu Podin sangat gembira ketika mengetahui isi dari peti yang ia bawa dari pulau malam itu. Ternyata isinya adalah benar-benar barang-barang yang sangat berharga. Tidak cuman perhiasan dan permata-permata yang nilainya tinggi, tetapi di dalam peti itu juga terdapat koin-koin uang emas yang jumlahnya sangat banyak dan berlimpah. Seandainya satu keping koin saja dijual, pasti itu akan dibeli dengan harga mahal dan mendapatkan uang yang lebih besar daripada yang kemarin ia peroleh waktu mengambil peti harta karun yang pertama. Ya, meski di dalam peti itu tidak ada uang kertasnya, namun nilai dari harta benda yang ada dalam peti itu jauh lebih besar dan jauh sangat banyak. Sungguh menyenangkan. Malam itu, Podin dan istrinya sudah bergelimang harta benda. Mereka bergelimang aneka perhiasan dan permata. Mereka bergelimang kekayaan yang tidak ternilai harganya.
Pasti sebagai seorang wanita yang melihat perhiasan yang beraneka rupa itu, perhiasan yang bermacam-macam itu, aneka rupa wujud kalung, gelang, ada cincin, ada anting-anting, serta perhiasan-perhiasan yang lainnya, perhiasan-perhiasan yang terbuat dari emas dan batu-batu permata ini, merupakan idaman dari setiap wanita. Maka tentu Isti yang menyaksikan isi dari peti harta karun itu, ia sangat gembira, ia sangat senang. Bahkan kegembiraannya itu sudah melupakan kesedihannya. Melupakan akan kematian anaknya yang tragis. Bahkan juga melupakan anaknya yang diceritakan oleh orang-orang, anaknya yang diomongkan oleh setiap warga sudah menjadi hantu tanpa kepala. Sudah diceritakan bagaimana kuburan anaknya yang kosong tidak ada mayatnya.
Kini, Isti sudah kembali menjadi orang yang lebih bergaya. Kembali menjadi orang yang sombong dengan harta kekayaannya itu. Dia sudah bisa pamer gelang, pamer cincin, pamer kalung, pamer segala perhiasan yang tentu untuk mendapat pengakuan dari para tetangganya, orang-orang lain, bahwa dirinya adalah orang kaya. Isti ingin mempertontonkan, mempertunjukkan kepada perempuan-perempuan lain, yang ia tahu dan ia kenal, nahwa dirinya adalah orang kaya yang punya perhiasan banyak. Bahkan kalau sehari akan berganti perhiasan sepuluh kali pun bisa.
Itulah sifat wanita yang selalu ingin pamer, yang selalu ingin dipuji, yang selalu ingin mendapatkan sanjungan dari orang-orang di sekitarnya. Ya, seperti itulah Isti yang sudah kembali menjadi orang kaya lagi. Isti yang sudah diberikan perhiasan aneka rupa oleh suaminya.
Tidak hanya Isti, Podin pun juga ikut kembali menjadi pongah. Tentu karena harta kekayaannya bertambah lagi. Kini ia tidak hanya memiliki uang uang kertas yang merupakan lembaran-lembaran berwarna merah, tetapi justru lebih tinggi nilainya dari itu. Podin mempunyai uang yang berwujud koin-koin emas dalam jumlah yang sangat banyak, dalam jumlah yang tak terhitung. Bahkan koin-koin emas itu kalau dijual, kalau ditukarkan dengan uang kertas, maka jumlahnya akan melebihi dua kali lipat dari uang yang dulu pernah didapatkannya. Tentu Podin sangat bangga, sangat senang, dan tentu ia bisa memenuhi semua hasrat dan kebutuhannya kembali. Setidaknya, ia bisa pamer harta kekayaan itu kepada orang-orang yang ada di sekitarnya. Kini Podin tidak lagi memakai handphone yang jadul. Tetapi handphonenya sudah bagus, handphonenya lebih keren, handphonenya harganya lebih mahal. Podin tidak mau ketinggalan dan tidak mau kalah dengan orang-orang lain. Barang-barang yang dimilikinya tidak mau kalah dengan milik para tetangganya. Dia ingin menunjukkan bahwa dirinya adalah orang yang mempunyai uang banyak dirinya adalah orang yang kaya dirinya adalah orang yang memang pantas untuk dihormati karena harta kekayaan yang dimilikinya
"Bu ..., rencananya saya akan menjual beberapa koin emas ini untuk buat modal usaha. Boleh kan, Bu?" tanya Podin pada istrinya.
"Ya boleh toh, Pak .... Malah Saya senang kalau bapak mau buka usaha. Kira-kira Bapak mau buka usaha apa?" tanya istrinya pada Podin.
"Saya akan beli beberapa mobil, untuk usaha persewaan mobil. Kira-kira bagaimana, Bu ...?" tanya Podin meminta pertimbangan kepada istrinya.
"Walah ..... Kok mobil sih, Pak ...? Apa Harganya tidak mahal? Terus nanti yang nyupir siapa ...? Terus nanti yang ngurusi iapa? Lah mbok misalnya beli toko atau ruko gitu agaimana, Pak ...? Nanti kan saya bisa nyambi jualan. Bapak juga bisa membantu jualan di toko itu. Kan malah lebih enak .... Kita terlihat jelas kerjanya, Pak ...." kata Isti pada suaminya, yang tentu memberi pertimbangan.
"Ya coba, nanti saya mau konsultasi dulu sama Pak Mandor, teman saya yang paling akrab itu, dan tentu biasanya dia memberi nasehat-nasehat dan masukan kepada saya. Mana yang lebih tepat, apakah saya harus usaha beli toko, ataukah saya membuka usaha rental mobil." kata Podin yang tentu ingin membahas rencananya itu kepada orang yang dianggap lebih tahu dan paham tentang seluk beluk wirausaha.
"Ya .... Kalau saya sih, mestinya ya mending beli toko saja, Pak .... Lah kalau belinya itu ruko, nanti kita kan bisa tinggal di sana, sambil tiduran di sana. Lah rumah kita yang di sini, itu sebagai rumah yang khusus untuk rumah mewah. Tempat tinggal kita yang utama. Tetapi nanti kalau di ruko itu, kita juga bisa istirahat, Pak .... jadi lebih enak. Dan anak-anak juga tidak kesana kemari. Anak-anak bisa terjaga, karena nanti kita bisa pulang pergi bersama satu mobil." kata Isti yang memberikan gambaran pada suaminya.
"Lah kalau rental mobil kan juga enak .... Kita di rumah saja, yang menjalankan sopir atau direntalkan tanpa sopir, yang menyewa menyopir sendiri. Nah, kita kan cuma terima uang. Gampang kan, Bu." kata Podin yang juga beralasan bagaimana enaknya punya usaha rental mobil.
"Iya, benar Pak ..... Tetapi yang namanya usaha rentalan mobil itu resikonya juga besar, Pak .... Coba bayangkan, kalau misalnya mobil itu dibawa lari oleh yang sewa mobil...? Terus mobil itu tidak dikembalikan ...? Atau mobil itu tabrakan hingga rusak? Terus, modal kita bagaimana, Pak ...? Kita kan kehilangan mobil, kehilangan modal, kehilangan uang .... Tidak dapat penghasilan apa-apa .... Rugi kan, Pak ...?" kata istrinya yang tentu juga memberi pertimbangan-pertimbangan lainnya.
"Memang semua usaha itu ada resikonya. Tinggal resikonya itu besar atau kecil. Ya, nanti coba kita lihat-lihat dulu .... Karena kalau kita beli ruko itu harganya juga mahal. Paling tidak kalau kita beli ruko sekarang itu, yang biasa saja paling tidak sudah sampai satu miliar, loh, Bu ...." kata Podin yang sudah mempertimbangkan mahalnya harga ruko.
"Iya, memang benar, Pak .... Tapi ruko itu kan utuh .... Tetap tidak berpindah-pindah dan tidak dibawa orang kemana-mana. Tidak mungkin akan hilang ...." sahut istrinya.
"Ya ..., ya ..., ya .... Sudahlah, nanti saya akan minta pendapat dari Pak Mandor. Saya akan minta pertimbangan dari Pak Mandor ...." kata Podin yang akan menentukan usaha yang terbaik.
Siang harinya, Podin menjalankan motornya, ingin menemui Pak Mandor. Ia pun langsung mengendarai kendaraannya, langsung melaju menuju proyek perumahan yang sedang digarap oleh Pak Mandor. Podin yakin pasti Pak Mandor ada di sana sedang menunggui para tukang yang sedang bekerja. Lantas Podin pun masuk ke proyek itu.
"Hei ..., Pak Podin ...! Mau ke mana ...?!" tanya salah seorang tukang yang kebetulan melihat kedatangan Podin.
"Mau menemui Pak Mandor ...!" jawab Podin kepada tukang yang menayainya itu.
"Oh ..., ya .... Itu orangnya ada di sana .... Di bagian tengah, sedang mengawasi tukang yang ngecor." sahut si tukang itu.
Kemudian Podin langsung melajukan kendaraannya menuju ke arah tengah proyek, di mana sedang ada karyawan yang ngecor bangunan.
"Halo, Pak Mandor ...." begitu kata Podin saat ketemu Pak Mandor.
"Wah ..., Podin .... Gimana kabarnya, Din ...? Ada perlu apa ini, kok nyari saya?" kata Pak Mandor yang tentu langsung menyalami Podin.
"Saya mau minta pertimbangan sama Pak Mandor ...." kata Podin.
"Wes ..., ayo .... Kita ke bakul es itu dulu .... Sambil minum lah, Din .... Masak ngobrol tidak ada minumnya .... Mulutnya kecut, nanti ...." kata Pak Mandor yang tentu dia pengin dibelikan minuman sama rokok oleh Podin.
"Beres, Pak Mandor ...." sahut Podin yang langsung berjalan menuju ke warung emplek-emplek kepunyaan orang yang berjualan es dan rokok untuk orang-orang proyek di samping bangunan proyek itu.
"Saya, es teh sama rokok satu bungkus, Mbak ...." begitu kata Pak Mandor yang langsung meminta es sama rokok satu bungkus kepada perempuan yang jualan di pinggir proyek itu.
Tentu perempuan penjual itu langsung memberikan sebungkus rokok. Kemudian membuatkan es teh dua gelas, yang satu gelas untuk pak mandor dan yang satu gelas lagi untuk Podin.
"Gimana, Din ...? Ada apa ...? Ini istrimu sudah tenang? Sudah tidak menangisi anaknya lagi?" tanya Pak Mandor kepada Podin.
"Ya ..., syukurlah, Pak .... Istri saya sudah bisa tersenyum, bahkan juga sudah bisa tertawa. Makanya ini saya menemui Pak Mandor, ingin minta pertimbangan pada Pak Mandor." kata Podin pada Pak Mandor.
"Walah .... Pertimbangan apalagi ...? Lah kalau istrimu sudah baik, sudah bisa tertawa, sudah tidak masalah toh .... Kok masih minta pertimbangan-pertimbangan. Pertimbangan apalagi?" kata Pak Mandor kepada Podin.
"Begini lho, Pak .... Ya karena istri saya itu sudah baik, sudah bisa melupakan masalah anaknya, terus dia itu punya keinginan untuk buka usaha. Rencananya itu kan saya mau buka usaha. Terus terang Pak Mandor, saya itu pengin punya usaha untuk kerja. Saya dan istri. Siapa tahu besok kalau berhasil, ya dilanjutkan anak-anak saya. Begitu Pak Mandor." kata Podin kepada Pak Mandor.
"Lha kok minta pertimbangan kepada saya .... Maksudmu itu apa kamu mau mengajak bisnis saya?" tanya Pak Mandor kepada Podin.
"Bukan begitu, Pak .... Saya itu sudah punya rencana, tetapi istri saya juga punya rencana. Lah ini saya ingin minta pertimbangan, kira-kira rencana mana yang baik? Itu loh, Pak Mandor .... Nah, rencananya itu, istri saya minta dibelikan ruko. Nah dia rencananya akan jualan di ruko itu. Setidaknya nanti anak-anaknya bisa diajak, tidak tertinggal di rumah sendirian. Tidak ada yang ngurusin anak-anak. Lah kalau di ruko, nanti kan anak-anaknya kan bisa tinggal di kamar-kamar. Sedangkan yang bawahnya itu yang akan digunakan untuk jualan. Begitu loh, Pak Mandor ...." kata Podin pada Pak Mandor yang menjelaskan rencana istrinya yang ingin punya ruko.
"Wah, ya bagus itu .... Bagus, saya setuju." sahut Pak Mandor.
"Lha tapi, Pak Mandor .... Ruko itu kan modalnya juga besar .... Harga ruko saja sudah mahal. Belum lagi isi barang-barang yang ada di dalam tokonya. Nnanti modalnya juga besar, kan .... Banyak uang yang keluar, Pak ...." kata Podin yang mempertimbangkan modalnya.
"Halah, Din .... Modalnya itu sedikit .... Tidak masalah. Kamu tidak usah milih ruko yang gede-gede, ruko yang dua lantai saja, yang cukupan. Di ruko itu yang penting istrimu bisa jualan. Misalnya jualan barang-barang kering saja, jangan jualan barang basah nanti cepat basi. Kalau jualan barang-barang kering, misalnya peralatan dapur perkakas rumah tangga, itu awet. Tidak masalah. Tidak akan basi dan tidak akan dibuang. Jadi kamu nggak usah khawatir kalau misalnya tidak laku sehari dua hari. Kalau sehari tidak laku, barangnya masih ada, tidak bakalan basi. Atau jualan pulsa HP, itu sekarang juga laris ...." begitu jelas Pak mandor kepada Podin.
"Kalau ruko yang seperti itu harganya kira-kira nyampe berapa ya, Pak Mandor? tanya Podin yang memperkirakan harga ruko yang pas untuk kegiatan usaha jualan istrinya.
"Ya ..., kalau yang di pinggir jalan raya memang harganya agak mahal .... Setidak-tidaknya itu memang satu unitnya ya sampai satu miliar. Gini, Din .... Kebetulan ini di perumahan ini, nantinya yang bagian depan itu akan dibuat ruko-ruko, Din. Nah kamu pesan saja, beli di perumahan ini. Nanti kan rame. Perumahannya banyak, otomatis yang menghuni di perumahan ini, rukonya pasti ramai. Istri kamu nanti dagangannya juga akan laris. Karena di sini nanti penduduknya banyak. Apalagi di bagian sebrang sana nanti, akan dibangun obyek wisata. Pasti lebih ramai. Nah, otomatis nanti orang-orang akan pada beli di ruko-ruko yang ada di depan itu. Itu loh, tempatnya di sana itu, bagian depan dekat dengan jalan itu. Nah itu nanti semuanya akan dibuat ruko yang barisan paling depan itu. Harganya hanya delapan ratus jutaan .... Murah itu, Din ..." kata Pak Mandor yang tentu juga membujuk Podin untuk membeli ruko yang rencananya akan dikembangkan oleh bosnya Pak Mandor.
"Walah, bagus juga ide itu Pak Mandor. Tapi Pak Mandor ..., sebenarnya saya itu Ingin usaha rental mobil. Kalau menurut Pak Mandor, bagaimana ...?" tanya Podin pada Pak Mandor tentang rencananya itu.
"Walah, Din ..., Din .... Kamu itu akan buang-buang uang saja. Orang usaha rental itu modalnya saja sudah besar, Din .... Coba kamu bayangkan, kalau satu mobil itu dua ratus lima puluhan juta, kali empat mobil saja sudah satu miliar. Itu baru beli mobilnya. Belum lagi untuk perawatannya. Belum lagi kalau kamu punya sopir, harus membayar sopir. Nanti saat bannya halus, kamu harus ganti ban. Saat oli habis, kamu harus ganti oli. Apa itu kamu tidak menghambur-hamburkan uang? Iya kalau nasibmu itu untung terus .... Kalau suatu saat misalnya ada penyewa mobil yang nakal, ban yang bagus diganti jelek. Audio yang bagus diganti jelek, terus ya kalau hanya seperti itu, lah kalau misalnya mobil rentalan kamu itu dibawa lari? Digelapkan? Terus hilang? Apa kamu tidak tangisan, Din ...." begitu jelas Pak Mandor yang memberi gambaran tentang rencana usahanya.
Podin berdiam. Ternyata kata-kata Pak Mandor sama dengan kata-kata yang dilontarkan oleh istrinya. Berarti memang kemungkinan untuk usaha yang paling pantas dilaksanakan adalah membuka toko. Ya, walaupun untung sedikit, tetapi resikonya kecil. Kalaupun mau usaha rentalan, walaupun kelihatannya dapat uang besar, tetapi sebenarnya resikonya juga besar.
Akhirnya Podin berterima kasih kepada Pak Mandor. Ia pun lantas membayar rokok dan es teh. Kemudian berpamitan pulang. Dan pastinya akan menyampaikan hasil itu kepada istrinya. Podin pun sudah mengira, istrinya pasti senang, karena usaha yang diinginkannya akan terkabul. Usaha yang dikehendaki akan bisa dilaksanakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments