Setelah memiliki kendaraan, maka Podin tentu ingin menyenangkan hati anak-anaknya. Podin ingin memanjakan anak dan istrinya. Ia pun mengajak anak dan istrinya keliling perumahan, menyaksikan indahnya perumahan itu, menyaksikan bangunan-bangunannya yang bagus-bagus, termasuk menyaksikan para tetangga yang ada di perumahan itu. Maklum, selama tiga hari ia tinggal di perumahan itu, ia belum pernah ketemu dengan para tetangganya. Mungkin benar yang dikatakan oleh Pak Mandor, kalau perumahan itu para warganya keluar dari rumah sudah ada di dalam mobil. Pulang ke rumah juga langsung masuk ke garasi. Sehingga ia tidak bisa berkomunikasi dengan para tetangga. Maka, ketika ia berputar-putar komplek perumahan, ia sangat jarang melihat tetangganya berada di luar rumah.
"Pak ..., katanya mau mengajak saya sama anak-anak ke mall? Katanya mau membelikan baju untuk anak-anak? Kapan, Pak ...?" tiba-tiba Isti bertanya pada suaminya, saat ia diajak jalan-jalan keliling perumahan. Tentu sambil menggendong Antok di boncengannya, anaknya yang paling kecil.
"Iya, Buk .... Nanti kamu kasih tahu anak-anak, kapan kita akan ke mall. Setidaknya kita harus belikan pakaian buat anak-anak, biar kelihatan baru dan bagus, Buk ...." jawab Podin.
"Apa besok, Pak ...?" kata istrinya. Tentu Isti sebenarnya sudah ngebet penginke mall. Pastinya ia ingin tahu, seperti apa sebenarnya mall itu.
"Tidak apa-apa .... Yang penting anak-anak siap ...." jawab Podin.
"Besok habis si Eko sama Dewi pulang sekolah ya, Pak ...." kata istrinya.
"Ya ..., begitu saja .... Tapi besok kita naik taksi saja .... Kalau naik motor, boncengan berenam kurang nyaman, Bu .... Apalagi nanti kalau pulang bawa belanjaan yang lumayan banyak, susah bawanya ...." kata Podin yang tentu juga pikir-pikir kalau naik motor dengan memboncengkan istri dan anaknya ada empat orang. Pasti susah.
"Apa tidak naik angkot saja ...?" tanya Isti yang tentu khawatir kalau naik taksi bayarnya mahal.
"Walah, Bu .... Sekali-sekali jadi orang kaya gitu, lho .... Biar para tetangga kita di perumahan ini juga tahu kalau kita ini punya uang banyak ...." kata Podin yang tentu ingin pamer. Maklum jadi orang kaya memang gaya hidupnya juga pengin seperti orang-orang kaya para tetangganya yang lain itu.
"Iya, Pak .... Malah enak .... Tidak perlu jalan kaki." sahut Isti yang tentunya juga senang.
"Besok habis menjemput anak-anak pulang sekolah, kita langsung berangkat ya, Bu ...." kata Podin.
"Iya .... Besok beli mobil, Pak .... Biar kayak para tetangga kita itu .... Dari rumah keluar langsung sudah berada di dalam mobil. Tidak perlu susah-susah jalan ...." kata istrinya, yang tentu juga tergiur dengan para tetangga di perumahan itu, yang semuanya punya mobil.
"Saya belum bisa nyopir, Bu ...." sahut Podin polos.
"Ya latihan dong, Pak ...." sahut istrinya.
"Siapa ya, yang mau mengajari saya menyetir ...?" tentu Podin bingung.
"Tanya Pak Mandor .... Kalau Bapak bisa nyopir, punya mobil sendiri, pasti anak-anak akan lebih senang, Pak .... Saya juga senang, karena tidak repot sambil menggendong Antok terus-terusan begini ini .... Dan yang pasti, Pak ..., kalau kita punya mobil, panas tidak kepanasan ..., hujan tidak kehujanan .... Enak, kan ...?" kata istrinya yang tentu ingin suaminya beli mobil.
Podin mulai berfikir, kapan bisa menyetir agar bisa beli mobil. Karena untuk beli mobil maka setidaknya ia harus sudah bisa menyopir sendiri.
"Ya sudah .... Besok kapan-kapan saya akan tanya ke Pak Mandor, mau cari orang yang bisa mengajari nyopir. Besok kalau sudah bisa nyopir, kita beli mobil yang baru. Yang penting besok siang setelah menjemput Eko dan Dewi, kita berangkat ke mall. Kita belikan dulu pakaian untuk anak-anak. Kasihan sama mereka, pakaiannya jelek semua." kata Podin yang tetap akan berangkat ke mall untuk membelikan pakaian anak-anaknya.
"Tidak cuman pakaian anak-anak, Pak .... Saya juga minta untuk dibelikan .... Pakaian saya juga jelek-jelek kok, Pak ...." kata Isti yang tentu juga ingin dibelikan baju yang baru.
"Iya ..., nanti saya akan belikan semuanya .... Anak-anak dan juga kamu .... Pokoknya semuanya beli pakaian yang baru, beli baju yang baru, agar kita semua kelihatan seperti orang kaya dengan pakaian yang selalu bagus dan selalu baru ...." begitu kata Podin pada istrinya. Tentu dia tidak ingin anak dan istrinya kelihatan kumuh, kelihatan seperti gembel, yang tentu sangat tidak baik dipandang oleh para tetangga di perumahan yang semuanya adalah orang-orang kaya. Dan pastinya, Podin akan terlihat benar-benar layaknya orang kaya, karena pakaiannya yang dikenakan oleh anak-anak maupun yang dikenakan oleh istrinya tidak jauh berbeda dari para tetangganya.
"Iya ..., Pak .... Terima kasih .... Pokoknya nanti, saya dibelikan baju yang bagus, sama rok yang bagus .... Hehe ...." kata istrinya yang tentu sangat senang dengan apa yang sudah dijanjikan oleh suaminya. Ia pun tahu bahwa suaminya saat ini punya uang yang sangat banyak. Dan pasti bisa membelikan pakaian yang bagus-bagus.
Seperti yang telah direncanakan, akhirnya siang itu, setelah Podin menjemput anak-anaknya dari sekolah, ia mengajak seluruh keluarganya untuk pergi ke mall. Podin akan mengajak anak dan istrinya untuk berbelanja di mall.
"Ayo, semuanya .... Kita berangkat .... Kita akan pergi ke mall .... Kita akan beli pakaian yang baru ...." begitu ajak Podin kepada anak dan istrinya.
"Asiiik ...." anak-anaknya langsung gembira.
Isti yang memang sudag bersipa sejak suaminya berangkat menjemput anaknya dari sekolah, maka ia sudah berganti pakaian yang bagus. Demikian juga dengan Asri dan Antok. Dua anaknya yang kecil-kecil. Mereka sudah disalini pakaian yan paling baik. Tentu Isti tidak ingin kelihatan kumuh. Ia berfikir kalau orang-orang yang bisa dayang ke mall adalah orang-orang kaya yang tentu juga memakai pakaian bagus-bagus. Makanya ia pun mengenakan pakaian terbaiknya yang dibelikan oleh suaminya saat lebaran tahun lalu.
"Pak ..., nanti Eko dibelikan kaos, baju sama celana, ya ...." kata anaknya yang paling besar, yang tentu kepengin punya kaos yang bagus seperti teman-temannya.
"Iya ...." jawab bapaknya.
"Pak ..., nanti Dewi juga dibelikan rok yang bagus, ya ...." kata anak perempuannya yang besar.
"Iya .... Semuanya akan dibelikan baju baru yang bagus-bagus ...." jawab bapaknya lagi.
Setelah semuanya siap, dan sudah mengenakan pakaian terbaiknya, maka Podin langsung naik motornya, untuk ke pos satpam di depan, akan memesan taksi. Cari taksi di depan gerbang perumahan sangat mudah. Karena memang sering ada taksi yang mangkal di sana. Maklum, perumahan mewah yang penghuninya adalah orang-orang kaya, maka setiap saat banyak yang butuh taksi. Untuk sarana transportasi yang paling nyaman bagi mereka adalah dengan naik taksi. Apalagi taksi zaman sekarang, sudah dilengkapi dengan aplikasi on line. Jadi sangat memudahkan pemesanan.
"Mau ke mana, Pak Podin ...?" tanya satpam yang jaga di gerbang kepada Podin, saat melihat adaPodin yang lewat di situ.
"Anu .... Mau pesan taksi ...." jawab Podin.
"Kok tidak pakai aplikasi atau ditelepon saja ...?" kata satpam itu, yang tentu sudah lebih paham tentang aplikasi taksi on line.
"Nggak papa .... Sambil jalan-jalan, kok .... Biar sopir taksinya gampang untuk ke rumah saya. Kan bareng saya ...." sahut Podin, yang sebenarnya memang belum tahu apa itu aplikasi, dan juga belum punya HP.
"Ya, Pak ...." kata petugas satpam itu, yang lantas berteriak memanggilkan taksi, "Taksi ...!!"
Sopir taksi yang sudah paham kalau akan ada penumpang yang pesan taksinya, ia pun langsung menjalankan taksinya masuk gerbang.
"Ini, Pak Podin mau pakai taksi .... Silakan ikuti Pak Podin itu ...." kata petugas yang berjaga di pintu gerbang itu, sambil membukakan pintu gerbang.
Sopir taksi itu pun masuk ke pomplek perumahan, dan mengikuti jalannya sepeda motor yang dikendarai oleh Podin. Sebentar kemudian, taksi itu sudah sampai di depan rumah Podin, dimana anak dan istrinya sudah bersiap naik taksi.
"Asiiik .... Kita naik mobil sedan ...." Dewi kelihatan senang.
"Itu namanya taksi ...." kata Eko memberi tahu pada adiknya.
"Ayo ..., semuanya naik ...." kata Isti yang menyuruh anak-anaknya masuk ke taksi.
"Dewi duduk depan dipangku Bapak ...." kata Podin yang duduk di samping sopir.
Setelah semua siap, sopir itu menutup pintu, kemudian berangkat. Perlahan meninggalka halaman rumah Podin.
"Mau ke mana, Pak ...?" tanya sopir taksi itu ingin tahu tempat yang akan dituju.
"Ke mall ...." Isti langsung menyaut. Pastinya, Isti memang benar-benar gembira karena akan diajak ke mall.
"Oke ...." sahut sopir taksi itu yang langsung melajukan taksinya menuju mall.
Tidak terasa dan sangat enak rasanya naik taksi. Tentu karena mobilnya yang model sedan itu, memang dirancang agar penumpangnya seolah hanya seperti duduk saja. Suspensi yang bagus serta kelenturan shokbreaker yang juga baik, membuat penumpangnya terasa nyaman. Dan seolah dalam waktu sekejap, tanpa terasa ternyata mobil taksi itu sudah sampai di depan pintu masuk mall.
"Sudah sampai ...." begitu kata Podin kepada anak-anaknya, saat taksi itu sudah berhenti.
"Ayo turun ...." kata Isti, yang sudah dibukakan pintunya oleh sopir taksi itu.
Podin yang memangku anak perempuannya juga keluar dari taksi. Lantas mengulungkan lembaran uang kepada sopir taksi itu, untuk membayar ongkosnya.
Kemudian mereka memasuki halaman mall itu, menuju ke pintu masuk.
"Wao .... Bagus sekali, Pak ...." Isti terkagun saat menyakiskan bangunan megah dan besar yang ada di depan matanya itu.
"Ini mall, Pak ...?" tanya Eko, yang tentu belum pernah tahu tempat perbelanjaan yang besar itu.
"Iya .... Di dalam gedung itu, semua kebutuhan kita tersedia .... Mau apa saja, ada semuanya di sana." jawab Podin, yang tentunya juga agak gemetar menyaksikan bangunan super besar itu. Walau tahu tentang mall, tetapi ia juga belum pernah masuk ke dalamnya.
"Ayo kita masuk ...." ajak ibunya pada anak-anaknya. Tentu Isti sudah sangat ingin tahu yang namanya mall.
Mereka berenam pun masuk ke ruangan yang super besar itu. Dan tentu, saat pertama kali mereka menginjakkan kaki ke dalam mall, mereka berhenti sejenak. Mereka bingung dan sangat takjub. Ternyata di dalam gedung yang besar itu, terdapat banyak barang yang bermacam-macam jenisnya. Tentu mereka malah tengak-tengok kebingungan.
"Pak ..., tempat yang jual pakaian di mana ...?" tanya Isti pada suaminya.
"Sebentar, Bu .... Saya akan tanya ke satpam itu. Tolong anak-anak dipegangi semua, jangan sampai lepas ...." kata Podin yang langsung menemui satpam yang ada di dekatnya.
"Pak Satpam ..., kalau yang jualan pakaian-pakaian untuk istri dan anak-anak saya di bagian mana, ya?" tanya Podin pada satpam itu.
"Oh, pakaian di lantai dua, Pak .... Bapak bisa naik lift atau eskalator .... Itu tempatnya di sana." kata satpam itu sambil menunjukkan ke atas.
Podin melongokkan pandangannya ke atas. Ya, ia menyaksikan di lantai atas terlihat banyak pakaian yang bagus-bagus, yang terpajang sangat banyak. Lantas ia menemui anak dan istrinya.
"Di mana, Pak ...?" tanya istrinya.
"Itu, Buk ...." kata Podin sambil tangannya menunjuk ke atas.
"Walah ....?!" anak dan istrinya langsung melongok heran, begitu menyaksikan banyaknya pakaian yang terlihat dari tempatnya ia berdiri.
"Lhah, naiknya ke atas bagaimana, Pak ...?" tanya istrinya.
"Katanya naik lift atau eskalator ...."
"Tempatnya lift sama eskalaotor di mana, Pak ...?" tanya istrinya.
Mereka tengak-tengok. Bingung mencari benda yang namanya lift atau eskalator. Maklum, mereka baru pertama kali mendengar kata-kata itu. Pasti belum tahu maksudnya, apa itu lift dan apa pula itu eskalator.
"Pak ..., Buk .... Mungkin lewat di situ .... Itu ada orang-orang bisa naik ...." kata Eko yang setelah tengak-tengok, ia menyaksikan ada orang yang bisa berjalan naik.
"Ya ..., coba kita ke sana ...." ajak Podin pada anak dan istrinya.
Mereka pun bersama-sama menuju ke tempat yang ditunjuk oleh Eko. Dan ternyata benar. Di tempat itu terdapat tangga yang bisa berjalan sendiri.
"Walah ..., itu caranya naik bagaimana? Aku takut, Pak ...." kata Isti yang tentu takut saat menyaksikan tangga yang bisa berjalan itu.
Mereka mengamati setiap orang yang naik lewat tangga itu, Tentu mereka ingin tahu bagaimana caranya naik tangga yang bisa berjalan itu.
Tiba-tiba Dewi berlari, dan langsung naik ke tangga itu.
"Eee ..., Dewi .......!!! Hati-hati, Nok ...." Isti langsung berteriak, takut kalau anaknya kenapa-kenapa.
Tetapi, ternyata Dewi sudah sampai di atas. Sudah sampai di lantai dua. Eko pun yang sudah melihat Dewi, adiknya bisa naik, maka ia juga ikut-ikutan. Ternyata hanya dengan berdiri dan pegangan di bagian pinggirnya saja, ia sudah bisa naik sendiri. Wah, ini pengalaman yang baru buat mereka. Sesuatu yang belum pernah ia lakukan.
"Oo ..., naiknya memang lewat sini, Buk ...." kata Podin, yang kemudian membopong Asri, mengajak naik lewat tangga yang berjalan sendiri itu.
"Pak ..., saya bagaimana ...?" tanya Isti yang masih takut.
"Ayo, kita bareng-bareng .... Sambil pegangan saya, Bu ...." kata Podin yang tentu sambil memegangi istrinya dan membopong anak perempuannya yang kecil.
"Halah ..., Pak .... Saya takut ...." Isti masih ketakutan.
"Tangannya pegangan samping itu .... Biar tidak jatuh." kata Podin menyuruh istrinya pegangan.
Dan akhirnya, mereka sampai di atasm di lantai dua. Isti terhuyung-huyung saat selesai dan akan turun dari eskalator itu.
"Oo ..., ini kan yang namanya eskalator itu ...." gumam Podin yang seumur hidupnya baru pertama kali menyaksikan tangga yang bisa berjalan sendiri tersebut.
Begitu sampai di lantai dua, tempat dimana terpajang banyak pakaian, pasti anak-anaknya langsung berhambur memilih pakaian yang paling pas buat diri mereka masing-masing. Podin bingung, karena anaknya pada menghilang, ke berbagai tempat.
"Eee ..., semuanya bergandengan .... Jangan ada yang lepas .... Nanti kalau hilang, kalian tidak bisa pulang ...!" teriak Podin mengingatkan anak dan istrinya yang sudah tidak karuan ingin mendapatkan pakaiannya sendiri-sendiri.
"Tapi ini tempatnya beda-beda, Pak ...." kata Isti pada suaminya.
"Ya gantian .... Carikan dulu yang untuk anak-anak .... Nanti kamu yang terakhir .... Kalau anakmu hilang, bagaimana?" kata Podin yang mengingatkan istrinya.
Ya, memang di mall, pakaian itu ditata sesuai dengan ukuran dan jenisnya masing-masing. Pakaian untuk anak ditata berjejer khusus untuk anak-anak. Pakaian dewasa, ditata sesuai dengan ukuran dewasa. Pakaian wanita di sendirikan, pakaian pria juga disendirikan. Macamnya pun sangat banyak. Yang digelar pada tempat yang sangat luas. Pasti kalau Isti atau Podin membiarkan anak-anaknya memilih sendiri-sendiri, mereka akan hilang, tidak bisa menemukan orang tuanya. Makanya, Podin meskipun baru pertama kali masuk mall, ia tetap ingin menjaga anak-anaknya agar tidak tersesat begitu saja.
Akhirnya, mereka ke mana-mana selalu bersama dan saling bergandengan. Isti pun mulai sadar, kalau ia harus memenuhi kebutuhannya sendiri, nanti bisa bingung mencari suaminya. Kalau membayar, pakai uang siapa? Makanya, mereka memilihkan pakaian satu persatu anak-anaknya. Tentu anak-anaknya senang, karena bisa bebas memilik baju yang disenangi.
"Eko ..., katanya kamu mau beli kaos .... Sana pilih kaos yang bagus-bagus ...." kata bapaknya.
"Dua boleh, Pak ...?" tanya Eko yang tentu sudah memegang-pegang kaos yang dari tadi sudah dilirik.
"Tiga juga boleh .... Yang ini, Eko .... ini ada diskonnya ...." kata bapaknya yang sudah mengambilkan satu kaos untuk anaknya.
"Saya maunya yang warna biru atau abu-abu, Pak ...." sahut Eko.
"Ya .... Ini .... Biru satu, abu-abu satu ...." kata Podin yang sudah memilihkan kaos untuk anaknya yang paling besar itu.
"Sama ini ya, Pak ...." kata Eko yang sudah menunjukkan kaos yang dipegangnya.
"Ya ...." sahut bapaknya.
Eko sudah senang duluan. Karena kaos yang dikehendaki sudah dimasukkan dalam tas belanja. Malah masih ditambah pilihan bapaknya. Tidak hanya kaos, tetapi juga baju dan celana. Pasti ia sangat gembira. Baru kali ini ia dibelikan pakaian yang bagus-bagus oleh bapaknya. Biasanya kalau lebaran, yang membelikan ibunya, itu saja belinya di pasar kampung, nunggu obralan dari pedagang di pasar.
"Pak ..., rok yang ini untuk Dewi, cocok, nggak ...?" tanya Isti yang sudah mengangkat rok gadis kecil.
"Aku mau, Buk ...." Dewi langsung memegangi rok yang diambil oleh ibunya.
"Iya ...." kata ibunya yang langsung melepaskan rok yang sudah direbut oleh anaknya itu.
"Buat Asri sekalian, Bu ...." sahut Podin.
Setelah membelikan pakaian untuk anak-anaknya komplit, barulah Isti memegang-pegang pakaian yang pantas untuk dirinya. Ia mulai memegang daster, memegang baju gamis, bahkan juga memegang pakaian-pakaian lainnya. Termasuk memegang pakaian dalam yang selama ini kalau beli yang murahan di pasar. Kalau dimasuki tangan suaminya, kolornya langsung putus.
Demikian juga Podin. Ia juga memilih kaos, baju dan celana. Pastinya Podin juga ingin berpenampilan layaknya orang kaya. Maka ia pun tidak hanya membeli satu setel, tetapi Podin mengambil tiga potong kaos. Rencananya, nanti kaos-kaosnya yang sudah jelek akan dibuang saja.
"Sudah, Buk ....?! Ada yang mau dibeli lagi apa nggak ...?" tanya Podin pada istrinya.
"Sudah, Pak .... Sudah cukup .... Besok kalau mau lebaran, kita ke mall lagi ya, Pak .... Di sini pakaiannya bagus-bagus ...." kata istrinya yang tentu juga sudah senang karena sudah dibelikan pakaian yang bagus-bagus.
"Iya ...." sahut Podin yang tentu juga merasa puas bisa menyenangkan anak dan istrinya.
Selanjutnya, mereka ke kasir. Untuk membayar semua pakaian yang diambilnya. Ada empat tas belanja yang dibawanya. Maklum, memang kali ini mereka benar-benar memborong pakaian. Pastinya Podin ingin menunjukkan kalau anak dan istrinya punya pakaian yang dibeli di mall. Pakaian dengan kelas orang kaya.Bukan sekadar baju-baju kelas pasar kampung, yang kalau dipakai rasanya panas, dan begitu dicuci malah luntur warnanya.
Saat di kasir, pasti pegawai kasir itu terheran menyaksikan Podin bersama keluarganya itu berbelanja pakaian sebegitu banyak. Padahal ini bukan lebaran. Tetapi orang ini sudah memborong pakaian. Habis uang berapa ini untuk membeli pakaian sebanyak itu. Ya, kalau rata-rata satu orang dibelikan sekitar lima potong pakaian, dikalikan enam orang, berarti sudah ada tiga puluh potong pakaian. Wah, jumlah yang sangat banyak. Pantas sampai harus membawa empat buah tas belanja.
"Semuanya tiga juta delapan ratus lima puluh ribu, Pak ...." kata kasir yang sudah menghitung harganya. Tentu kasir itu berfikir, kok tidak sayang uang sebanyak itu untuk sekadar membeli pakaian. Tapi namanya orang kaya, kalau hanya sebesar empat juta, pasti jumlah uang yang sangat kecil.
"Ini, Mbak .... Tolong hitungkan." kata Podin yang memberikan segepok uang kepada kasir.
Tentu masih sisa banyak. Uang yang diberikan oleh Podin itu ada sekitar lima juta. Maka kasir itu pun memberikan sisa kembaliannya.
"Ini, Pak .... Masih sisa banyak ...." kata kasir itu.
Hari itu, Podin sudah membahagiakan anak-anak dan istrinya, bersenang-senang di mall.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments