Setelah dua kali Podin pulang pergi ke kantor pemasaran dan bagian penjagaan, tentu ia merasakan kelelahan. Ternyata dari rumah tempatnya tinggal menuju ke gerbang depan saja sudah membuat dirinya capek. Bagaimana kalau nanti yang bolak-balik adalah anaknya atau istrinya? Kasihan mereka itu. Podin tentu merasakan, betapa ia saat ini sangat membutuhkan kendaraan, sepeda motor.
Tentu, Podin ingin segera memiliki motor. Karena dari rumahnya saja, untuk keluar ke jalan raya, untuk menghadang angkot atau bus, jika ingin bepergian, ternyata lumayan jauh. Baru menuju Pos di gapura depan itu saja, sudah cukup jauh jalannya. Hal itu pasti dirasakan oleh istrinya atau anak-anaknya yang merasa kesulitan untuk bepergian yang jauh perjalanannya. Maka, Podin sudah berniat, hari itu harus beli motor.
Pagi itu, setelah ia kebingungan harus mengantarkan dua anaknya yang sekolah, dan juga kebingungan mencarikan tempat berbelanja bagi istrinya, maka Podin ingin segera menemui Pak Mandor. Tentu karena ingin minta tolong diantar membeli kendaraan bermotor.
"Mau ke mana, Pak Podin ...?" tanya petugas satpam yang tentu langsung hafal dengan Podin. Ya, karena Podin punya karakteristik yang berbeda dengan penghuni perumahan lainnya. Orangnya unik, masih kolot dan ketinggalan jaman. Istilah orang-orang sekarang, kurang gaul. Apalagi Podin sudah beberapa kali minya bantuan karena bingung untuk menggunakan fasilitas rumahnya.
"Pak Satpam ..., kalau saya akan ke proyek pembangunan perumahan yang ada di Bukit Teratai, caranya bagaimana?" tanya Podin kepada satpam itu.
"Lhah, kok mau ke perumahan lagi, apa mau beli rumah lagi, Pak Podin ...?" tanya satpam itu yang tentunya sudah mendengar cerita kalau Podin ini duitnya banyak. Beli rumah satu milyar lebih, uangnya hanya dibuntal kain.
"Walah .... Untuk siapa? Saya mau menemui Pak Mandor ...." jawab Podin.
"Mau ngapain, Pak Podin ...? Apa mau memborong bangunan?" tanya satpam itu lagi yang tentu penasaran.
"Bukan, Pak Satpam .... Mau saya suruh ngantar beli motor .... Ini saya akan beli motor .... Walah, kalau mau pergi-pergi bingung .... Jalannya jauh .... Kasihan anak dan istri saya ...." jawab Podin.
"Wo .... Mau beli motor ...? Lha kok tidak beli mobil sekalian, Pak Podin ...?" kata Satpam itu lagi yang justru memberi masukan untuk beli mobil.
"Walah .... Saya belum bisa nyetir ...." sahut Podin.
"Kalau mau ke proyeknya Pak Mandor ..., Pak Podin naik angkot saja .... Nyebrang dari sini, lalu menunggu angkot di sana, Pak .... Bilang sama sopirnya, turun di proyek Bukit Teratai." kata satpam itu.
"O, ya .... Terima kasih." sahut Podin.
Podin langsung berjalan ke arah sebran perumahan, untuk naik angkot, menuju ke proyek tempatnya Pak Mandor. Ya, Podin akan meminta tolong kepada Pak Mandor mengantarkan membeli kendaraan seperti yang pernah dikatakan oleh Pak Mandor kemarin. Pak Mandor sudah janji bahwa dirinya siap akan membantu untuk mengantarkan Podin beli kendaraan.
Setelah menyeberang jalan, kemudian Podin berdiri di sebrang depan pos pengamanan perumahan itu, ia menyegat angkutan yang akan lewat, menuju ke tempat proyeknya Pak Mandor. Lumayan lama menunggu angkuta itu. Akhirnya, setelah beberapa waktu lamanya, datanglah mobil kecil angkutan berwarna orange. Yaitu angkutan yang akan ia naiki. Podin mencegat angkutan itu. Setelah angkutan berhenti, ia naik, di bagian belakan sopir. Lantas sambil naik ia mengatakan kepada sang sopir, "Pak Sopir, tolong antarkan saya ke proyek pembangunan Perumahan Bukit Teratai, ya ...."
"Oh, iya .... Siap, Pak ...." jawab sang sopir angkutan itu, yang lantas secara pelan-pelan angkutan itu pun berjalan. Biasa, sambil mencari penumpang.
Tidak sampai membutuhkan waktu yang lama, angkutan itu pun sudah sampai di depan proyek perumahan, di mana Pak Mandor mengawasi para pekerjanya. Angkutan itu pun berhenti. Tentu sang sopir sambil memberi tahu penumpangnya, yaitu Podin, jika ia sudah sampai di tempat yang dituju.
"Ini, Pak .... Perumahan Bukit Teratai ...." kata sopir itu yang sudah meminggirkan mobilnya.
"Ya ..., terima kasih ...." sahut Podin.
Setelah membayar ongkos angkot, lantas Podin turun dari angkot itu. Kemudian berjalan masuk ke proyek di mana dulu ia pernah menjadi kuli, pernah menjadi tukang pengaduk pasir, yang tentu teman-temannya kenal semua sama Podin. Pekerja-pekerja yang ada di sana tahu kedatangan Podin. Maka mereka langsung memberikan ucapan dan sapaan kepada Podin.
"Halo, Podin .... Bagaimana kabarnya ...?!" tiba-tiba salah satu tukang bangunan menyapa Podin.
"Oei .... Haloo ....! Baik-baik ...." sahut Podin.
"Wah ..., dengar-dengar Podin sekarang jadi orang kaya, ya .... Lupa sama kita-kita ini, yang masih miskin ...." sahut temannya yang lain.
"Podin sekarang sudah naik pangkat .... Sudah tidak menjadi kuli lagi .... Sekarang sudah menjadi bos ...." begitu kata teman-temannya yang masih bekerja di proyek bangunan perumahan itu.
"Ya .... Seperti itulah .... Terima kasih, ya ...." sahut Podin.
"Wah .... Sekarang Podin sudah tidak mau jadi kuli lagi ...." kata yang lainnya.
"Ya ..., ya..., ya ...." sahut Podin, yang tentu dengan watak yang jemawa karena saat ini Podin masih punya uang yang sangat banyak.
"Pak Mandor ada di mana?" tanya Podin pada teman-temannya.
"Itu ..., ada di sana .... Di perumahan yang sebelah sana .... Masih menunggu tukang di sana." sahur temannya.
Lantas Podin pun menuju ke bangunan itu, yang ditunjukkan oleh temannya, di mana Pak Mandor berada di bangunan tersebut.
Sebenarnya, setelah Podin pergi menuju ke tempat bangunan yang ada Pak Mandor, teman-temannya pada berguncing. Tentu membicarakan perubahan sikap Podin. Walau terdengarnya ucapan-ucapan yang disampaikan oleh teman-temannya itu memang baik, namun sebenarnya banyak sindiran dalam ucapan-ucapan yang dikatakan oleh teman-temannya. Tentunya Podin tidak merasakan sindiran itu, karena saat ini ia sedang berkelimpahan harta.
"Ada apa, Din?" tanya Pak Mandor yang masih berada di dalam bangunan rumah, masih mengontrol para tukang yang sedang memasang keramik.
"Anu ..., Pak .... Anu Pak Mandor, saya mau minta tolong lagi, Pak Mandor .... Untuk mengantarkan saya beli kendaraan ...." kata Podin pada Pak Mandor. Tentu suara Podin itu didengar oleh para tukang yang ada di dalam bangunan.
"Waah ..., Podin mau beli motor baru ...." kata orang-orang dari dalam.
"Walah ..., jadi ini beli motornya ...?" tanya Pak Mandor.
"Iya, Pak .... Jalannya jauh. Capek jalan kaki terus ...." sahut Podin.
"Oh, iya .... Sebentar, ya .... Saya harus ngurusin tukang-tukang ini dulu .... Nanti kalau sudah beres membagi pekerjaannya, baru kita berangkat .... Ayo ..., sini lihat .... Ini bangunannya, harganya cuman lima ratus jutaan ...." kata Pak Mandor yang tentu memberi tahu harganya kepada Podin.
"Walah, rumah lima ratus jutaan tidak kelasnya Podin, Pak Mandor ...." sahut tukang pasang keramik dari dalam.
"Terlalu murah, Pak ...." timpal yang lain.
"Sini, Din .... Masuk sini, lihat bangunannya ...." kata Pak Mandor yang masih sambil mengatur para tukang.
Lantas Podin pun ikut masuk ke dalam bangunan yang sedang dipasangi lantai keramik itu. Lantas kata Podin, Wah ..., ini bangunannya dengan punya saya, bagusan rumah saya Pak Mandor ...." kata Podin yang tentu agak sombong, karena sudah punya rumah yang bagus.
"Ya jelas lah, Din .... Ini kan bangunan rumah dibawah kelasnya perumahanmu. Walaupun termasuk rumah mewah, tapi harganya itu hanya setengah miliar .... Tidak seperti rumah kamu yang harganya sampai satu setengah milyar itu .... Rumahmu itu kan benar-benar rumah mewah ...." Pak Mandor tentu pura-pura memuji Podin.
Demikian juga para tukang yang sedang mengerjakan di rumah itu, mendengar kata-kata Podin, langsung memandangi Podin dengan mata terbelalak. Kaget dan tentu juga heran kenapa Podin yang sekarang sudah berubah menjadi orang yang sombong.
Setelah beberapa saat berada di ruang rumah yang baru dibangun itu, setelah selesai mengatur para tukang, akhirnya pak mandor mengajak Podin untuk berangkat.
"Ayo ..., Din .... Kita berangkat sekarang, untuk beli motor. Jangan lupa, nanti saya dibelikan bensin sama rokok ya, Din ...." kata Pak mandor yang tentu minta upah kepada Podin.
"Iya, Pak Mandor .... Telas. Pak ..., nanti saya akan membelikan bensin sama memberi uang rokok untuk Pak Mandor. Jangan khawatir, Pak mandor .... Yang penting hari ini saya harus beli sepeda motor ...." kata Podin pada Pak Mandor.
Selanjutnya, Pak mandor pun menghidupkan motornya, akan berangkat berboncengan bersama dengan Podin.
"Ayo ..., sini .... Naik ke boncengan. Kita berangkat sekarang." begitu kata Pak Mandor yang selanjutnya menjalankan motornya.
Dalam perjalanan, tentu Pak Mandor masih saja mengobrol dengan Podin. Paling tidak menanyakan bagaimana rasanya tinggal di rumah yang mewah? Dan juga tanya bagaimana anak dan istrinya? Bisa tidur apa tidak? Dan sebagainya. Pokoknya Pak Mandor ingin tahu cerita Podin saat tinggal di rumah mewah.
"Ini kenapa, kamu buru-buru beli motor, Din ...? Kemarin saya tawari, kamu tidak mau .... Katanya pengin segera pindah .... Sekarang orang baru bekerja, orang baru mengatur tukang, kamu sudah datang mengganggu saja ...." kata Pak Mandor yang pura-pura jengkel.
"Habisnya, Pak Mandor .... Ternyata jalan dari rumah menuju keluar gerbang Perumahan saja, itu cukup jauh. Kesel, Pak .... Capek .... Kasihan anak-anak, kasihan istri saya. Makanya saya mau minta tolong Pak Mandor untuk mengantar saya beli motor itu segera .... Untuk sarana transportasi saya Pak. Saya kasihan melihat anak-anak kecapean, melihat anak-anak kelelahan kalau berjalan dari rumah sampai pintu gerbang." kata Podin yang tentu sudah merasakan bagaimana jalan yang sangat jauh itu, kalau ditempuh dengan jalan kaki pasti membuat kaki kelelahan.
Akhirnya, motor Pak Mandor sudah berhenti di depan sebuah dealer, toko sepeda motor. Lantas Pak Mandor mengajak masuk Podin.
"Ini, Din .... Silahkan memilih ..., sepeda motor yang seperti apa yang kamu inginkan?" kata Pak Mandor yang sudah menunjukkan motor-motor yang terpajang di dealer itu.
"Walah .... Bagus-bagus semua, Pak ...." kata Podin yang tentu bingung untuk memilih kendaraan yang paling cocok untuk dirinya.
"Pilih saja yang kira-kira kamu suka dan cocok untuk dinaiki." kata Pak Mandor.
"Saya penginnya yang motor bebek saja, Pak .... Biar nanti anak saya bisa duduk di depan." sahut Podin.
"Kalau maunya motor bebek, ya ini .... Ini bagus, Din ...." kata Pak Mandor yang memegang motor yang ada show room itu.
Tiba-tiba, saat Pak Mandor dan Podin sedang melihat-lihat motor yang dipajang itu, ada seorang perempuan mendatangi mereka. Tentu, perempuan itu adalah bagian pemasaran dealer itu.
"Mari, Pak .... Mau beli motor yang mana? Ini bagus, Pak ...." kata perempuan itu.
"Saya mau beli sepeda motor yang ini, Mbak ...." kata Podin sambil memegangi motor yang dari tadi sudah diperbincangkan dengan Pak Mandor.
"Yakin yang ini, Pak ...? Tidak yang lebih besar ini?" tanya perempuan itu.
"Ini saja, Mbak ...." sahut Podin yang tetap memegangi motor yang dipilihnya. Motor bebek warna merah.
"Baik, Pak .... Mari, silahkan ke meja itu .... Kita lunasi pembayarannya." kata perempuan itu.
Akhirnya, Podin bersama Pak Mandor menyelesaikan pembayaran. Sebuah motor bebek dengan harga tujuh belas juta. Tentu Podin sangat senang, karena sebentar lagi akan naik motor.
*******
Siang itu, mobil bukaan dari dealer yang membawa sepeda motor baru, datang di depan pos satpam Perumahan Permata. Pasti mobil itu akan mengantarkan motor yang dibeli oleh warga perumahan.
"Selamat siang, Pak .... Ini kami mau mengantar sepeda motor untuk pembeli atas nama Bapak Podin." kata sopir yang membawa sepeda motor itu, yang akan diantarkan ke rumah Podin.
"Oh, ya ..., Pak .... Silakan bapak masuk ..., jalan lurus saja. Nanti setelah mentok, Bapak Belok kiri, ke Jalan Permata Ujung. Nanti sampai jalan Permata Ujung. Nah, di Permata Ujung itulah satu-satunya rumah yang dimiliki oleh Pak Podin." kata satpam yang menjawab kepada sopir pengantar sepeda motor itu.
"Baik, Pak ..., terima kasih." jawab si sopir.
Lantas satpam itu membukakan gerbang. Selanjutnya mobil pick up yang mengangkut sepeda motor itu langsung masuk ke Perumahan, tentunya akan mengantarkan sampai ke depan rumah pembelinya.
Setelah beberapa saat kemudian, mobil pick up yang membawa motor itu berhenti presis di depan rumah mewah yang berada di Jalan Permata Ujung. Berdasarkan informasi dari satpam, itulah rumah Podin yang sudah memesan beli kendaraan bermotor.
"Permisi ...!! Permisi ...!!" kata Sopir itu yang sudah turun dari mobilnya, mencoba masuk ke teras rumah memberi salam kepada pemilik rumah. Tentu karena rumah itu pintunya tertutup, maka sang sopir sales itu mencoba untuk mengetuk pintunya.
"Ya ..., sebentar ...!" terdengar suara perempuan dari dalam rumah, yang kemudian perempuan itu, yang tidak lain adalah Isti, istrinya Podin, membukakan pintu rumahnya.
"Ada apa, ya. Mas ...?" tanya Isti pada sang sopir yang sudah berada di depan pintu itu.
"Ini, Bu .... Kami dari delaer kendaraan. mau mengantarkan sepeda motor yang dibeli atas nama Bapak Podin, dengan alamat Perumahan Permata Ujung. Apakah benar rumahnya di sini, Bu?" tanya sang sopir itu yang sudah bersiap akan menurunkan kendaraan dari atas mobilnya.
"Betul, Mas .... Ini memang rumah Pak Podin, suami saya .... Lah terus ini bagaimana Pak caranya untuk menurunkan?" tanya istrinya yang sudah membenarkan bahwa itu adalah rumahnya Podin yang beli motor itu. Tentu Isti tersenyum girang karena dibelikan motor, yang pasti nanti akan diboncengkan oleh suaminya untuk pergi-pergi ke mana-mana.
"Tenang saja, Bu ..., nanti kami yang menurunkan. Bapak ada, Bu? Karena ini ada tanda terima yang harus ditanda tangani." tanya sang Sopir itu yang tentu ingin ketemu si pembeli.
"Ada .... Sebentar saya suruh keluar dulu. Ini bapaknya sedang ada di kamar." kata Isti yang tentu langsung masuk dan menuju kamar tidur untuk membangunkan suaminya. Karena Podin sedang tertidur pulas. Maklum, dia kecapaian dan kelelahan. Bahkan semalaman dia tidak tidur, karena harus menyaksikan TV semalam suntuk. Maklum, karena tidak pernah melihat TV, maka begitu di rumahnya ada TV, dia langsung menomton semalaman hingga pagi. Nonton TV tanpa henti sampai semalam suntuk. Maka pantas kalau hari itu, siang itu dia sudah mengantuk dan tidur di kamarnya.
Sebentar kemudian, akhirnya Podin keluar sambil mengucek-ucek matanya yang tentu karena masih dalam keadaan mengantuk.
"Ada apa ya, Pak?" tanya Podin sambil mengusap matanya, menemui laki-laki yang ada di teras rumahnya.
"Ini, Pak ..., kami mengantarkan sepeda motor yang tadi dibeli oleh Pak Podin." kata pengantar motor itu.
"Oh ..., iya .... Terima kasih. Mana motornya? kata Podin yang tentu langsung menanyakan motornya. Matanya langsung terbelalak, karena motor yang dibelinya sudah datang. Tentu Podin sudah menunggu-nunggu kiriman motor itu.
"Ini, Pak .... Akan segera saya turunkan. Di taruh di mana, Pak?" tanya yang mengantar.
"Ah, di sini .... Di depan garasi saja." kata Podin yang tentu sudah sangat ingin sekali untuk menaiki motor itu.
Akhirnya, sang sopir pengantar sepeda motor itu menurunkan motor dari mobil pick up. Walaupun seorang diri ia bisa menurunkan. Tentu karena memang sudah profesional. Sangat lihai dan kelihatan gampang. Setelah itu kendaraan baru itu, sepeda motor yang baru itu diletakkan persis di depan garasi. Lantas oleh si pengantar, kontak yang dibawa, dimasukkan ke kendaran. Lantas kendaraan itu dicoba dihidupkan mesinnya.
"Jreeengngng ........" motor itu sudah hidup.
Tentu Podin senang. Ia tersenyum puas. Demikian juga Isti, yang dari tadi sudah mengamati motor itu. Ia tidak hanya tersenyum, tetapi tertawa senang.
Seketika itu, tiga orang anaknya yang tadi asik menonton TV, langsung keluar dari rumah, karena mereka mendengar ada suara motor di depan rumahnya. Mereka langsung berramai-ramai menyaksikan motor yang sudah terparkir di depan garasi rumahnya itu.
"Asik .... Bapak beli motor ...." begitu kata anak-anak yang langsung tertarik dan pasti langsung mendekat ke motor itu untuk menyaksikannya. Mereka semua juga terlihat senang. Mereka gembira. Sebentar lagi, mereka akan diajak naik motor oleh bapaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments