Setelah menutup pintu, Podin langsung mengajak anak-anak dan istrinya, menunjukkan isi yang ada di dalam rumah itu kepada istri dan anaknya. Tentu ingin memamerkan barang-barang serta perabot yang ada di rumah mewah itu.
"Buk ..., Eko ..., Dewi ..., Asri ....Coba lihat ini .... Ini namanya ruang tamu. Lihat kursinya, bagus-bagus, kan ...." kata Udin kepada anak-anaknya dan istrinya yang masih menggendong Antok, anaknya yang paling kecil.
Mereka langsung mencoba duduk di atas kursi yang ada di ruang tamu itu.
"Waah ..., kursinya bagus, enak sekali .... kursinya empuk, Pak ...." kata Isti pada suaminya, yang sudah mencoba duduk, bahkan pantantnya sudah berkali-kali dipentalkan di ataskusi itu.
Lantas anak-anaknya juga pada duduk di kursi tamu yang bagus itu, tentu mereka sangat ingin mencoba bisa duduk di kursi yang bagus tersebut. Dan mereka pun langsung pada tersenyum senang. Bahkan ada yang tertawa girang. Selama ini di rumahnya memang belum pernah ada kursi. Kalaupun ada, itu hanya kayu papan bekas yang dibuat oleh Podin dengan sangat sederhana. Yang penting bisa untuk duduk. Dan kini, mereka telah melihat kursi yang empuk, melihat kursi yang bagus, yang sebelumnya tidak pernah ia ketahui.
"Lihat ..., lihat .... Wah ..., ini kursi yang bagus, Pak .... Ini kursi yang empuk, Pak ...." lantas anak-anaknya itu pada bermain naik turun di atas kursi yang ada di ruang tamu itu, kursi yang memang besar dan sangat bagus.
"Nah ..., coba sekarang kita melihat kamar-kamar tidurnya .... Ayo ..., sini .... Yang ini nanti untuk kamar tidur Mas Eko." kata Podin pada anaknya yang paking besar.
"Untuk saya, Pak ....?!" Eko menyahut bapaknya, yang tentu kurang percaya. Karena selama ini, mereka berenam, bapak, ibu dan anak-anaknya, tidur di ats satu dipan yang reyot itu.
"Iya .... Untuk kamu, Mas Eko .... Bagus, kan ...." kata bapaknya, tangannya sambil menekan-tekan kasurnya yang bagus dan empuk.
"Walah .... Bagus sekali, Pak ...." Eko langsung mencoba duduk di atas kasur yang empuk itu. Lantas juga merebahkan tubuhnya, seperti seolah mau tidur. Tubuhnya digelimpangkan ke kanan dan ke kiri.
"Wah .... Kasurnya empuk banget .... Enak, Bu ...." kata anaknya yang sudah bergelimpangan di kasur mewah itu.
Lantas Eko berusaha untuk merentangkan tubuhnya di atas kasur Itu, menikmati enaknya tidur di atas kasur orang kaya. Kasur dari spring bed yang sangat empuk dan tentu kalau digunakan untuk tidur akan nyenyak serta tidak akan bangun-bangun. Pasti besok pagi tidurnya molor.
"Coba, sekarang kamu lihat yang ini .... Di dalam kamar tidur ini, sudah terdapat kamar mandinya. Jadi kamu tidak perlu pergi kemana-mana lagi untuk mandi. Tidak seperti dulu, kalau mau mandi kamu harus pergi ke sungai lebih dahulu, harus jalan ke tempat yang jauh. Nanti capek, dan berkeringat lagi. Nah ..., sekarang coba ..., ini lihat .... Kamar mandinya ada di dalam kamar tidur. Sangat bagus .... Ini ..., diputar kerannya ..., langsung mengeluarkan air ...." begitu kata Podin yang langsung mencoba membuka keran yang ada di kamar mandi itu. Akibatnya, air pun langsung mengucur, mengalir membasahi tubuh anaknya yang kebetulan berada di bawah sower yang ada di atasnya.
"Waduh .... Basah ini tubuh saya, Pak ...!" begitu seru Eko yang terkena air dari sower, sehingga pakaiannya menjadi basah.
"Hahaha .... Itu artinya Eko disuruh mandi. Pasti tadi pagi belum mandi .... Ayo ..., sekarang sana ..., coba mandi sekalian .... Mencoba kamar mandi itu .... Kamu coba mandi dengan menggunakan air yang mengalir dari kran, yang tinggal memutar saja langsung keluar airnya." kata Podin pada anaknya yang sudah basah bajunya itu.
Akhirnya Eko langsung membuka baju yang basah itu. Kemudian ia langsung mandi, mengguyurkan tubuhnya di bawah kucuran air yang mancur dari atas kepalanya. Dan kebetulan di kamar mandi itu memang sudah tersedia sabun cair dan sampo yang menempel di dinding kamar mandi itu. Sehingga kalau mau menggunakan tinggal memencet, maka akan keluar sabun atau sampo yang dikehendaki.
"Ini caranya kalau mau sabunan bagaimana, Pak?" tanya anaknya yang tentu masih bingung.
"Mas Eko bingung .... Mas Eko tidak tahu ...." adik-adiknya meledekki kakaknya yang tentu sebenarnya adik senang. Lantas adik-adiknya itu juga ikut membasahkan tubuhnya di tempat mandi itu. Mereka bertiga langsung bermain air, mandi dengan menggunakan sower yang airnya mengalir dari atas.
"Walah .... Lha kok semuanya terus pada mandi ini bagaimana ...?" kata ibunya yang hanya melihat dari luar kamar mandi, karena masih menggendong adiknya yang kecil.
Tentu anak-anak terlihat senang, bisa mandi bersama tiga anak itu, yang tentu sambil gojekan.
"Pak ..., caranya mengeluarkan sabun bagaimana ...? tanya anak-anaknya yang sudah pada bermain air di kamar mandi itu.
"Coba dipencet-pencet ...!" kata bapaknya yang senang menyaksikan anak-anaknya bergembira mandi di kamar mandi itu.
Memang sebenarnya, Podin sendiri juga belum tahu caranya untuk mengeluarkan sabun ataupun sampo. Tetapi Podin mencoba mengajari anaknya untuk memencet tombol tempat sabun itu, agar sabun itu keluar dari wadahnya.
"Nah, begini .... Gampang, kan ...." kata Podin yang sudah mempraktekkan untuk mengeluarkan sabun dari botol yang menempel di dinding tersebut.
Memang seperti itu. Orang kaya itu kalau mandi serba enak. Apa-apa dimudahkan. Sarananya serba bagus. Dan pasti, anak-anak Podin itu langsung mencoba berbagai benda yang ada di dalam kamar mandi tersebut, termasuk memutar-putar kran, sehingga airnya bisa mati, bisa mengalir kecil, bahkan bisa mengalir sangat deras.
"Lhoh, Pak .... Airnya kok jadi panas?" Anak-anaknya kaget. Tiba-tiba saja air yang keluar dari kran itu berubah jadi panas. Maka mereka langsung berhenti. Tidak berani lagi berada di bawah kran yang secara tiba-tiba mengeluarkan air panas tersebut.
"Lhah ..., lha kok iya .... Kenapa ini? Sudah ..., pada mentas semua dulu .... Nanti kalau kepanasan bisa mlocot, kalian ...." tentu Podin yang juga tidak tahu, langsung menyuruh anak-anaknya keluar dari kamar mandi. Lantas Podin mematikan kran yang masih mengalir itu, dan tentu khawatir dengan air yang panas tersebut.
Memang, sebenarnya saat anak-anaknya tadi pada bermain, ada yang memutar kran berwarna merah. Itu adalah kran air panas. Tetapi mereka tidak sadar, sehingga saat mesin pemanas menyala, dan mengeluarkan air panas, maka mereka jadi terkejut dan takut. Air yang mengalir dari keran itu, yang tiba-tiba berubah menjadi panas, tentu membingungkan mereka semua. Podin pun takut kalau tubuh anaknya kepanasan akan melepuh.
Podin yang memang tidak paham, menjadi bingung. Ia juga belum tahu dari mana asalnya bisa keluar air yang panas itu. Maka Podin segera mematikan kran air itu, agar anaknya tidak kepanasan. Setelah Podin mematikan keran yang ada di situ, ia mencoba mencari, sebenarnya dari mana asal keluarnya air panas itu. Tetapi berkali-kali dia mengamati, justru menambah dirinya semakin bingung. Belum tahu juga. Maka ia pun untuk sementara melarang anaknya agar tidak mandi di kamar mandi itu dulu.
"Wah ..., ini gawat .... Untuk sementara jangan pada mandi dulu ya .... Di dalam kamar mandi ini ada yang aneh .... Karena airnya bisa panas ..., airnya menakutkan.... Tiba-tiba saja panas begitu. Sudah, besok mandinya di kamar mandi yang lain saja." kata Podin pada anak-anaknya.
"Loh, kok bisa seperti itu ya, Pak .... Jangan-jangan rumah ini ada yang nunggu ...." kata istrinya yang tentu juga ikut takut.
"Iya, Pak .... Kenapa bisa seperti itu ya, Pak ..... Saya jadi takut ...." anaknya juga menimpa, karena juga ketakutan.
Lantas anaknya mencoba untuk memegang keran pada bagian yang dibetulkan oleh bapaknya. Tetapi tidak ada rasa panas di sana. Itu berarti memang ada yang aneh dengan rumah itu.
"Rumahnya orang kaya itu aneh ya, Pak .... Mosok air untuk mandi bisa panas sendiri." anak-anaknya pun menjadi bingung dan keheranan dengan kejadian itu, yang tentu membuat mereka semakin ketakutan.
"Ya sudah .... Sana pada ganti pakaian .... Biar rapi, ganteng dan cantik ...." kata bapaknya yang menyuruh anak-anaknya berganti pakaian.
"Pakaiannya cuman kayak begini, Pak .... Sudah lusuh dan jelek ...." tiba-tiba anak perempuannya bilang seperti itu, protes kalau pakaiannya sudah tidak pantas.
"Besok kita beli pakaian yang baru-baru .... Yang bagus-bagus .... Tidak seperti pakaian ini .... Besok kita pergi ke supermarket ..., ke mall untuk beli pakaian. Biar pakaianmu itu tidak seperti gembel lagi. Sekarang kalian adalah anaknya Pak Podin yang kaya raya .... Maka pakaian kamu harus bagus-bagus." begitu kata Podin pada anak-anaknya.
"Iya, Pak ..., aku setuju .... Aku ikut ya, Pak ...." istrinya langsung nyaut, yang tentu akan senang kalau ia diajak pergi ke mall. Karena selama ini, dia memang belum pernah masuk ke supermarket atau mall.
"Ya .... Besok kita berangkat bareng-bareng .... Besok kita nyewa taksi." begitu jawab Podin pada istri dan anak-anaknya.
"Asiiiiik ....." begitu sahut anak-anaknya yang tentu senang akan diajak pergi ke mall, akan dibelikan pakaian-pakaian yang baru.
Setelah anak-anaknya selesai berganti pakaian, lalu Podin menunjukkan kamar yang kedua.
"Nah .... Kamar yang ini nanti untuk tempat tidurnya Dewi sama adik Asri .... Anak perempuan tidurnya sama perempuan ...." begitu kata Podin pada Dewi dan adiknya yang langsung masuk ke kamar itu dan juga langsung mencoba naik ke atas kasurnya.
"Asiiik .... Iya, Pak. Terima kasih, Pak .... Saya bisa tidur di kamar yang bagus." begitu ucap Dewi, anak perempuannya yang baru sekolah kelas dua SD.
"Kalau Ibu ..., tidur di mana ....? tanya Isti yang masih menggendong bayinya.
"Ibu nanti tidur sama Bapak, sama Antok .... Kan adik masih kecil. Adik masih ***** sama Ibu .... Maka harus tidur dikeloni sama Ibu." jawab Podin.
"Kamarnya yang mana, Pak ...? tanya istrinya.
"Coba lihat sini .... Ini kamar Bapak dan Ibu sama Antok ...." jawab Podin sama menunjukkan kamar yang langsung dibuka itu kepada istrinya.
"Waah .... Bagus sekali, Pak ...." Isti langsung masuk ke kamar itu. Langsung duduk di kasur empuk itu. Bahkan langsung merebahkan Antok yang terlelap tidur di gendongan ibunya.
Podin, pun langsung mengangkat buntalan kain wasiatnya, yang isinya adalah peti harta karun. Lantas ia menaruh dipojok ruang bagia belakang tempat tidur. Maklum, di rumah yang baru ini tempat tidurnya tidak ada kolong yang bisa digunakan untuk menyembunyikan harta karun itu. setelah selesai menyimpan barang yang sangat dirahasiakan itu, Podin keluar lagi dari kamar.
"Ayo ..., semuanya ke sini ...!" kata Podin yang memanggil istri dan anak-anaknya. Lantas ia memberitahukan kalau yang ada di tengah itu, diantara kamar-kamar itu adalah ruang keluarga. Ruang yang besar, yang di situ terdapat sofa dan meja yempat televisi. Ada TV yang besar. TV berukuran lima puluh lima inch.
"Ayo ..., siapa yang tahu ini apa namanya?" kata Podin pada anak-anaknya.
"Ini TV, Pak ...." sahut anaknya yang paling besar.
"Iya .... Ini TV .... Besar sekali Pak TV-nya, Pak ...." kata si Dewi yang biasanya nonton TV di rumah temannya, tetapi tentu di rumah temannya itu TV-TV yang dimiliki tidak sebesar yang terdapat di ruang keluarga rumah barunya itu.
"Hahaha .... Inilah TV yang diidam-idamkan oleh ibu kamu. TV yang di pengeni oleh ibu kamu .... TV yang besar, TV yang nanti suaranya bisa terdengar menggelegar dan gambarnya persis seperti ukuran-ukuran kita semua. Jadi tidak kecil-kecil gambarnya. Kalau nonton tidak harus mendekat di depan TV. Kalau TV-nya kecil. ya nontonnya harus dekat. Kalau TV kita ini, yang besar ini ..., nontonnya sambil duduk di kursi yang empuk ini .... Hahaha .... Asik, kan ...." begitu kata Podin pada istri dan anak-anaknya.
"Ayo ..., dinyalain, Pak .... Kita lihat TV-nya, Pak." begitu kata Dewi yang tentu sangat kepengin untuk segera melihat televisi sangat besar ukurannya itu.
"Sebentar .... Waduh ..., caranya menghidupkan TV ini bagaimana, ya?" Podin bingung karena memang seumur-umur hidupnya dia belum pernah menyalakan TV. Dia belum pernah melihat TV. Dia belum pernah tahu bagaimana untuk menghidupkan televisi.
"Kabelnya ditancapkan ke listrik dulu, Pak ...." kata Eko yang sudah pernah melihat TV di rumah temannya.
"Oh, gitu ya .... Kabel yang mana, ya ...? Apa Kabel yang ini?" Podin mencari kabel untuk menyalakan TV.
Eko, anaknya yang paling besar berusaha membantu bapaknya, mencari kabel yang digunakan untuk menyalakan TV.
"Yang ini loh, Pak .... Ini yang ditancapkan ke listrik. Nah ..., ini kan tancapannya." kata Eko yang sudah menarik kabel dari TV itu.
Kemudian Podin menancapkan kabel itu pada cop steker listrik. Sudah ditancapkan. Tetapi TV itu belum juga menyala. Hanya ada lampu kecil berwarna merah yang menyala di pojok bawah televisi.
"Bagaimana ini, Eko ...? Kok belum bisa menyala ...?" tanya Podin yang masih bingung karena belum bisa menyalakan TV.
"Kalau di tempatnya teman saya itu, menyalakan TV itu dipencet remotenya, Pak ...." kata Dewi yang pernah menyaksikan temannya menyalakan TV dengan cara dipencet remotenya.
"Lhah, remotenya yang mana ...? tanya bapaknya pada anak-anaknya.
"Lah, mungkin ini, Pak ..., yang di depan TV ini kan remotenya, Pak." Eko yang sudah menemukan remote itu, kemudian oleh Eko, remote TV itu dipencet pada tombol yang berwarna merah. Akhirnya TV itu pun menyala.
"Nah .... Benar kan .... TV-nya sudah menyala ...." kata Eko yang sudah bisa menyalakan TV.
"Ya ampun .... Gambarnya bagus sekali .... Ini TV beneran, Pak? TV kok besarnya seperti ini .... Walah ..., walah ..., walah .... TV-nya bagus, Pak ...." kata istrinya yang tentu terheran, karena Isti memang jarang melihat televisi. Bahkan kalau dirinya ingin melihat TV di rumah tetangganya saja, ia malu. Nanti dikira akan hutang uang. Atau bahkan Isti juga malu kalau nanti dikatakan orang miskin tidak punya TV. Dan ketika ia menyaksikan TV yang besar, TV yang bagus, TV yang mewah itu, maka hati Isti langsung merasa bahagia. Ia merasa senang. Isti langsung duduk di sofa itu dan menyaksikan TV bersama dengan anak-anak dan suaminya.
"Walah ..., siarannya bagus ya, Bu ...." kata Dewi.
"Terus, kalau caranya untuk memindah ke acara yang lain, caranya untuk mencari siaran yang lain, bagaimana Mas Eko?" tanya adiknya kepada Eko.
"Ya ini toh .... Remotenya coba dipencet. Saya kan juga belum tahu." jawab Eko yang menunjukkan remote itu kepada adiknya, kemudian mencoba dipencet-pencet.
"Saya coba pencet ya, Mas ...." kata Dewi yang ingin tahu.
"Ya ..., dicoba saja .... Siapa tahu nanti kalau dipencet-pencet kita bisa memindah siarannya, kita bisa memilih siaran dari TV yang bagus ...." sahut Eko yang tentu juga masih bingung dengan TV yang baru saja dilihatnya itu.
Akhirnya Dewi mencoba memencet tombol yang ada dalam remote itu.
"Nah benar ..., bisa, Mas Eko .... Siarannya bisa berubah bagus ini." kata Dewi yang langsung memegangi remot itu, lalu memindah-pindah siarannya.
Setelah bisa menggunakan remote TV itu, maka anak-anaknya langsung berebut. Tentu ingin memindah-mindah channel program TV yang diinginkan. Dan masing-masing tentu pengin yang berbeda-beda.
"Aku mau yang ini ...." kata yang satunya.
"Aku yang ini ...." pinta yang lain.
"Aku nggak mau ini .... Ganti saja." kata yang lainnya lagi.
"Sudah ..., sudah ..., sudah .... Setel dulu salah satu .... Nanti gantian .... Jangan berebut ...." begitu kata Podin, agar anaknya tidak saling berebut remote TV.
Lantas Podin menarik tangan istrinya ke belakang, tentu ingin menunjukkan ruang dapur dan tempat makan.
"Bu ..., lihatlah ini. Ini loh, di sini ...." kata Podin pada istrinya.
"Apa sih, Pak ...?" tanya istrinya.
"Ini yang namanya dapur tempat masak .... Ada kompor gas. Ini ..., coba lihat .... Dapur yang bersih dan bagus. Tidak seperti punyak kamu yang di rumah itu .... Kotor dan penuh jelaga." kata Podin yang pamer dengan dapur yang bagus itu.
"Walah .... Bagus banget ya, Pak .... Kompor dan peralatan dapurnya bagus-bagus .... Walah, ada tempat untuk cuci piring segala ...." sahut istrinya, yang tentu sangat takjub dengan dapur yang dilihatnya itu,
"Lihat yang di situ .... Ada meja makan .... Ada kursinya yang bagus .... Ada kulkas, nanti kalau haus langsung minum es, biar seger ...." kata Podin yang menunjukkan dapur serta ruang makan kepada istrinya.
"Bagus sekali, Pak .... Waah ..., anak-anak pasti senang ...." kata istrinya pada Podin yang tentu dia sangat senang, apalagi begitu melihat perkakas rumah tangga yang ada di ruang dapur dan tempat makan, yang sangat lengkap dan bagus-bagus.
"Ya iya, lah .... Ini dapur milik orang kaya .... Pasti semuanya harganya mahal-mahal ...." sahut Podin.
"Pak ..., lha kalau mau menyalakan kompornya bagaimana? Saya mau masak ...." tanya Isti pada suaminya.
"Waduh .... Saya juga tidak bisa, Bu ...." sahut Podin yang memang tidak paham sama sekali tentang kompor gas.
"Lah terus bagaimana, Pak ...? Kita kan juga mau makan ...." kata istrinya yang tentu justru kebingungan untuk beraktivitas di dapur.
"Ya sudah .... Saya mau ke tempat kantor depan dulu .... Saya mau bilang sama Mas-mas itu loh, yang tadi ke sini .... Mau saya ajak ke sini, saya suruh untuk mengajari bagaimana caranya menggunakan kompor gas. Dan juga bagaimana caranya kita menggunakan kran supaya tidak keluar air yang panas." kata Podin pada istrinya.
"Iya, Pak .... Cepat ini, saya pengen tahu bagaimana cara memasak menggunakan kompor gas." sahut istrinya yang tentu tidak sabar.
Lantas Podin pun pergi keluar rumah, dan berjalan cepat menuju ke tempat gedung pemasaran. Setelah sampai di gedung pemasaran itu, di situ Podin langsung menemui Mbak Hanik, yang setia menjaga kantor.
"Ada apa, Pak Podin ...? Ada yang perlu kami bantu?" tanya Mbak Hanik yang menyambut Podin.
"Iya, Mbak .... Saya mau minta tolong, saya mau minta bantuan, bagaimana cara menyalakan kompor gas dan bagaimana cara membuka keran air supaya tidak keluar air panas terus?" begitu kata Podin pada Mbak Hanik untuk bisa dibantu.
Tentu dalam hati Mbak Hanik tertawa karena menyaksikan Podin yang benar-benar sangat tradisional. Podin yang benar-benar belum kenal dengan teknologi. Maka ia langsung memanggil pegawai yang lain.
"Mas Jo ....!" teriak Mbak Hanik memanggil temannya.
Seorang laki-laki keluar, "Ya Mbak .... Ada apa?" sahut laki-laki muda itu.
"Ini .... Pak Podin minta tolong menyalakan kompor .... Kamu pergi ke rumahnya Pak Podin. Tolong dibantu Pak Podin .... Sekarang, ya ...." perintah Mbak Hanik pada Mas Jo itu.
"Ya, Mbak .... Mari Pak Podin, mbonceng saya ...." kata Mas Jo itu yang langsung berbarengan dengan Pak Podin ke rumahnya.
Mas Jo langsung mengajari Podin bersama istrinya, bagaimana caranya menyalakan kompor gas, mulai dari memasang tabungnya, hingga menyalakan apinya. Setelah itu, Mas Jo juga mengajari caranya membuka keran air untuk air dingin dan air panas. Ada dua keran, yang satu berwarna biru untuk air yang dingin, dan satu lagi berwarna merah untuk air yang panas. Bahkan Podin dan istrinya, juga minta diajari bagaimana caranya mencuci dengan menggunakan mesin cuci.
Podin bersama istri dan anak-anaknya, sudah memulai menikmati rumah baru yang dimilikinya. Mereka bersenang-senang karena kini hidupnya menjadi orang kaya yang tinggal di rumah mewah dengan segala perlengkapannya yang serba bagus dan menyenangkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments