Setelah selesai urusan membayar rumah di bank, selanjutnya Podin bersama perempuan pegaway perumahan itu, serta Pak Mandor berpamitan pulang. Podin masih diantar oleh Pak Mandor, untuk pulang ke rumahnya. Sambil memboncengkan Podin, tentu Pak Mandor banyak bicara pada Podin. Apalagi Pak Mandor juga sudah diberi komisi oleh Podin. Pasti senang.
"Din ..., uangmu itu yang masih sisa, kira-kira cukup nggak untuk beli kendaraan? Masalahnya kendaraan itu kan penting, untuk sarana kamu nanti bepergian. Apalagi untuk keluar masuk perumahan .... Itu jarak dari rumah menuju jalan keluar, di depan gerbang perumahan saja sudah jauh, lho, Din ...." kata Pak Mandor pada Podin saat mengantarkan pulang.
"Harganya motor itu Kira-kira berapa, ya Pak? " tanya Podin pada Pak Mandor.
"Tidak mahal, Din.... Kendaraan itu paling-paling hanya beberapa juta. Kecil, Din .... Mosok beli rumah satu setengah miliar saja bisa, kok beli kendaraan yang paling-paling hanya lima belas juta tidak bisa." begitu kata Pak mandor kepada Podin, yang tentu memberi gambaran tentang kendaraan yang harus dibeli oleh Podin.
"Iya, Pak .... Saya juga kepikiran seperti itu. Maaf, Pak Mandor ..., apakah Pak Mandor bisa membantu saya untuk mengantarkan beli kendaraan? kata Podin yang tentu ingin meminta tolong kembali pada Pak Mandor, karena Podin menganggap orang yang paling paham dan tahu hal\=hak semacam itu adalah Pak Mandor.
"Hahaha ..... Ya jelas mau lah, Din .... Tapi yang penting saya dikasih upah ya, Din .... SEtidaknya untuk beli bensin ...." begitu kata Pak Mandor sambil tertawa. Tentu ujung-ujungnya Pak Mandor juga pengin dapat bagian uang warisan Podin itu.
"Tidak usah khawatir, Pak Mandor .... Pasti nanti Pak Mandor saya beri .... Ya, walau sedikit .... Istilahnya tukon rokok sama beli bensin .... Begitu ya, Pak ...." kata Podin.
"Ya .... Terima kasih, Din ...." sahut Pak Mandor.
"Tapi, Pak Mandor .... Apa tidak sebaiknya saya harus pulang dahulu, Pak .... Saya mau mengajak anak dan istri saya untuk segera pindah, Pak .... Biar istri dan anak saya senang punya rumah yang baru ...." kata Podin pada Pak Mandor.
"Oh ..., begitu, Din .... Ya sudah, tidak apa-apa .... Nah, kalau begitu kamu harus sewa mobil pick-up, mobil bukaan, Din ..... Kamu harus sewa pick up untuk membawa barang-barangmu ke rumah yang baru itu ... Ya setidaknya kan kamu punya harta benda yang ada di rumah itu .... Paling tidak kan harus kamu bawa pindahan ke rumahmu yang baru itu ...." begitu kata Pak Mandor yang menyarankan kepada Bodin.
"Walah, Pak .... Kami itu tidak punya apa-apa .... Ya nanti paling-paling hanya bawa pakaian saja. Lha perkakas dan perabotannya di rumah itu tadi jelas bagus-bagus, kok .... Lha barang saya itu apa, Pak ...? Kasur bekas saja sudah bodol semua ...." kata Podin yang beralasan yidak akan membawa barang-barang yang ada di rumahnya.
"Begini, Din .... Kalau toh misalnya ada barang yang mau dibawa, misalnya agak banyak, kalau hanya pinjam mobil pick up, tidak usah sewa jauh-jauh .... Kamu pakai saja itu kendaraan pick up yang ada di proyek .... Nanti tinggal ngasih upah beli bensin sama beli rokok buat sopirnya .... Yah, yang namanya pindahan rumah yang harus bareng-bareng sekeluarga kan, Din ...." begitu kata Pak mandor kepada Podin yang tentu untuk meringankan beban Podin. Toh orang atau bos pengembang perumahannya sama-sama bosnya Pak Mandor.
"Wah ..., iya Pak .... Saya setuju, Pak .... Tapi tolong sampaikan ke sopirnya ya, Pak .... Saya takut kalau diejek lagi sama orang-orang di proyek ...." kata Podin pada Pak Mandor.
"Walah ..., nggak usah khawatir, Din ..... Itu sudah biasa .... Orang itu kan sawang sinawang. Tapi lenyataannya kan lain. Saya juga ..., dulunya menduga kamu itu nggak punya apa-apa .... Gak punya uang .... Tapi ternyata uang kamu banyak .... Bisa beli rumah mewah, bahkan ini mau beli kendaraan juga ...." begitu kata Pak Mandor pada Podin.
"Hehehe .... Iya Pak. Terima kasih, Pak ...." sahut Podin.
Kemudian Pak mandor menjalankan motornya menuju ke proyek yang dipimpinnya. Tentu akan membantu Podin untuk meminjamkan kendaraan pick up-nya kepada Podin, menyuruh sopirnya mengangkut barang berserta keluarga Podin yang akan pindahan rumah.
"Man ...! Pick up-nya nganggur?" saat sampai di tempat proyek, Pak Mandor langsung menanyai sopirnya. Biasanya mobil bukaan ini digunakan untuk angkut-angkut barang kebutuhan proyek.
"Iya, Pak .... Mau disuruh ambil barang, Pak?" sahut sopir pick up itu.
"Tidak .... Hanya mau saya suruh untuk membantu Podin, ngantar Podin bawa keluarganya pindahan ke Perumahan Permata ...." kata Pak Mandor yang menyuruh sopir itu.
"Lhoh ..., Podin mau pindah ke Perumahan Permata? Maksudnya ikut kerja yang di proyek Permata, Pak ...?" tanya sopir itu yang tentu bingung. Pasalnya, Podin hanyalah seorang kuli bangunan yang kerjanya sebagai yukang aduk pasir.
"Bukan, Man .... Podin baru saja dapat warisan dari kakeknya, terus beli rumah di Perumahan Permata .... Sekarang dia mau pindahan .... Yolong kamu bantu." kata Pak Mandor yang menjelaskan kepada sopir proyek tersebut.
"Walah .... Podin akan tinggal di Perimahan Permata ...? Itu perumahan mewah, Pak ...." sahut sopir itu, yang tentu kaget dan heran.
"Iya .... Sudah, sana cepat berangkat .... Nanti minta dibelikan bensin sama minta rokok ke Podin ..." kata Pak Mandor itu lagi yang menyuruh sopirnya cepat berangkat.
"Iyam Pak .... Beres .... Lhah, tapi tempatnya di mana, Pak ...?" tanya sopir yang sudah menyalakan mesin mobilnya itu.
"Bilang sama Mbak Hanik di kantor pemasaran. Nanti biar diantar petugasnya. Satpamnya dikasih tahu, kalau Podin itu penghuni baru perumahan itu ...." kata Pak Mandor.
"Siap, Pak .... Ayo, Din ...." kata sopir itu, yang mengajak Podin dan langsungberangkat.
Tidak lama kemudian, ,obil pick up itu berhenti di pinggir jalan kampung. Tepat di lorong jalan setapak yang menuju rumah gubug milik Podin.
"Pak Man .... Berhenti disini, ya .... Saya akan jemput anak dan istri sebentar." kata Podin pada sopir proyek yang tentu sudah kenal dirinya, bahkan tahu presis rumahnya Podin yang layak disebut kandang kambing. Baunya pesing, karena anaknya sering ngompol.
"Saya bantu bawa-bawa barangnya apa tidak?" tanya sopir itu.
"Tidak usah, Pak Man .... Tidak ada barang yang dibawa, kok ...." sahut Podin yang sudah berjalan melintas pekarangan itu.
"Kasurnya yang bau pesing jangan dibawa, ya ...!" ejek Pak Man.
"Ya ....!!" Podin yang sudah menjauh sempat membalas rekan kerjanya dulu.
Akhirnya, Podin sudah sampai di rumah. Istrinya tentu sudah menunggu kabar berita dari suaminya, Demikian juga anak-anaknya, yang sudah diberi tahu oleh ibunya, kalau bapaknya sudah beli rumah yang baru.
"Bagaimana. Pak?" tanya istrinya yang begitu melihat Podin datang, langsung bergegas menghampiri.
"Kita pindahan, Buk ...." jawab Podin yang tentu trerlihat tergesa, akan membawa barang-barang penting miliknya.
"Hah ...?! Sekarang, Pak ...?!" istrinya kaget, Tetapi juga gembira, mendengar kata-kata pindahan. Berarti rumah itu sudah dibayar danlangsung akan ditempati.
"Iya .... Barang-barang yang akan kita bawa, tolong diambil .... Kita sudah ditunggu Pak Man bawa mobil bukaan yang akan mengantarkan ke perumahan." jawab Podin.
"Walah ..., beneran ini, Pak ...?!" tanya istrinya lagi.
"Iya .... Cepetan pilih barang yang penting saja .... Yang tidak berguna tidak usah dibawa. Kita tinggal di sini saja .... Kalau mau diambil orang, ya biar saja ...." kata Podin yang sudah sibuk mengambili pakaian anakpanaknya, kemudian dibungkus dengan kain sarung.
"Ya, Pak ...." kata istrinya yang juga langsung ikut sibuk.
"Eko ...!! Dewi ...!! Tolong buntalan ini dibawa ke mobil bukaan yang akan mengantar kita di ujung jalan itu .... Kita akan pindahan, Nak .... Ayo cepat bantu Bapak ...." kata Podin yang sudah menyuruh anaknya untuk membawa pakaian-pakaian yang sudah dibungkus.
"Iya, Pak ...." sahut kedua anaknya.
"Asyik, kita pindah rumah .... Rumahnya gedung bagus ya, Pak ...?" tanya anak perempuannya.
"Ya .... Pasti kamu senang .... Nanti balik sini lagi ya, tas sama sepatunya dibawa juga ...." kata bapaknya yang memesan.
Karena rasa yang senang, maka Eko dan Dewi, dua anak Podin yang besar itu, langsung cepat untuk mengusung barangnya. Buntalan pakaian itu langsung dinaikkan ke atas bak mobil. Selanjutnya, dua anak itu kembali berlari, tentu akan mengambil tas dan sepatunya.
"Lhoh, Bu ..., tidak usah membawa peralatan dapur yang jelek-jelek seperti itu .... Di rumah yang baru nanti sudah siap segala perkakas rumah tangga yang bagus-bagus .... Kitabawa yang masih baik saja." begitu kata Podin pada istrinya yang sudah mengeluarkan panci rombeng yang sudak penyok semua. Ya memang seperti itu perkakas dapur Isti, yang memang sangat memprihatinkan.
"Oh, iya, Pak .... Berarti wajan sama pancinya saya tinggal saja, ya .... Ini sudah borot semua, kok ...." jawab Isti.
"Pilihi yang baik dan penting saja .... Yang sudah pada rusak ditinggal saja, biar besok diambil orang yang butuh." kata Podin yang tentu sudah tahu kalau di gedung yang baru nanti, semua perlengkapan dapurnya sangat bagus.
Akhirnya Isti hanya membawa beberapa barang penting, seperti piring dan gelas yang masih bagus, yang dimasukkan ke dalam ember. Lantas ia keluar rumah, sambil menggendong bayinya yangmasih kecil serta mencangking ember yang hanya berisi perkakas yang sudah dipilihi.
"Sudah, Pak .... Saya hanya membawa ini saja. Ember, yang saya pakai untuk membawa gelas dan piring. Sama ini, cangkirnya si kenang yang tidak mau diganti apapun. Nanti kalau dicari malah repot." kata Isti yang tentu sudah bersiap untuk berangkat.
"Pak, ini tas dan sepatu sudah saya bawa .... Sudah selesai, Pak? Apa ada yang harus dibawa lagi?" tanya Eko, anaknya yang paling besar yang tentunya sudah bertanggung jawab.
"Kalau sudah semua, ayo berangkat .... Dewi ..., tolong adiknya dituntun ...." kata Podin yang mengajak berangkat istri dan anak-anaknya.
Sementara itu, Podin yang membawa buntalan lumayan berat, berjalan paling belakang. Yah, peti harta karun yang ia peroleh dari pulau tempat kediaman si kakek tua yang sanggup ia panggul dari pulau itu.
Setelah sampai di mobil pick up, Isti bersama dua anak perempuannya, serta bayinya yang kecil, duduk di depan, bersama Pak Man yang menyopir. Sedangkan Eko, anaknya yang paling besar duduk bersama bapaknya di bak belakang. Pastinya sambil menjaga barang-barangnya. Apalagi Podin, tentu tidak bisa melepaskan buntalannya, yang di dalam ada harta kekayaannya. Podin akhirnya pindah rumah. Meninggalkan gubugnya, dan akan menempati gedung mewah.
Tidak berapa lama, Pak Man sudah sampai di gerbang perumahan. Seorang satpam sudah menghadangnya, tentu untuk membukakan pintu gerbang yang selalu ditutup untuk keamanan.
"Mau ke mana, Pak ...?" tanya satpam itu.
"Ini mengantar Mas Podin ..., mau pindahan ...." jawab Pak Man.
"Pindahan ...? Siapa ...?" tanya satpam itu.
"Ini ..., Mas Podin .... Katanya baru beli rumah di sini .... Kata Pak Mandor, saya disuruh menemui Mbak Hanik .... Nanti pegawainya yang akan mengantarkan." jawab Pak Man.
"O, ya .... Sebentar ...." kata satpam itu yang tentu kangsung mengangkat HT alat komunikasi antar karyawan. Lantas satpam itu menanyakan kepada Mbak Hanik, terkait ada orang yang baru beli rumah dan akan pindahan.
"Halo, Mbak Hanik .... Ini ada orang mau pindahan ..., namanya Pak Podin .... Bagaimana?" tanya satpam itu.
"Halo .... Iya benar .... Ooo ..., mau pindahan sekarang? Ya sudah, disuruh masuk saja .... Tolong diantarkan ke jalan Permata Ujung, ya .... Rumah yang kosong itu, ini sudah dibeli oleh Pak Podin ...." kata petugas pemasaran yang juga baru saja selesai proses pembayaran di bank.
"Siap ..., Mbak Hanik ...." kata satpam itu yang sudah diberitahu oleh pemasaran.
"Mari, Pak .... Saya antar ke rumahnya ...." kata satpam itu, yang langsung naik ke bak belakang, bersama dengan Podin dan anaknya. Satpam itu pun menjadi penunjuk jalan pak sopir.
"Terus, Pak .... Rumah yang ada di ujung itu .... Maju sedikit, belok kiri." kata satpam yang menunjukkan jalannya.
"Hooop ...." Podin memberi aba-aba berhenti, setelah mobil itu sampai di depan rumah yang tadi pagi sudah dilihat bersama Pak Mandor dan pegawai pemasaran.
"Nah, ini rumahnya ...." kata satpam itu yang langsung meloncat turun dari bak mobil.
"Selamat datang di rumah yang baru, Bapak ..., Ibu ..., adik-adik ...." ternyata di rumah itu sudah ada petugas pemasaran yang tadi pagi mengantarkan Podin.
"Ini rumahnya, Pak ...?" Isti terheran dan bingung, begitu melihat rumah yang sangat bagus dan besar.
"Iya, Ibu .... Silahkan masuk .... Ini kuncinya, Pak Podin ...." kata laki-laki petugas pemasaran itu, yang langsung memberikan kunci rumah kepada Podin.
"Terima kasih, Mas ...." jawab Podin yang menerima kunci rumahnya.
"Ini, rumah kamu, Din ...?" tanya Pak Man yang tentunya meragukan Podin.
"Hehe .... Iya, Pak Man .... Ayo masuk dahulu .... Lihat dalamnya ...." kata Podin yang mulai membuka pintunya.
"Walah .... Orang kaya beneran kamu ini, Din ...." Pak Man terkagum dengan rumah yang dibeli oleh Podin itu.
"Pak ..., ini benar rumah kita? Rumah yang tadi dibeli Bapak?" tanya Isti yang tentu juga sangat terkesima dengan apa yang dilihatnya.
"Pak ..., Bapak .... Ini rumah kita, Pak ...?" anak-anaknya juga bertanya. Mereka pada bingung karena semuanya keheranan. Tidak menyangka kakinya bisa menginjak lantai di rumah yang semegah dan semewah itu.
"Bapak, Ibu .... untuk kunci ruang dalam, kamar dan belakang, semua sudah tergantung di pintunya. Rumah ini sudah menjadi milik keluarga Pak Podin, silahkan dinikmati seenak mungkin ...." kata petugas pemasaran itu menjelaskan.
"Terima kasih, Mas ...." sahut Podin yang tentu sambil menjinjing buntalannya terus, karena di dalamnya ada barang berharga dan dirahasiakan, agar tidak tersentuh dan diketahui orang lain.
"Kalau begitu, saya akan kembali ke kantor .... Kalau ada apa-apa, ada masalah dan lain sebagainya, silahkan disampaikan ke kantor, kami siap membantu dua puluh empat jam." begitu kata pegawai itu, yang langsung berpamitan.
"Mas ..., saya membonceng ke pos jaga ...." satpam yang mengantar juga ikut kembali bersama pegawai itu.
"Din ..., saya juga pamitan ya .... Saya harus kembali ke priyek ...." kata Pak Man, sopir yang mengantarkan Podin bersama keluarganya itu pindahan.
"Walah ..., kamu juga tergesa? Ya sudah, saya hanya bisa berterima kasih .... Ini ada sedikit rezeki untuk beli bensin dan rokok ...." kata Podin yang menyalami Pak Man, dan memberikan uang upah.
"Terima kasih ya, Din .... Besok kapan-kapan saya akan main kemari ...." kata Pak Man yang langsung berpamitan pulang.
Podin bersama anak-anak dan istrinya, langsung masuk ke dalam rumah. Podin langsung mengunci pintu depan, tentu agar aman. Lantas ia bilang kepada anak dan istrinya, "Ini yang namanya rumah mewah .... Ayo, semuanya lihat ke seluruh rumah ini .... Bagus-bagus semua, kan ...?!" kata Podin yang menyuruh anak dan istrinya untuk menyaksikan semua isi rumah itu.
Tentu anak dan istrinya sangat takjub. Baru kali ini mereka tahu seperti apa bentuknya rumah mewah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments