Sementara itu Podin pergi ke proyek perumahan, untuk menemui Pak mandor. Ia sengaja tidak berangkat kerja, karena sudah bosan dengan kerja di lapangan sebagai kuli bangunan. Bosan berpanas-panasan di lapangan. Belum lagi kalau dimarahi oleh tukang-tukang dan mandornya, pasti membuat jengkel dan emosi. Kalau disuruh angkat junjung yang berat-berat, mengangkat batu, pasir, semen, selalu mengeluh. Katanya tubuhnya sudah tidak kuat. Dia bilang sakit encok. Terkadang juga bilang sakit boyok. Macam-macam alasannya. Dasarnya memang pemalas.
Apalagi sekarang ia sudah mempunyai uang yang sangat banyak. Podin bertambah malas untuk bekerja. Tentu tidak bakal mau lagi kalau disuruh mengaduk adonan pasir semen. Ia tidak mau berpanas-panasan. Apalagi kalau sampai disuruh-suruh oleh temannya mengambilkan barang-barang yang berat. Sekarang sudah tidak bakalan dilakukannya.
Tujuan Podin pergi ke proyek itu adalah ingin menemui Pak Mandor. Ia ingin mencari informasi tentang rumah bagus yang akan dijual. Podin ingin meminta bantuan Pak Mandor mencarikan rumah yang bagus.
"Hee, Din .... Kemarin kok tidak berangkat itu bagaimana? Tidak berangkat kerja, juga tidak bilang-bilang .... Kamu itu menyusahkan orang saja ...." Pak Mandor langsung marah-marah saat melihat kedatangan Podin, yang tentu karena kemarin tidak berangkat kerja, sehingga tidak ada yang membuat adonan plesteran.
"Waah ..., kamu itu keterlaluan, Din .... Tidak berangkat kok gak ngomong .... Aku yang jadi sasaran menggantikan kerjaanmu, Din ...!" temannya ikut-ikutan memarahi.
"Maaf .... Kemarin saya ada keperluan mendadak ...." sahut Podin yang masih bisa tersenyum nyengenges.
"Lha, ini ..., datang kok malah berdiri saja .... Sana ganti pakaian, ngaduk adonan pasir semen ...! Ini kita kejar tayang, Din ...! Kerjanya harus cepat ...." kata Pak Mandor yang lagi-lagi jengkel dengan kelakuan Podin.
"Maaf, Pak Mandor .... Hari ini saya izin tidak bekerja lagi ...." kata Podin yang masih bisa tersenyum pada Pak Mandor.
"Apa ...?! Kamu tidak kerja lagi ...?!" tentu Pak Mandor itu bertambah emosi.
"Iya, Pak .... Hehehe .... Maaf Pak Mandor, saya sudah bosan kerja .... Saya pengin istirahat dulu .... Saya pengen mengenakkan badan saya dulu ...." jawab Podin yang juga tetap tersenyum pada Pak Mandor.
"Lhoh ..., lah kalau kamu tidak mau bekerja lagi, terus kamu itu mau dapat uang dari mana ...? Anak istrimu mau dikasih makan apa ...?" kata si mandor itu.
"Maaf, Pak Mandor .... Saya justru mau minta tolong sama Pak Mandor, untuk mencarikan rumah yang bagus ..., saya mau beli rumah yang bagus, Pak ...." kata Podin pada Pak Mandor, yang justru menanyakan di mana ada rumah bagus yang akan dijual, Podin ingin membeli rumah yang bagus itu.
"Haah ...?! Apa saya tidak salah dengar ini?" kata Pak Mandor yang tentu tidak percaya dengan kata-kata Podin.
"Hehehe ... Pak Mandor, sekarang saya mau tanya pada Pak mandor, Ada tidak rumah rumah mewah yang dibangun oleh Pak Mandor yang bisa saya beli? Apakah Pak mandor punya pandangan rumah bagus yang akan dijual? Terus terang, Pak ..., saya dan istri, dan tentu juga anak-anak, sudah tidak sanggup tinggal di rumah gubuk yang seperti itu .... Itu gubug tempat memelihara hewan ternak yang tidak pantas ditempati manusia, Pak Mandor." jawab Podin pada Pak mandor.
"Wah ..., wah ..., wah .... Berarti kamu ini sekarang sudah punya uang banyak, Din? Sudah jadi orang kaya? Lha kok kamu mau beli rumah .... Wala ..., wala .... Mimpi apa saya semalam ...? Din ..., kamu mau beli rumah di mana? Uangmu ada berapa banyak? Saya akan carikan rumah yang sesuai dengan budget, sesuai jumlah uang yang kamu punya .... Setidaknya, saya akan carikan yang pas untuk keluarga kamu." kata Pak Mandor pada Podin, yang tentu juga ingin tahu jumlah uang yang akan dipakai untuk beli rumah.
"Hehehe ...." Podin tersenyum. Lantas berkata lagi pada Pak Mandor, "Pak Mandor ..., saya pengin rumah yang bagus, rumah yang seperti kita bangun ini, Pak Mandor .... Kira-kira harganya berapa, Pak Mandor?"
"Walah .... Podin ..., Podin .... Rumah seperti ini mahal, Din .... Perumahan ini harganya satu miliar .... Apa kamu punya uang sebanyak itu?" kata Pak Mandor yang mengejek Podin.
"Punya, Pak Mandor .... Kalau hanya satu milyar, saya punya uang sebanyak itu. Tapi tolong saya dicarikan rumah yang sudah jadi ..., yang langsung tinggal menempati .... Seperti ini kalau harganya satu miliar akan saya bayar, Pak mandor." jawab Podin yang tentu sambil mengejek Pak mandor.
"Yang bener, Din .... Kamu punya uang sebanyak itu?" tanya Pak Mandor pada Podin, yang tentu masih meragukan.
"Iya, Pak Mandor .... Saya akan membayarnya kalau rumahnya itu langsung ditempati. Pokoknya harganya satu miliar, hari ini juga akan saya bayar, asal saya dan keluarga langsung bisa menempati. Terus terang istri dan anak-anak saya sudah kepengin pindah dari gubug jelek itu, Pak ...." kata Podin yang tidak mau kalah dan tidak mau diejek oleh Pak Mandor.
"Waduh .... Berarti ini kamu sudah menjadi orang kaya mendadak, Din .... Tapi kalau harus hari ini bisa ditempati, proyek yang ini belum ada yang siap dipakai ...." kata Pak mandor pada Bodin, yang tentu juga bingung kalau mecari rumah sehari harus dapat.
"Terus terang Pak Mandor, saya sudah bosan tinggal di gubuk reyot itu .... Anak-anak saya sudah tidak mau menjadi anak gembel lagi, yang selalu dihina dan dibuli oleh teman-temannya. Apalagi istri saya .... Dia sudah bosan dengan kemiskinan, tidak mau diejek para tetangga, dan tidak mau selalu dikatakan tukang utang .... Kami ingin menikmati hidup, Pak Mandor .... Saya ingin menyenangkan istri saya .... Saya ingin menyenangkan anak-anak saya .... Makanya Pak Mandor, tolong ya, saya dicarikan rumah yang bagus ..., akan saya beli Pak Mandor." begitu kata Podin yang sudah tergiur untuk membeli rumah mewah.
Pak Mandor geleng-geleng kepala. Tentu pak mandor heran dengan Podin yang kesehariannya hanyalah kuli bangunan dengan bayaran yang terlalu sedikit, bayaran yang kurang untuk membeli makan, bayaran yang kurang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi tiba-tiba saja, sekarang dia justru ingin membeli rumah yang mewah. Sekarang Podin punya uang yang sangat banyak. Tentu Pak Mandor ingin tahu dari mana asal uang yang dimiliki oleh Podin si tukang aduk pasir itu.
"Hei ..., Din .... Kamu kok punya uang banyak sampai pengin beli rumah yang mahal, rumah yang harganya miliaran itu, kamu dapat uang dari mana?" tanya Pak Mandor pada Podin.
Podin sudah menduga sebelumnya. Pasti teman-temannya akan heran dengan dirinya. Pasti Pak Mandor akan menanyakan uangnya Podin.
"Hehehe .... Pak Mandor, itu sebenarnya rahasia saya .... Tetapi kalau Pak Mandor tidak percaya dengan keuangan say, yah ..., saya akan sampaikan. Terus terang yang memberi uang sebanyak itu adalah kakek saya." jawab Podin sambil menundukkan kepala tidak ingin dikorek oleh Pak Mandor.
"Kakek kamu ...? Kakek yang mana ...?" tanya Pak Mandor pada Podin, tentu ingin tahu kakeknya ada di mana.
"Iya ...., kakek saya, Pak .... Saya mau minta uang berapa saja itu pasti dikasih oleh kakek saya." jawab Podin.
"Lha, kakek kamu itu ada di mana? Tinggal di mana? Kok kaya raya seperti itu, sSampai memberikan uang dalam jumlah yang sangat besar untuk kamu .... Sampai akan dibelikan rumah mewah .... Itu kakekmu kerjanya apa? Punya usaha apa? Kakek kamu itu jabatannya apa? Tinggalnya di mana?" tanya Pak Mandor yang tentu langsung nerocos menginterogasi Podin. Tentu Pak Mandor sangat ingin tahu, penasaran dengan kakek si Podin yang kaya raya itu. Padahal kalau melihat Podin kondisinya hanya sebagai orang miskin yang tinggal di gubug yang serba kekurangan, anaknya saja sekolah tidak pernah membayar, mosok punya kakek yang kaya raya. Kenapa tidak dari dulu Podin meminta modal kepada kakeknya untuk usaha? Kenapa dia hanya menjadi kuli bangunan? Kenapa dia mau berpanas-panas dengan terik matahari mengaduk pasir, mengaduk semen di tempat-tempat bangunan seperti ini? Kenapa tidak dari dulu menjadi pengusaha dengan modal yang diberikan oleh kakeknya? Kalau uangnya banyak, dia buat buka usaha, setidaknya buat membuka toko, jualan di toko atau di pasar, pasti tidak kepanasan dan tentu enak.
"Hehehe .... Pasti Pak Mandor ingin tahu kakek saya .... Maaf, Pak Mandor ..., kakek saya tidak di sini .... Kakek saya jauh tempatnya, ada di luar pualu .... Harus naik perahu untuk menyeberang laut menuju rumah kakek saya .... Makanya kemarin seharian saya tidak bekerja, karena saya sejak kemarin itu pergi ke rumah kakek saya untuk meminta bagian warisan buat membeli rumah. Begitu, Pak Mandor." jawab Podin yang tentu tidak akan berterus terang dari mana asal uang yang didapatkan itu.
"Wah .... Jadi kakek kamu itu orang kaya ya, Din ...." kata Pak Mandor.
"Ya ..., seperti itulah Pak .... Mau dibilang kaya, ya dia itu memang kaya sekali .... Rumahnya saja besar, Pak .... Uangnya nggak kehitung .... Kalau minta, tinggal ambil begitu saja .... Banyak sekali uangnya, Pak Mandor ...." jawab Podin yang tentu sangat membanggakan Si kakek yang sudah memberi uang dalam jumlah sangat banyak itu.
"Waah ..., beruntung sekali kamu, Din .... Punya kakek yang kaya raya, baik hati, dan pemurah .... Cucunya minta uang untuk beli rumah, langsung diberi .... Waah ..., kalau saya yang punya kakek seperti itu, Din ..., rumah saya pasti seperti istana ...." begitu kata Pak mandor yang tentu juga iri ketika mendengar Podin menceritakan kakeknya yang baik hati itu.
Lantas Pak Mandor berkata lagi pada Podin. "Ya, Din .... akan saya carikan rumah yang cocok untuk kamu. Rumah yang besar, rumah yang bagus, rumah yang mewah. Tenan, Din .... Saya akan membantu kamu. Ya ..., tapi jangan lupa komisinya, Din .... Hehehe ...." begitu kata Pak Mandor pada Podin.
"Terima kasih, Pak Mandor .... Kita berangkat sekarang?" kata Podin yang langsung mengajak Pak Mandor. Podin tentu ingin segera tahu rumah yang akan ia beli itu.
"Sabar, Din .... Saya akan mengatur para tukang ini dahulu .... Nanti saya sambil telepon pengembang, bos saya .... Untuk ngasih tahu perumahan mana yang masih ada bangunan yang belum ditempati." kata Pak Mandor yang langsung mengatur para tukang. Membagi pekerjaan untuk masing-masing unit rumah.
"Iya, Pak .... Saya tunggu .... Nanti kalau Pak Mandor sudah dapat info, kita langsung melihat rumah itu ya, Pak .... Saya sudah nggak sabar ini, Pak .... Saya pengin segera tinggal di rumah mewah, Pak ...." begitu sahut Podin yang memang sudah sangat ingin mendambakan rumah yang mewah itu.
Setelah Pak Mandor mengatur para karyawan, dan tentu sudah telepon bosnya, pengembang properti rumah mewah, seperti yang dijanjikan oleh Pak mandor ia akan mengajak Podin untuk melihat rumah yang bagus. Rumah yang cocok, yang akan ditawarkan kepada Podin. Pagi itu, Podin diajak oleh Pak Mandor untuk menyaksikan bangunan-bangunan proyek yang dikelola oleh bosnya Pak Mandor, yang dibangun oleh pengembang yang khusus membangun rumah-rumah mewah, di tempat kerja Pak Mandor.
"Din ..., ayo kita berangkat ...." kata Pak Mandor yang memanggil Podin saat semua tukangnya sudah diatur.
"Ya, Pak ...." sahut Podin yang langsung menghampiri Pak Mandor yang naik sepeda motor. Lantas membonceng sepeda motor yang dikendarai oleh Pak Mandor.
"Ayo kita berangkat sekarang ..., mumpung masih pagi. Suasananya masih segar, udaranya juga masih segar, dan tentu dengan kondisi yang masih fresh ini, kamu nanti akan menyaksikan rumah baru yang dibangun, rumah baru yang ditawarkan oleh pengembang bos saya .... Nanti kamu akan bisa menyaksikan keindahannya. Bisa menyaksikan kemewahannya. Bisa menyaksikan bagusnya rumah yang akan saya tawarkan kepada kamu. kata Pak Mandor sambil memboncengkan Podin.
"Siap, Pak ...." jawab Podin yang membonceng.
Motor yang dijalankan oleh Pak Mandor yang memboncengkan Podin melintas di jalan menuju ke proyek yang lain, yang dibangun oleh pengembang di tempat kerja Pak Mandor. Jalannya sudah dibangun bagus dan lebar. Sangat nyaman untuk berkendara. Di kanan kiri jalan menuju perumahan itu sudah ditata menjadi taman yang bagus. Pohon-pohon di belakang jalan masih lumayan banyak, sehingga suasananya masih segar, suasana yang asri, suasana alam yang masih banyak pepohonan menghijau, suasana alam yang masih benar-benar alami dengan tumbuh-tumbuhan yang memberikan kesegaran untuk mensuplai oksigen bagi penghuninya.
"Tempatnya jauh, Pak Mandor?" tanya Podin, saat membonceng melintasi jalanan yang bagus tersebut.
"Tidak .... Wilayah ini sudah masuk kawasan perumahannya. Sebentar lagi sampai di gerbang masuk.
"Sepertinya ini di alam pedesaan ya, Pak ...." kata Podin.
"Justru perumahan yang sepi seperti ini yang dicari oleh orang-orang kaya, Din .... Tempatnya tentram dan nyaman .... Udaranya masih segar, sejuk, enak .... Menyehatkan paru-paru." kata Pak Mandor yang beralasan tempat itu memang sangat diminati oleh orang-orang kaya.
"Tapi kok kelihatannya tempat ini seperti di desa ya, Pak ...?" tanya Podin lagi pada Pak Mandor.
"Ya, justru orang-orang kaya, sukanya tempat seperti ini .... Yang selalu menginginkan suasana alami. Orang-orang kaya sekarang itu penginnya justru ke tempat-tempat yang sejuk, yang segar, yang asri, belum tercemar. yang alamnya itu masih natural .... Begitu loh Din." jawab Pak Mandor yang seolah memberi penjelasan kepada Podin.
"Oh ..., seperti itu ya. Pak." kata Podin.
"Iya, Din .... Jadi ini nanti yang tinggal di perumahan mewah ini, kebanyakan adalah para pejabat, para pengusaha, orang-orang yang uangnya banyak." jawab Pak Mandor.
"Waduh ..., lah kalau lingkungannya seperti itu, berarti tetangga-tetangga saya nanti para pejabat lah .... Saya apa bisa, Pak Mandor? kata Podin yang tentu khawatir karena nanti tetangganya adalah para pejabat.
"Tenang, Din .... Justru kamu itu nanti kalau tinggal di perumahan mewah ini, tinggal bersama orang-orang kaya, tinggal bersama para pejabat itu enak, Din .... Di sana tidak ada pertemuan warga, tidak ada arisan, tidak ada kumpulan, tidak ada ronda malam, tidak ada kerja bakti .... Semua penghuni kompleks ini orang-orang kaya yang sibuk, pejabat-pejabat yang pekerjaannya banyak keluar kota, pejabat-pejabat yang sibuk bekerja, bahkan kadang-kadang pulangnya malam, bahkan kadang-kadang juga melembur sampai pulang larut malam, bahkan juga kadang-kadang mereka itu sering keluar negeri, sehingga mereka jarang ada di rumah. Mereka itu hanya datang untuk singgah saja. Mereka ke rumah kalau mau tidur saja ...." kata Pak Mandor yang menjelaskan keadaan kalau tinggal di perumahan mewah, tinggal dengan tetangga-tetangga orang-orang kaya yang justru jarang ada di rumah.
"Ooh, seperti itu ya, Pak. Walah kalau begitu nanti terus saya tinggal di sana berarti tidak kenal dengan tetangga, Pak." sahut Podin yang sudah menduga kalau di perumahan mewah itu sulit untuk mengenal tetangga.
"Ya memang seperti itu, Din .... Namanya saja rumah mewah .... Namanya saja kompleksnya orang-orang kaya .... Namanya saja kompleksnya para pejabat, ya mesti orangnya sibuk-sibuk. Untuk mengurusi urusannya sendiri saja mereka masih kurang waktu, bagaimana bisa mengenal tetangganya? Kalau dia ngurusi pekerjaannya setiap hari tidak selesai-selesai, bagaimana bisa kumpul atau kerja bakti? Kalau dia ngurusi perusahaannya setiap hari saja bingung, bagaimana dia mau nongkrong? Bagaimana dia mau kumpul dengan tetangga? Bagaimana dia itu bisa santai-santai bersama orang-orang yang tidak punya pekerjaan? Mereka itu orang-orang sibuk, Din ...." begitu kata Pak Mandor yang menjelaskan keadaan di perumahan kompleksnya orang-orang kaya.
Tentu Podin tidak menyadari hal itu karena memang Podin tidak pernah tinggal di tempatnya orang-orang kaya Podin belum pernah mengenal keadaan di perumahan mewah. Podin belum mengenal bagaimana ciri-ciri perilaku orang-orang kaya. Podin belum tahu bagaimana tingkah pejabat-pejabat yang jarang berada di rumah. Podin belum pernah kumpul dengan orang-orang kaya yang sebenarnya, hanya biasa tinggal di kampung yang sederhana. Apalagi Podin juga tinggalnya hanya di rumah yang seperti gubug, yang oleh tetangganya selalu dicibir, yang oleh teman-temannya selalu di hina.
Kini Podin bersama Pak Mandor sudah sampai di jalan dekat perumahan. Pak Mandor meminggirkan motornya, lantas berhenti sejenak.
"Lihat, Din .... Itu rumah-rumahnya .... Bangunannya bagus, megah dan eksklusif ...." kata Pak Mandor sambil menunjukkan bangunan-bangunan yang berjajar rapi, yang terlihat dari jalan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments
Naturelight
duh, bhsany bertele-tele, diulang2, pdhl cerita awal dh mnarik
2023-10-14
3