Setelah anaknya yang besar, Eko dan Dewi berangkat ke sekolah, Podin bersama istrinya akan membuka peti harta karun. Podin mengambil peti harta karun yang dibungkus kain taplak itu dari kolong tempat tidur, lantas dibawanya ke ruang tengah yang lebih longgar. Maklum, rumah gubug sederhana itu tidak punya ruang yang cukup untuk keluarganya.
"Sini, Buk .... Kita buka di sini peti harta karun ini ...." kata Podin yang mengajak istrinya untuk membuka peti itu.
"Iya, Pak ...." tentu Isti langsung mendekat, dengan senyum yang sudah mengembang di bibirnya.
Dengan penuh harap, Isti, istri si Podin itu, ingin segera mengetahui isi yang ada di dalam peti harta karun itu. Lantas setelah dua orang itu menghadapi peti, Podin perlahan-lahan membuka peti itu. Istrinya memerhatikan secara seksama, dengan jantung yang berdebar, ingin tahu isi peti itu.
Setelah pintu peti itu terbuka, betapa kagetnya istri Podin. Ia hampir tidak percaya, kalau ternyata apa yang dikatakan oleh suaminya adalah benar, bahwa peti harta karun itu benar-benar isinya penuh dengan uang.
Mata Isti kembali terbelalak, manakala menyaksikan peti itu lebih mendekat. Ternyata tidak hanya uang tang ada di dalam peti itu, tetapi ternyata juga ada gelang-gelang dan kalung emas yang indah dan bagus. Tentu Isti langsung mengambil gelang dan kalung yang dilihatnya. Lalu gelang-gelang itu langsung dikenakan ke pergelangan tangannya. Lantas Isti mengangkat lengannya, mengamati gelang-gelang yang sudah dimasukkan ke dalam lengannya itu.
"Lihat Pak .... Bagus kan ...?! Ini benar-benar sangat bagus, Pak .... Ini gelang emas beneran kan, Pak ...?! Benar ini gelang emas ...?! Wah ..., Pak .... Terima kasih ya ..., Bapak sudah memberikan gelang emas untukku ...." tentu istri Podin sangat gembira. Baru kali ini ia mengenakan gelang emas di lengan tangannya. Tentu sangat girang tidak karuan. Lantas ia berdiri sambil menari-nari, pengangkat tangannya, menggerak-gerakkan tangannya, sehingga gelang-gelang emas itu menimbulkan suara gemerincing.
Podin merasa senang dan bahagia menyaksikan istrinya yang gembira, menyaksikan istrinya yang senang, karena di pergelangan tangannya kini sudah melingkar gelang-gelang emas yang sangat indah.
"Pak ..., uang dan gelang-gelang sebanyak ini dapat dari mana? Bapak dapat peti harta karun berisi uang dan perhiasan ini dari mana ...? Bapak tidak mencuri, kan ...? Bapak tidak merampok, kan ...? Bapak tidak mengambil uang-uang ini dari orang lain, kan ...?" tanya istrinya yang tentu juga merasa khawatir dengan harta benda yang dibawa oleh suaminya itu.
"Jangan khawatir Is .... Uang dan perhiasan-perhiasan itu, yang sudah kamu kenakan itu, semuanya adalah pemberian kakek yang baik hati itu .... Yang kemarin aku temui di jalan itu .... Dan yang sudah memberikan uang kemarin itu. Ia memang baik .... Rumahnya bagaikan istana .... Sangat besar dan megah. Sangat mewah. Rumah kakek itu benar-benar istana yang luar biasa. Saya sampai takjub menyaksikan istana yang sebesar itu. Tiang-tiang penyangganya terbuat dari emas, dinding-dinding temboknya dilapisi emas, kemudian dihiasi dengan aneka rupa permata. Lampunya yang menyinari istana itu sangat terang, sehingga semua yang ada di dalamnya terlihat dengan jelas. Lantas ..., ketika saya melihat lantainya yang terbuat dari marmer yang mengkilap, saya takut menginjakkan kaki, takut mengotori lantai itu. Apalagi saat masuk ke bagian dalam, lantainya masih dilapisi dengan permadani yang tebal dan empuk. Sampai-sampai saya tidak berani melangkahkan kaki ke permadani itu, karena saya takut akan mengotori dan merusak permadani itu. Is ..., tapi saat saya menyaksikan di ujung permadani itu, di dekat altar terdapat peti-peti harta karun yang jumlahnya sangat banyak. Ada lebih dari sepuluh peti harta karun. Oleh si Kakek tua itu, saya disuruh memilih untuk mengambil salah satu dari peti-peti itu. Akhirnya, saya mendapatkan peti yang saya bawa ini. Dan Ternyata isinya adalah uang yang sebegitu banyak, Is .... Apa kamu tidak senang?" kata Podin pada istrinya, yang menceritakan kisahnya saat mendapatkan peti harta karun itu.
"Kalau di situ ada banyak peti harta karun, kok Bapak tidak mengambil yang banyak ...?" kata istrinya, yang tentu pikirannya langsung ingin mendapat harta yang berlebih.
"Walah, Buk .... Saya hanya mampu membawa ini .... Petinya berat-berat .... Saya tidak kuat mengangkatnya .... Akhirnya ya, saya membawa yang kuat saya panggul ...." jawab suaminya.
"Ya sudah .... Ini saja sudah sangat banyak kok, Pak .... Saya sangat senang, Pak .... Saya gembira .... Saya tidak menyangka, tidak mengira kalau bisa punya uang sebanyak ini, Pak .... Tidak pernah menyangka kalau bisa memakai gelang yang indah-indah ini, Pak ...." kata istrinya yang tentu sangat gembira.
"Ya sudah .... Ayo sekarang kita hitung dan tata uangnya ...." kata Podin.
"Iya, Pak .... Tapi kalau nanti ada tetangga yang tanya, 'Is, kamu kok sekarang pakai gelang, suamimu uangnya banyak ya ...' saya harus jawab bagaimana, Pak? Dari mana asal uang kita? Saya yakin, pasti nanti para tetangga akan iri. Pasti nanti para tetangga akan menanyakan. Pasti nanti para tetangga ingin tahu, dari mana asal uang sebanyak ini. Dan pasti mereka semua akan menuduh Pak Podin sekarang jadi pencuri ...." kata Isti yang tentu khawatir dengan para tetangganya.
"Jangan khawatir .... Suamimu bukan koruptor .... Suamimu tidak pernah mencuri uang orang lain .... Suamimu tidak pernah mengambil harta milik orang lain .... Suamimu tidak seperti para pejabat itu .... Tetapi suamimu punya seorang kakek yang baik hati .... Kakek yang harta kekayaannya berlimpah .... Kakek yang punya warisan sangat banyak ..... Kalau tetangga-tetangga nanti pada bertanya, katakan Saja bahwa semua ini adalah warisan dari kakek kita." begitu jelas Podin pada istrinya, jika nanti para tetangganya kaget melihat perubahan pada keluarganya.
"Iya, Pak .... Terus, uang sebanyak ini mau buat apa? Nanti kita mau ngapain, Pak? tanya istrinya.
"Saya pengin beli rumah, Bu .... Saya sudah bosan dengan rumah kita yang seperti ini .... Saya sudah bosan tinggal di rumah yang seperti gubug ini .... Saya sudah tidak ingin tinggal di gubuk yang jelek ini, Bu .... Saya ingin punya gedung yang bagus .... Saya ingin punya gedung yang mewah .... Saya ingin hidup senang .... Tidak menderita seperti ini .... Saya sudah bosan dengan kemiskinan, Bu .... Ibu mau kalau kita beli rumah yang bagus?" kata Podin pada istrinya, yang memang sudah tidak tahan hidup menderita.
"Ya mau lah, Pak .... Saya juga pengin punya rumah yang bagus .... Saya juga Kepengin punya rumah yang mewah .... Saya pengin beli TV yang besar nanti anak-anak kita pasti akan senang melihat TV kita yang besar itu ...." kata Isti yang tentu sangat gembira dengan tawaran suaminya itu.
"Iya .... Tenang saja .... Coba lihat, uang sebanyak ini, Bu .... Kita mau apa saja bisa .... Kita mau beli apa saja bisa .... Ibu mau TV yang sebesar apa?" kata Podin yang sudah mulai berkhayal dengan istrinya.
"Pokoknya saya pengen TV yang besar, Pak ..., yang bagus, Pak ...." jawab istrinya.
"Bapak juga pengin beli motor yang bagus, Bu .... Nanti kita bisa naik motor keliling-keliling kota, Bu .... Nanti kita bisa jalan-jalan .... Kita bisa pergi kemana-mana dengan nyaman, Bu ...." kata Podin yang tentu juga ingin seperti kebanyakan orang yang punya motor.
"Ternyata jadi orang kaya itu enak ya, Pak ...." kata istrinya.
"Makanya, Bu .... Saya sudah bosan dengan hidup miskin yang selalu menderita .... Kemana-mana kita diejek .... Mau hutang saja diejek. Itu, Bu ..., teman-teman saya saja, kalau saya dekati semuanya pada pergi .... Katanya takut kalau saya pinjamin uang ...." kata Podin yang mengingat saat diejek teman-temannya.
"Sama, Pak .... Saya juga begitu .... Kalau pergi ke warung, pasti sudah dibilang sama penjual warung itu bilang 'mau hutang lagi ya?' .... Gitu, Pak .... makanya saya sudah tidak ingin hidup miskin, Pak ...." tambah istrinya.
"Tenang saja Bu .... Lihat, uang kita banyak .... Ada gelang, ada kalung .... Nanti anak kita yang perempuan-perempuan diberi kalung ini, Bu .... Dikenakan di lehernya .... Terus kita kenakan gelang di lengannya, Bu .... Pasti orang-orang akan iri melihat kita, orang-orang akan jengkel melihat kita ....." kata Podin yang juga pernah jengkel dengan para tetangganya yang sering menghina.
"Iya, Pak .... Saya juga kepingin pakai gelang, nanti akan saya pamerkan ke tetangga. Nanti kalau saya ke warung mak-mak yang belanja biar pada ngiler melihat gelang yang saya pakai ...." kata istrinya, yang tentu ingin pamer gelang kepada tetangganya.
"Sudah Bu ..., sekarang peti yang berisi uang ini kita hitung jumlahnya ..., kita tata .... Nanti siang saya akan bertanya pada Pak Mandor, saya akan beli rumah. Pak mandor akan saya suruh nyarikan di mana ada rumah yang bagus yang akan dijual. Saya akan rumah yang bagus, nanti kita akan tinggal di rumah yang bagus itu, Bu .... Kita akan tinggal di rumah yang mewah itu, pasti anak-anak akan senang ya, Bu ...." kata Podin yang langsung mengajak istrinya untuk menata uangnya.
"Tapi anu ya, Pak ..... Saya minta perabot-perabotannya juga yang bagus-bagus ya, Pak ...." pinta istrinya.
"Tentu, Bu .... Nanti perabotan rumah kita diisi dengan perabotan-perobotan yang mahal-mahal. Kita belikan kursi tamu yang empuk, yang besar, yang megah, yang mewah, sehingga nanti kalau ada tamu yang datang dia akan betah duduk di kursi itu, tidak mau pergi dan yang jelas mereka akan iri dengan kita." kata Podin yang terus berkhayal.
"Iya, Pak .... Saya juga kepengin anak-anak kita dibelikan kasur sendiri-sendiri .... Kasur yang empuk, kasur spring bed yang bisa mentul-mentul .... Pasti anak kita senang, Pak ...." pinta istrinya lagi.
"Ya ..., anak kita ada empat .... Nanti kita bikin kamar empat .... Kita punya kamar sendiri, Bu .... Sehingga kalau kita tidur berdua tidak terganggu oleh anak-anak kita. Jadi kita bisa asik di dalam kamar, Bu ...." kata Podin.
"Iih ..., Bapak itu, lo .... Senengnya ...." istrinya langsung mencubit pinggang Podin.
Pudin bersama istrinya terus menghitung uang yang ada di dalam peti harta karun itu. Lembar demi lembar dia hitung. Lembar demi lembar mereka tata. Mereka sibuk menata dan menghitung uang-uang yang ada di dalam peti harta karun itu. Jumlahnya sangat banyak. Sehingga sampai mereka kecapean, hingga sampai anaknya pulang sekolah, mereka meminta makan.
"Buk..., laper .... Mau makan ...." kata Eko dan Dewi yang baru saja pulang.
"Walah .... Lha kok jam segini sudah pulang ...? Ibu lupa masak ..... Sebentar ya, nak ...." Isti kaget, ia langsung berlari ke dapur untuk masak. Saking asyiknya menghitung uang seharian, sampai lupa kalau belum memasak. Maka ia pun langsung memasak untuk menyiapkan makan buat anak-anaknya.
Udin memasukkan uang itu ke dalam peti yang tertata rapi. Kemudian peti itu kembali dibungkus dengan kain taplak, lantas disimpan rapi.
Istrinya langsung berlari ke warung. Ia berteriak pada anaknya, "Sebentar Nang ..., sebentar Wi .... Ibu mau belanja dulu, Ibu mau ke warung .... Sabar ya ...." kata Isti menyuruh anaknya untuk menunggu.
"Yang sabar .... Ibu pasti akan masak enak ...." kata Podin sambil mengelus kepala anaknya, menyabarkan anaknya untuk menunggu masakan sebentar. Tentunya anak-anaknya sudah kelaparan.
"Iya, Bu .... Saya akan menunggu, sambil mau mencari kayu bakar dulu." sahut anak laki-lakinya yang paling besar, yang kemudian bergati kaos dan mengambil sabit untuk mencari kayu bakar.
"Dewi ikut Ibu ke warung, yuk .... nanti bantu Ibu bawakan belanjaan ...." ajak Isti pada anak perempuannya.
"Iya, Bu ...." jawab anak perempuannya, yang tentu juga mengajak adiknya. Berjalan mengikuti ibunya menuju warung.
"Ibu mau masak apa sih?" tanya anak perempuannya yang kecil pada ibunya.
"Kalian pengin apa? Mau ayam goreng atau ayam dibumbu opor?" tanya ibunya pada dua anak perempuannya itu.
"Asyik .... Ibu mau masak opor ayam ...." tentu anak-anaknya kegirangan.
Isti ke warung membawa uang yang cukup banyak. Tentu dia ingin belanja sepuasnya di warung langganannya. Ya, akan belanja ayam, masakan orang yang punya duit banyak. Dan sesampai di warung, langsung mendapat reaksi dari pemilik warung itu.
"Wah ..., Isti pakai gelang baru, ya ...?" kata ibu penjual warung itu.
"Hehehe ..., iya .... Ini yang membelikan bapaknya anak-anak ...." jawab Isti sambil senyum-senyum.
"Udin sekarang kaya, ya .... Wah ..., Udin sudah bisa membelikan gelang istrinya .... Pasti sebentar lagi beli rumah ...." kata penjual sayur itu lagi.
"Iya, Bu .... Katanya mau beli gedung ...." jawab Isti yang tentu memanasi hati pemilik warung itu.
"Wah ..., uang suamimu berarti banyak ya, Is ...." kata penjual sayur itu lagi.
"Syukurlah Bu .... Yang penting saya bisa belanja." kata Isti.
"Wah .... Kalau begitu sekarang kamu tidak hutang lagi dong, Is ...." kata si penjual itu lagi.
"Maaf, Bu ..., saya punya uang .... Saya bawa uang banyak .... Saya tidak akan hutang, Bu .... Jangan bilang begitu malu-maluin saya .... Ini lho Bu, saya bawa uang." kata Isti yang tidak mau diejek lagi.
"Iya ..., iya, Is .... Aku percaya .... Mau belanja apa? Ayo belanja yang banyak ...." kata penjual itu lagi.
"Aku mau beli ayam, Bu masih ada nggak ayamnya?" jawab Isti.
"Walah .... Masih ..., ini ayamnya masih banyak. Mau berapa kilo?" kata si pedagang itu.
"Kalau untuk sekeluarga, kira-kira satu kilo cukup nggak, Bu?" tanya Isti yang belum bisa memperkirakan banyaknya.
"Halah ..., jangan satu kilo, Is .... Kurang .... Ayo ditambahin, dua kilo ya ...." kata pedagang itu, yang tentu agar ayamnya cepat habis.
"Iya, Bu ...." jawab Isti yang tentu sambil senyum-senyum.
"Ini ayamnya mau dipotong-potong sekalian apa utuh?" tanya si pedagang.
"Tolong dipotong-potong sekalian ya, Bu .... Jangan terlalu besar, nanti susah kalau makan." kata Isti.
"Oh ..., iya beres." jawab sih penjual sayuran itu, lantas penjual itu mengambil ayam kemudian dipotong-potong.
"Mau dimasak apa, Is?" tanya ibu penjual sayuran itu.
"Rencananya dimasak opor, Bu .... Yapi bumbunya apa, ya?" tanya Isti.
"Ya Allah .... Pakai ini, santannya pakai santan jadi saja kamu tidak usah marut tidak usah meres kelapa, langsung dituangkan di panci. Bumbunya juga pakai bumbu jadi saja, jadi kamu tidak usah ulek-ulek, kamu tidak usah repot, langsung dimasukkan saja ke dalam panci, ditambah air, ayamnya nanti kamu masukkan, terus diaduk-aduk. Tunggu sampai mendidih .... Nah gampang kan .... Sekarang itu zaman gampang, Is ..., jangan sampai kamu repot, bikin capek, bikin kesel, malah-malah nanti masakanmu ndak selesai-selesai, masakanmu belum tentu rasanya enak." kata si pedagang itu memberi masukan.
Dewi dan adiknya, anaknya yang ikut ke warung, begitu melihat ibunya membeli ayam, tentu langsung senang. Dia tersenyum girang, karena nanti akan makan dengan opor ayam. Anak-anaknya membantu membawakan belanjaan ibunya. Baru kali ini mereka diajak belanja ke warung, dan akan dibuatkan masakan yang enak.
Lantas, mereka ke dapur, mengikuti ibunya yang memasak. Anaknya membantu ibunya yang sedang memasak, bahkan tidak hanya membantu, tetapi anak-anak yang kecil itu ikut bermain di dekat ibunya yang memasak.
Hari itu, Podin beserta istri dan anak-anaknya, menikmati makan enak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments
Kardi Kardi
hmmm. hati-hati kang dengan keluargomuuu
2024-05-13
1