Podin sudah melangkah masuk ke ruang tengah bagian istana itu. Matanya terbelalak ketika menyaksikan begitu indah dan megah bangunan istana itu. Tiang-tiangnya besar-besar berwarna kuning mencorong, pasti itu terbuat dari emas. Pilar-pilarnya dihiasi rupa-rupa batu permata. Pasti itu adalah intan berlian, yang memantulkan sinar gemerlap. Dindingnya yang berlapis emas juga dihiasi zamrut dan mirah delima. Ada mosaik yang terbuat dari berbagai warna batu mulia. Lantainya yang terbuat dari marmer sangat tua, terlihat bening mengkilap. Ada permadani yang terpasang di bagian tengah, hampir menempel pada bagian altar yang lebih tinggi di belakangnya. Permadani itu sangat tebal dan empuk. Warnanya merah dihiasi dengan lukisan bunga-bunga yang indah.
Podin berhenti di depan permadani itu. Takut menginjakkan kaki di permadani, khawatir kakinya akan mengotorinya. Makanya ia tidak berani melangkah maju, hanya penglihatannya saja yang tengak-tengok ke berbagai arah, mengamati ruangan itu. Tidak ada orang sama sekali di tempat yang serba mewah itu. Sama sekali. Bahkan suara yang tadi sempat terdengar, kini tidak ada suara sama sekali. Betul-betul hening.
Podin tidak berani melangkahkan kakinya takut akan mengotori permadani yang digelar di hadapannya. Permadani yang tebal, permadani yang harganya mahal dan hanya dimiliki oleh orang-orang kaya saja. Dan tempat ini adalah istana yang megah. Maka Podin takut kalau jika saja di dalam istana itu ternyata ada laskar-laskar atau punggawa kerajaan yang sedang mengintai gerak-gerik Podin, kalau sampai Podin melakukan kesalahan dalam istana itu, nanti bisa saja laskar-laskar itu menangkap dan memenjarakan, atau bahkan bisa saja membunuh Podin.
Maka Podin langsung bersimpuh di hadapan permadani itu, tanpa berani berkutik atau berbuat apapun. Hanya matanya yang memandang ke kanan dan ke kiri, lalu memandang ke depan, bahkan juga memandang ke atas. Dan ia sangat waspada kalau tiba-tiba ada laskar yang datang menangkapnya.
Podin hanya sanggup melihat apa yang ada di dalam ruangan istana itu. Selanjutnya, ia hanya bisa memandam hasrat, bagaimana kalau kakek tua itu memberi sebagian harta kekayaannya itu untuk dirinya. Jika saja Podin diberi secuil saja batu permata yang menempel di dinding, atau secuil emas yang melapisi dinding-dinding istana itu, sungguh, Podin pasti akan menjadi orang kaya.
Dan yang paling menggiurkan adalah saat Podin menyaksikan pada bagian altar yang ada di ujung permadani, tepat di depannya, tepat di hadapannya, matanya memandang ada peti-peti semacam peti harta karun. Yach ..., itu adalah peti harta karun. Seperti yang selalu ada dalam cerita bjak laut, yang mencari peti harta karun. Ternyata di istana yang sekarang Podin berada di dalamnya itu, terdapat peti harta karung yang jumlahnya cukup banya. Pasti, peti-peti harta karusn itu isinya adalah harta karun yang sangat melimpah. Harta karun yang sangat banyak. Harta karun yang sangat berharga. Dan pasti isi dari harta karun itu sangat mahal-mahal harganya. Harta karun yang berisi emas permata.
"Huahaha .......!!! Huahaha .......!!! Huahaha .......!!!"
Tiba-tiba terdengar suara gelak tawa yang menggelegar, suaranya memenuhi ruangan istana itu. Podin yakin itu adalah tawa dari si kakek tua yang sudah memberikan uang kepadanya kemarin. Podin masih ingat suara si kakek tua itu. Makanya Podin tidak takut. Walau suara itu menggelegar dan menggema ke seluruh ruang istana, tetapi satu hal yang ingin ditemui oleh Podin adalah Si kakek tua yang punya istana itu.
Namun, lagi-lagi Si kakek tua itu tidak mau keluar. Si kakek tua itu tidak mau memunculkan dirinya. Si kakek tua itu tidak mau menampakkan wujudnya di depan mata Podin. Walau Podin pernah ketemu, pernah bicara, bahkan pernah diberi uang oleh si kakek tua itu, namun ia diam. Tetap bersimpuh di lantai istana itu. Takut kalau melangkah ia akan salah. Podin diam tidak mau bergerak. Ia khawatir akan diseret oleh para ponggawa kerajaan, jika tiba-tiba para ponggawa yang mengintainya itu tahu.
Maka satu-satunya cara yang dilakukan oleh Podin hanyalah menunggu kehadiran dari pemilik istana itu. Yah, hanya menunggu entah sampai kapan Si kakek tua itu akan datang.
"Huahaha .......!!! Huahaha .......!!! Huahaha .......!!!" gelak tawa itu kembali terdengar. Tetap tidak kelihatan orang yang tertawa.
"Hai anak manusia .... Lihatlah betapa banyak harta benda yang ada di istana ini. Hahahaha .... Hai anak manusia .... Lihatlah ..., di hadapanmu ada peti-peti harta karun. Jumlahnya tidak sedikit .... Ada banyak dengan ukuran yang berbeda-beda. Tentu isinya juga berbeda-beda .... Peti-peti harta karun itu boleh dimiliki oleh siapa saja yang mau mengambil peti-peti harta karun dalam istana ini. Termasuk kamu yang malam ini datang ingin mendapatkan harta karun .... Tetapi setiap orang yang datang kemari hanya boleh mengambil satu peti saja, memilih satu peti saja untuk dibawa pulang. Ingat ..., hanya boleh mengambil satu peti saja. Dan hanya boleh mengambil sekali saja dalam hidupnya. Maka, pilihlah yang terbaik untukmu. Huahaha .......!!! Huahaha .......!!! Huahaha .......!!!" suara itu terdengar jelas, tetapi sekali lagi, orang yang bicara tidak terlihat. Hanya suara saja yang menggelegar memenuhi ruang istana itu.
"Hanya boleh mengambil satu peti harta karun ...?!" gumam Podin. Tentu Podin ingin mengangkat peti yang paling besar. Pasti isinya paling banyak.
Dan tiba-tiba saja, peti-peti harta karun itu tutupnya terbuka. Terlihat jelas isi yang ada dalam peti-peti harta karun itu. Rata-rata isinya adalah emas permata, berbagai macam perhiasan yang sangat gemerlap. Tetapi ada juga uang-uang yang terdapat dalam peti harta karun itu.
"Wao .... Ini harta karun yang tidak terhitung banyaknya .... Semuanya bagus .... Semuanya indah .... Semuanya menarik .... Pasti istri saya akan senang mendapatkan ini semua .... Saya akan jadi orang kaya .... Saya bisa membangun rumah .... Saya bisa beli motor .... Saya kaya raya ...." tiba-tiba tanpa sadar, Podin langsung melangkah ke tempat peti-peti harta karun itu berada. Tentu Podin ingin segera membawanya pulang.
Setelah sampai di tempat peti harta karun yang sudah terbuka tutupnya itu, tentu Podin menjadi bingung, peti mana yang akan diambilnya. Niat hatinya ia ingin membawa semua peti-peti harta karun itu. Namun pesan dari suara tadi, ia hanya boleh membawa satu peti saja, yang mampu dibawanya.
Podin langsung mengangkat peti harta karun yang paling besar. Tentu menurut Podin, peti yang paling besar itulah yang isinya paling banyak dan harganya paling mahal. Dengan membawa peti yang paling besar itu, maka semua kebutuhannya akan terpenuhi. Ia akan menjadi kaya mendadak.
"Uch ...! Berat ...." kata Podin yang berusaha mengangkat peti paling besar itu, ternyata tidak kuat menjunjungnya.
Podin kecewa. Harapannya untuk membawa peti terbesar sirna. Harta karun yang sangat banyak itu pun tidak bisa ia bawa pulang.
Selanjutnya, Podin mencoba yang urutan besar ke dua. Ternyata juga gagal. Hingga seterusnya, Podin gagal mengangkat peti-peti harta karun yang banyak itu. Dan tinggal peti yang terakhir. Tidak terlalu besar, tetapi isi peti itu juga penuh, bahkan sampai meluber berjatuhan di bawahnya. Peti itu berisi lembaran-lembaran uang kertas ratusan ribu. Tetapi juga terlihat oleh mata Podin, kalau di dalam peti itu juga terdapat koin-koin emas. Bahkan di bagian atas tumpukan uang kertas itu terlihat ada beberapa gelang dan untaian kalung emas.
"Lumayan ...." gumam Podin yang tentu masih kecewa karena tidak sanggup mengangkat peti yang besar. Padahal pekerjaannya sebagai kuli, angkat junjung barang-barang berat. Tetapi peti itu masih terlalu berat karena saking banyaknya harta karun yang ada di dalamnya.
Akhirnya, Podin memasukkan uang yang tercecer di lantai, lantas menutup peti itu, dan mengangkat peti yang berisi uang kertas dan beberapa perhiasan itu. Ternyata bisa.
"Ah, yang ini saya kuat mengangkatnya ...." kata Podin yang sudah menaruh peti harta karun itu di pundaknya.
"Terima kasih, Kek ...!" kata Podin lantang, yang langsung membawa peti harta karun itu keluar dari istana yang penuh harta karun tersebut.
Podin terus melangkah meninggalkan istana yang gemerlap itu, kembali menyusuri jalan yang sempit dan sangat gelap gulita, karena malam itu bertepatan dengan bulan mati. Ia menuju ke tempat semula waktu tukang perahu tadi sudah menurunkannya.
Ternyata setelah sampai di tempat tadi ia turun dari perahu, di situ tukang perahunya sudah menunggu. Sama seperti waktu berangkat, tukang perahu itu tidak bicara. Hanya diam, dan juga tidak mau menampakkan mukanya. Meski hari sudah larut malam, tukang perahu itu tetap menutup wajahnya dengan caping keropaknya yang lebar. Tukang perahu itu juga tidak mau memandangi penumpangnya. Ia tetap berdiri di ujung perahu, dengan memegang galah yang ia gunakan untuk menjalankan perahunya.
Podin langsung melangkah masuk ke dalam perahu. Ia melangkah dengan hati-hati, karena sambil memanggul peti harta karun di pundaknya. Lantas setelah masuk ke perahu, ia duduk di atas papan tembal yang dijadikan tempat duduk. Tentu sambil memeluk erat peti harta karun yang diperoleh dari istana tadi. Khawatir kalau sampai terlepas, atau diminta oleh tukang perahu yang mengantarnya.
Namun tentunya tukang perahu itu bukanlah manusia yang tamak dengan harta benda. Kalaupun mau, dengan mudah ia keluar masuk istana.
Beberapa saat kemudian, perahu kecil yang ditumpangi oleh Podin, sudah sampai ditempat yang tadi sore datang menjemputnya. Ya, tepat di bawah gubug yang separoh siang Podin menunggu datangnya perahu itu.
Si tukang perahu sudah merapatkan perahunya di batu-batu karang. Tanpa disuruh oleh si tukang perahu, Podin turun dari perahu itu. Menapakkan kakinya di batu karang yang basah oleh hempasan gelombang laut. Dengan hati-hati. Tentu sambil memegang erat peti harta karun yang dibawanya.
Setelah Podin turun dari perahu, tiba-tiba saja tukang perahu itu sudah memutar haluan. Dan sangat cepat perahu itu sudah kembali melaju ke tengah laut.
"Hoe ....!! Saya belum membayar ...!! Saya belum memberi upah ...!!" Podin berteriak, karena belum membayar ongkos tukang perahu itu.
Namun rupanya, lagi-lagi si tukang perahu itu tidak menghiraukan teriakan Podin. Perahunya terus melaju ke tengah, tanpa menoleh pada penumpangnya.
Melihat tukang perahu itu sudah bablas melaju ke tengah, Podin melenggong. Niatnya untuk memberi upah kepada tukang perahu itu sudah gagal. Tapi tidak mengapa, mungkin si tukang perahu itu adalah utusan dari si kakek tua yang punya istana megah di tengah pulau itu.
Setelah naik ke gubug, dan berjalan menuju jalan setapak, Podin pun melangkah pulang. Tentu Podin senang. Tentu Podin bahagia. Tentu Podin gembira, karena dirinya pada malam itu sudah bisa membawa pulang peti harta karun yang berisi uang sangat banyak jumlahnya. Lega rasanya bisa pulang dengan membawa satu peti yang berisi penuh dengan uang. Dan tentunya nanti akan dibuka di rumahnya bersama dengan istri dan anak-anaknya. Lantas ia akan katakan kepada istri dan anak-anaknya, kalau dirinya sudah mendapatkan harta benda yang sangat banyak. Kalau dirinya kini punya uang yang banyak. Kalau dirinya akan menjadi orang yang kaya raya. Kalau dirinya akan menjadi orang yang sangat dihormati karena memiliki rumah mewah, memiliki perabotan-perabotan yang mahal-mahal, memiliki uang yang banyak, memiliki kendaraan yang bagus. Dan tentu, keluarga Podin akan menjadi keluarga yang bahagia. Anak-anaknya tidak kekurangan makan. Istrinya tidak akan pergi hutang ke warung tetangganya. Bahkan listrik juga tidak nyalur dari rumah tetangga. Podin akan beli televisi yang besar, biar para tetangganya yang sering mengusir anaknya saat nonton TV jadi iri.
Langkah kaki Podin berjalan cepat. Ingin rasanya ia segera sampai di rumah. Ingin rasanya ia segera menunjukkan peti harta karun itu kepada anak dan istrinya. Maka jalannya pun semakin dipercepat. Meski sambil menyunggi peti harta karun di pundaknya, tetapi Podin tidak merasakan rasa letih, rasa capek ataupun rasa berat memanggul peti itu. Tentu itu semua karena hatinya yang sedang bungah, senang mendapatkan harta karun. Sehingga tanpa terasa, jalannya Podin seakan seperti orang yang berlari. Sangat cepat.
"Kukukeluruuuuukkk ........!! Kukukeluruuuuukkk ........!! Kukukeluruuuuukkk ........!!" terdengar ayam jantan keluruk, berkokok bersautan dari rumah tetangganya. Pertanda hari sudah menjelang pagi. Meski matahari belum memancarkan sinarnya, beberapa orang sudah mulai bangun. Terutama para perempuan, yang bersiap untuk melakukan aktivitasnya melayani suami. Namun tentunya masih berada di dalam rumah. Belum berniat keluar, karena udara yang sangat dingin.
Podin, yang tentu dengan nafas ngos-ngosan karena jalannya yang sangat cepat, baru saja sampai di depan rumahnya. Ia mendekat ke pagar dinding rumahnya yang terbuat dari papan. Lantas menempelkan matanya di celah papan itu, untuk mengintip istri dan anak-anaknya yang pasti masih terlelap tidur.
"Ihik ..., ihik ..., ihik ...." terdengar suara anaknya yang paling kecil menangis. Mungkin akan pipis.
"Bentar, Sayang ...." terdengar suara istrinya yang lantas mengangkat anaknya, lantas menjunjung ke bagian lantai yang hanya berupa tanah, membuka celananya dan menyuruh anaknya pipis di situ. Pantas rumahnya bau pesing.
Setelah itu, anaknya dikembalikan ke dipan yang diberi kasur bekas dari tetangganya. Kembali tidur. Empat anak itu masih terlelap tidur.
"Isti .... Buk ..., Isti ...." Podin memanggil istrinya. Tidak terlalu keras, takut membangunkan anaknya.
Istrinya tengak-tengok. Tentu mencari asal suara itu, yang ia paham presis bahwa itu adalah suara suaminya.
"Pak ...?!" istrinya balas menyaut.
"Bukakan pintunya ...." kata Podin menyuruh istrinya untuk membukakan pintu rumahnya.
Istrinya langsung menuju pintu. Lantas membuka pintu rumahnya. Dan pasti jengkel dengan suaminya yang semalaman tidak pulang-pulang.
"Ya ampun, Pak .... Kamu ini dari mana saja ...?! Kerja kok tidak pulang-pulang .... Yang di rumah itu khawatir, Pak ...." kata istrinya yang tentu memarahi Podin.
"Sssttt .... Jangan keras-keras .... Nanti anak-anak terbangun ...." Podin langsung masuk, dan kembali menutup pintu.
"Bapak itu dari mana saja .... Saya dan anak-anak itu bingung, Pak ...." kata istrinya lagi, yang tentu masih jengkel.
"Saya mencari uang, Is .... Saya pergi ke rumah Kakek yang kemarin memberi uang kepada saya .... Ini .... Lihat, ini .... Saya diberi uang sebanyak ini ...." kata Podin sambil menunjukkan peti harta karusn itu kepada istrinya.
"Ya ampun, Pak .... Beneran ini, Pak ...?!" kata istrinya yang tidak percaya dengan peti yang dibawa oleh suaminya itu.
"Iya .... Peti harta karun ini berisi penuh uang .... Pokoknya kita kaya, Is ...." kata Podin yang tentu sangat gembira, dan diluapkan memeluk erat tubuh istrinya.
Demikian pula istrinya, yang tentu sangat senang begitu mendengar suaminya pulang membawa banyak uang.
"Pak, sebaiknya peti ini kita buka besok pagi saja, kalau keadaannya sudah terang .... Dan lagi, anak-anak sudah pada sekolah .... Sekarang aku dikeloni dulu, Pak .... Kangen ..., semalam tidur tidak ada yang memeluk ...." kata istrinya.
Akhirnya, Podin menaruh peti harta karun itu di bawah kolong tempat tidur. Lantas, langsung naik ke tempat tidur, pasti memenuhi permintaan istrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments
Kardi Kardi
ealachhh bu buuuu. ana duit jaluk kelonnnn. hadeuchhh
2024-05-13
1
Putra Wilis
ceritanya keren...
2023-09-30
3