Bab 7 Grogi

"Maaf tuan.. " ucap Lily minta maaf dengan menundukkan kepala.

"Lain kali aku tidak menerima kelalaian dalam bekerja, mengerti ?" ucap tuan muda Jonathan tanpa ekspresi.

Selanjutnya.. dengan pencahayaan yang berasal dari lilin di beberapa sudut ruangan, Lily mulai menyiapkan segala yang dia butuhkan. Dan seperti biasa diam diam tuan muda Jonathan memperhatikan setiap gerakan terapisnya sekecil apapun.

Lily merasa cukup grogi saat ini lantaran majikannya tetap menatap tanpa mengalihkan pandangan dan saat Lily membalas tatapan tuan muda Jonathan, ada perasaan aneh yang muncul tiba tiba dalam dirinya.

Suatu perasaan yang baru pertama kali Lily rasakan, jantungnya seakan berdebar lebih cepat dan tatapan tuan muda Jonathan benar benar membuat tubuhnya terasa bergetar halus.

Perasaan apa ini.. batin Lily grogi.

Sedikit demi sedikit gelas kecil mulai terisi darah segar , malam ini adalah terapi kedua yang mereka lakukan dan entah mengapa tapi Lily masih merasa ada yang janggal dengan majikannya.

Memang benar tempat ini berada di pegunungan salju , tapi suhu tubuh mereka benar benar dingin. Tidak seperti suhu para Pelayan termasuk diriku yang tidak sedingin itu, Aneh sekali.. batin Lily bingung.

Lily yang larut dalam pikirannya sendiri sampai tidak menyadari jika gelas sudah penuh akan darahnya dan,

Grebb.. Lily tersentak kaget saat sentuhan dingin dari tangan tuan muda Jonathan menepuk pundaknya.

"Jangan melamun Lily. " Lirih dan singkat tuan muda Jonathan berucap tepat di telinga Lily.

"Ma.. maaf tuan maaf.. " kembali meminta maaf dan kemudian Lily kembali fokus pada tugasnya malam ini.

Usai menyerahkan satu gelas terapi berisi darah segar, Lily merapikan peralatan . Sambil menunggu tuan muda Jonathan menghabiskan darahnya, dalam hati Lily ingin sekali bertanya , pemyakit aneh apa yang di derita tuan muda Jonathan sampai harus menjadikan darah sebagai sarana pengobatan.

Maklum saja dirinya tidak pernah sekolah jadi tidak tahu apapun tentang hal semacam itu.

Setelah semuanya selesai, Lily pamit keluar dari kamar tuan muda Jonathan . Lily ingin segera kembali ke paviliunnya untuk bersiap makan bersama di rumah belakang.

Suasana kastil di malam hari benar benar mencekam, hanya penerangan di setiap sudut ruangan dan itupun tidak mampu menerangi secara keseluruhan.

Dan saat ini setiap langkah Lily terasa berat, seperti merasakan kehadiran orang lain yang sedang mengawasinya.

Glek.. Lily kesulitan menelan salive saat sekelebat bayangan terlihat melintas di salah satu sudut lantai atas.

Lily menggelengkan kepala cepat lalu benar benar gegas mencari pintu keluar untuk kembali ke rumah belakang.

Rumah belakang adalah bangunan yang lebih kecil dari bangunan utama dimana setiap pelayan yang berkerja di kastil tinggal di dalamnya.

Rumah pelayan yang mirip rumah pada umumnya di mana setiap orang melakukan aktivitas rumahan usai jam kerja.

Saat ini semua pelayan telah bersiap untuk makan malam, mereka mengelilingi sebuah meja besar dan beberapa orang menyajikan berbagai hidangan hangat di atasnya.

Cedric tampak mengatur semuanya dengan sangat baik, dia benar benar berperan sebagai penanggung jawab para pelayan.

"Kemari dan duduklah nak, kita akan makan bersama.. " ucap salah satu wanita yang berusia setengah abad menepuk kursu di sebelahnya.

"Terima kasih, " Lily duduk di samping wanita tua tersebut sambil mengamati setiap pelayan lainnya.

"Kami semua adalah para tunawisma yang tidak punya tempat tinggal dan keluarga, semua yang ada di sini adalah berasal dari berbagai wilayah dan sama sama membutuhkan pekerjaan untuk bertahan hidup, Welcome join us Lily sekarang kita semua adalah keluarga.. " ucap Cedric yang kemudian mengangkat gelas mengajak semua orang bersulang.

Hati Lily menghangat, ternyata saat diluar jam kerja mereka semua bersikap sangat hangat. Berbeda jika saat jam kerja yang mana mereka semua bersikap dingin, tanpa ekspresi dan tidak boleh bicara, tidak boleh menyapa pelayan lain.