Cemburu

Keeseokan harinya Aleksa terlihat kesal. Ia mencueki Bastian dia tak seperti biasanya. Bastian pura-pura tidak tahu.

“Kenapa Bu? Mukanya kayak pakaian yang baru kering gitu?’’

Aleksa tak menyahut. Ia letakkan tasnya, kemudian ia ambil handphonenya dan menghidupkan music di telingannya.

“Leksa, lagi dapet?’’tanya Bastian lagi.

“Hm,’’

“Kamu terlambat bangun atau gimana?’’tanyanya lagi Bastian. “Udah sarapan?’’

“Bisinglah bas.’’ketusnya kesal

Bastian tersenyum. Ia langsung membungkam dirinya. Hingga bunyi bel istirahat, Bastian tidak mencakapi Aleksa lagi. Ia pergi ke kantin. Memesan makanan, dan minuman. Ia duduk di sudut kantin untuk mencari kenyamanan. Sambil menikmati makanan, ia mengamati aktivitas para siswa. Tak lama segeng cewek datang menghampiri.

“Kak Bastian.’’Sapa salah satu dari para gadis itu.

Bastian tersenyum.’’Hi, why?’’

“Tolong terima kak,’’ujarnya sembari memberikan beberapa surat.

“Oh iya, ini apa’’tanyanya ketika surat tersebut ia terima.

“Baca aja ya Kak. Hm kami ngefans sama kakak’’

Bastian tertawa. Ia meminum air mineralnya.’’Kalian salah orang. Hehe aku enggak seperti ekspetasi kalian loh. Jangan terlalu berharap lebih ya genks.’’ucapnya langsung.

“Justru karena kami udah tahu kakak, makanya kami semakin ingin kenal kakak.’’

“Aku udah ngingatin loh.’’

‘’Siap Kak.’’

‘Hm nyatanya, kakak seramah ini ya.’’puji salah satu dari mereka.

“Hehe, okelah,aku terima suratnya ya, nanti aku baca. makasih ya.’’ucap Bastian.

Theo yang memperhatikan Bastian dikelilingi cewek langsung menjudge bahwa Bastian playboy. Ia langsung mengbarkan berita tersebut kepada sahabatnya Deren.

Hal ini menjadi suatu keberuntungan bagi deren, karena Bastian tidak akan menganggu Aleksa cewek incarannya.

Bel pun berbunyi, seluruh siswa Kembali ke tempat duduknya. Aleksa masih memasang wajah yang sama. Hingga jam pelajaran Kembali dimulai, kali ini pelajaran seni budaya, mereka dikelompokkan untuk menggambar ilustrasi dengan Teknik kering. Kelompok ini bersama teman sebangku. Mau tidak mau Aleksa harus bersama Bastian.

“Leks, kita gambar apa?’’tanya Bastian.

‘’Terserah.’’

“Hm, enggak ada gambar terserah loh’’ledek Bastian sambil mencari referensi.

‘’Oh, kalau gambar orang yang jual temannya agar bisa masuk tim inti ada enggak ya Bast.’’

‘’Maksud kamu gimana Leksa? Kamu nyindir aku?’’

“Hm, kamu kesindir?’’tanyanya Kembali.

“Oh, jadi itu yang buat kamu bertingkah kayak gini. Kamu gelo Leksa.’’celoteh Bastian sedikit bercanda.

“Masih bisa kamu bercanda ya Bas. Aku enggak bisa tidur semalaman karena tingkah kamu kemarin.’’

Bastian menghela nafas Panjang, ia merapatkan tubuhnya ke Aleksa, agar Aleksa tidak menjadi-jadi. Wajahnya sudah menunjukkan kemarahan.

"Kamu salah paham Leksa.’’bisiknya perlahan. “Aku minta maaf ya, jadi buat kamu overthinking kayak gini.’’sesalnya.

“Enggak usah ngeles kamu Bas.’’ucapnya setengah mendorong tubuh Bastian menjauh darinya.

“Ehm, aku enggak segila itu Leksa. Aku memang pingin masuk tim inti, pingin masuk ke tim sekolah ini, sampai bela-belain pindah. Tapi aku enggak sejahat itu Leksa.’’jelas Bastian tenang. ‘’Lagian, harusnya aku ngedekatin pelatih bukan Deren. Kalau Derenkan cuma pemain Leksa.’’

‘’Bodo ah, pokoknya aku enggak suka cara kamu kayak giniin aku.’’

“Hehe, iya-iya aku minta maaf ya. “

“Hm semudah itu ya Bas.’’

“Iya enggak semudah itu sih Leksa. Aku minta maaf ya, mungkin caraku aja yang salah. Tapi kalau kita nonton rame-rame pasti seru. Aku enggak ada maksud macam-macam Leksa.’’

“Hm’’jawabnya singkat

“Kalian gambar apa Bas,?’’tanya guru seni kepada mereka.

“Eh masih bingung Bu. ‘’jawab Bastian terkejut.

“Biasanya kalau masalah seni kamu engak sebuntu ini Bast.’’ucap ibu Hana mendekati pekerjaan mereka. ‘’Kalau Aleksa, pinternya nyanyi, kalau menggambar kayak gini masih proses ya Sa.’’

“Hehe iya Bu.’’

“Ajarin Leksa ya Bas, ibu enggak menuntut kalian untuk bisa semuanya, tapi paling tidak kita juga harus perlu tahu.’’

‘’Baik Bu.’’jawab Bastian sembari tersenyum.

Bastian mulai mencoretkan pensilnya di kertas yang diberikan ibu Guru tadi. Aleksa mencoba mengamati, dan membantu memberikan arsiran Digambar tersebut. Bastian menggambar satu wajah dengan dua sisi yang berbeda. Gambar tersebut menunjukkan dua sisi yang berbeda.

Aleksa mencoba memahami gambar tersebut dengan baik. Perasaan kesalnya terhadap Bastian mulai memudar. Sesekali ia mengamati wajah Bastian yang serius. Menggambar memanglah hobinya. Isi gambarnya mengalir begitu saja.

Akhirnya gambar itu selesai. Mereka disuruh mempresentasikan hasil karya mereka. Walaupun ide itu dari bastian, namun Aleksa sangat mahir untuk mempresentasikannya, seolah-olah dia benar-benar mengerti isi hati Bastian.

“Kamu keren Leksa, tanpa aku jelasin kamu bisa mengeluarkan segala apa yang kumaksud di gambar itu.’’

“Hm’’jawabnya singkat.

“Jangan marah lagi.’’pujuk Bastian. Ia mengeluarkan sebatang coklat dari isi tasnya. “Mudah-mudahan dengan ini mood kamu berubah.’’ucapnya sembari tersenyum. ‘’Aku duluan ya, mau Latihan lagi. Aku minta maaf, kalau caraku salah ya Leks, tapi aku enggak ada maksud apa-apa. Dimakan coklat ya cantik, awas kalau kamu buang, aku datangi nanti ke rumah kamu.’’ucapnya sambil meninggalkan Aleksa.

Aleksa tersenyum. Raut wajahnya berubah serratus delapan puluh derajat. Hatinya begitu gembira menerima sebatang coklat. Tiba-tiba Deren mengagetkan dirinya.

“Leksa, hari ini kami ada pertandingan, mohon dukung kami ya.’’

‘’Hm.’’

“Sampai ketemu nanti.’’

Tepat pukul 15.00 WIB pertandingan dimulai. Seluruh pemain masuk ke lapangan. Kali ini Bastian bermain di babak pertama. Ia dijadikn striker sesuai kemampuannya. Seluruh adik kelas mengagungkan Namanya. Bastian menjadi sorotan public, karena kebiwaiaannya dalam menggiring bola dan menjugling bola. Ia padu padankan kedua kemampuan itu di lapangan yang luas itu.

Namun sebenarnya dalam bermain bola Bastian mengalami trauma psikis yang membuatnya ragu-ragu dalam menembak bola ke arah gawang. Di sekolahnya yang lama, Bastian sering dicadangkan dikarenakan ia tak mau mengoper bola kepada temannya. Bukan tanpa sebab hal itu dikarenakan peluang gol yang lebih besar. Akan tetapi teman-temannya menganggap hal itu, sebagai pemain yang ingin maju sendiri. Pada waktu itu Bastian merasa bahwa teman-temannya tidak dapat mengikuti permainannya sehingga ia tidak menyerahkannya.

“Bastian’’panggil pelatih dari pinggir lapangan.

Bastian bergerak ke arah pelatih.

“Peluang mencetak gol tadi besar, mengapa kamu mengopernya ke Robert?’’

‘’Maaf Pak.’’

“Jangan sia-siakan kesempatan hari ini Bas!’’teriak Pelatih dari pinggir lapangan.

“Baik Pak.’’

Pertandingan kembali berlangsung, Bastian mengoper bola kepada Deren yang berada di daerah lawan, diikuti Theo yang mendampingi. Mereka teman kolaborasi yang epic, Theo bergerak sebagai assiten Deren. Bastian yang memahami itu, mendekati mereka dan memanfaatkan keadaan. Ia berlari sebagai umpan ke arah gawang, sehingga memberi peluang kepada Deren untuk menembak bebas.

Namun Deren tidak memahami maksud dari Bastian, ia Kembali memberikan bolanya kepada Theo, padahal dia berpeluang besar untuk mencetak gol.

“Oh God, Deren’’ujar Bastian sedikit kesal.

Babak pertama pun berakhir, mereka berisitirahat di ruang ganti. Pelatih memberikan evaluasi terhadap permainan mereka.

“Jadilah pemain yang berpikir cerdik, jangan asal main. Asal bertaruh stamina. Pikirkan baik-baik. Beri peluang dan ciptakan gol sebanyak-bbanyaknya.’’

“Bast, kamu ngapain sih main lasak kali.’’celutuk Theo kesal.

“Aku jadi umpan Theo, harusnya kamu manfaatin keberadaanku.’’

‘’Umpan apa, enggak jelas gitu!’’

‘’Eh, kalian itu tim, harusnya saling koordinasi!’’nasihat Pelatih. “Formasi saya ubah.’’

Pelatih pun mengubah formasi. Theo menjadi pemain bertahan. Bastian dan Deren menjadi penyerang, hal ini membuat Theo kecewa dan kesal kepada Bastian. Namun Bastian, tidak memahami itu, karena ia hanya mengikuti anjuran pelatih, dan hal itu hanya untuk kebaikan pelatih.

‘’Oke, semoga kali ini kita banyak mencetak gol.’’ujar pelatih memberikan semangat.

‘’Baik Pak.’’

‘’Baik, semuanya sekarang ke lapangan.’’perintahya.

“Pak, saya izin ke kamar mandi bentar ya.’’

“Jangan lama-lama Bast.’’

“Baik Pak.’’

Bastian pun dengan segera berlari menuju ke kamar mandi. Ia sedikit mengguyur rambutnya agar basah. Setelah itu ia lap wajahnya kembali menggunakan tissue. Bastian pun dengan segera kembali ke lapangan.

Pertandingan dimulai kembali. Alur pertandingan sesuai dengan harapan mereka. Mereka memegang kendali terhadap permainan. Pertandingan selesai dengan angka 3-0.

‘’Walau kita sempat gagal di babak pertama, hasil babak dua cukup memuaskan. Selamat untuk tim, jangan cepat puas. Hasil evaluasi kita bicarakan pada pertemuan berikutnya.’’pujinya sambil membubarkan tim. “Kamu Bastian tinggal di tempat, yang lainnya boleh pulang,’’perintahnya.

Bastian menurut, ia duduk menunggu arahan pelatih. Jelas sekali terlihat pelatih menunggu para pemain pulang. Beberapa orang masih mengamati Gerakan Bastian dan pelatih.Seperti halnya Theo berharap bahwa Bastian mendapat bogeman mentah dari pelatih, karena menggeser posisinya sebagai striker. Ia benar-benar menunggu momen itu. Hingga ia rela melambatkan jalannya agar dapat menyaksikan harapannya.

Namun nyatanya pelatih menyuruhnya duduk di sampingnya. Bastian mengikuti. Ia menatap jauh lapangan yang masih lalu Lalang orang

“Apa yang kamu ketahui tentang sepak bola Bast?’’

“Permainan tim, yang harus mencetak banyak gol.’’

“Saya sudah cari tahu kenapa kamu selama ini dicadangkan di sekolahmu yang lama.’’

Bastian terdiam. Ia tak menyahut sepata katapun, tiba-tiba pikirannya jauh melayang.

“Lalu kenapa kamu pas masuk tim main ini caramu berubah?’’

Seketika Bastian terkejut, ‘’Maksudnya Pak?’’

Lelaki itu tersenyum, kemudian menepuk Pundak Bastian secara perlahan sebanyak tiga kali. “Sepak bola itu memang permainan tim, tapi sepak bola juga permainan individual. Kita sebagai pemain, harus bisa memutuskan sekali-kali, kapan kita bermain tim, dan kapan pula bermain individual.’’jelas Pelatih sembari tetap menepuk Pundak Bastian.

“Jadi maksud Bapak, saya enggak apa-apa bermain dengan cara saya seperti di sekolah saya dulu.’’

Pelatih itu berdiri.

“Kamu pikir aja baik-baik Bast, kamu yang nyimpulin sendiri.’’ucapnya sambil meninggalkan Bastian. “Sepak bola bukan hanya tim, tetapi juga individualis’’jelasnya lagi sambil menjauh meninggalkan Bastian.

Tepat pukul 15.00 Wib, Aleksa datang ke rumahnya Bastian. Seorang lelaki tua menyambutnya dengan ramah. Dilihat dari fisiknya bahwa beliau adalah pemilik rumah yang ditinggali Bastian. Dengan mengenakan sweater dan training Panjang, Bastian tiduran di ruang tv. Ia terlihat terkulai lemas. Wajahnya pucat.

“Bast, bangun, ini ada teman kamu jenguk.’’kata pria tua itu sambil menggoyangkan tubuh Bastian perlahan.

Bastian membuka matanya, ia baru sadar selang beberapa menit bahwa Aleksa menjenguknya ke rumah. Bastian pun berusaha duduk namun Aleksa melarangnya. Begitu juga dengan lelaki tua itu.

‘’Udah, kamu tiduran aja, ‘’larang Aleksa.

“Ibu ketua, maaf aku ngerepotin’’ucapnya lemah. Ia berusaha untuk bangkit dari pembaringannnya.

“Ngerepotin apa?’’tanyanya kesal.’’Udah ih, bobok aja situ’’ucap Aleksa sambil mendekati Bastian, dan memegang badannya untuk tidur kembali. Aleksa memegang kepala Bastian.’’Panas banget badan kamu Bas’’

‘’Obatnya minum dulu Bas.’’perintah kakek Hamid kepadanya.

“Udah tadi Kek.’’ucap Bastian.

“Nak, kamu sekelasnya Bastian?’’tanya lelaki itu dengan ramah.

“Iya kek, dan juga Leksa teman sebangkunya Kek.’’sahutnya memperkenalkan diri.

“Apa Bastian di sekolah punya teman yang gak menyukai kehadirannya?’’tanyanya lagi menginterogasi.

“Setahu Aleksa enggak sih Kek, karena Bastian humble orangnya. Malah banyak yang ngefans sama Bastian.’’jelas Aleksa sambil tersenyum.

“Apa itu ngefans?’’

‘’Kayak kagum gitu Kek. Banyak yang suka sama Bastian Kek.’’

Bastian tersenyum.”Kamu ngomong apa sih Leksa?’’.

“Kenyataan’’jawab Leksa spontan.

‘’Leksa, kakek tinggal dulu ya, kakek mau istirahat.’’tuturnya sambil meninggalkan Leksa dan Bastian. ‘’Kalau memang kamu haus ambil sendiri ke dapur ya Nak.’’

“Kamu jangan ngomong hal yng berlebihan Leksa.’’pinta Bastian perlahan. Ia tersenyum memperhatikan Leksa yang tampil feminim.

“Aku enggak berlebihan. Aku ngomong apa adanya.’’celutuknya lagi.’’Ehm, udah diem, jangan banyak omong lagi Bast.’’larang Aleksa. ‘’Kamu lagi kurang sehat, biar cepat sembuh.’’

Bastian tertawa. Ia bangkit dari pembaringannya secara perlahan, dan menatap Aleksa hangat. ‘’Kamu ini, kadang naifnya enggak jelas.’’ujarnyabercanda. “Mau minum apa?’’tanyanya ramah.

“Enggak usah Bas, nanti kalau haus aku ambil sendiri.’’

Bastian menghela nafas panjang. Ia mengamati Aleksa yang masih menatapnya dengan kerinduan. Baju lengan panjang dengan rok mini berwarna pink meyelimuti kulit bersawo matang itu. Tak lupa aksesoris rambut yang selalu ia kenakan, sehingga tampilannya terkesan manja.

“Selain aku siapa lagi yang udah menjengukmu Bas?’’tanyanya mulai serius.

“Ehm, kalau dari teman kelas udah banyak, termasuk Shiren dan kawan-kawan. Adik kelas kita juga iya. Heran aku dapat alamat dari mana.’’

“Berarti aku bukan yang pertama.’’

“Bukan, kamu telat ibu ketua. Padahal kehadiranmu paling kutunggu untuk ngerjain tugas-tugas yang ketinggalan.’’ujarnya sambil tertawa. Ia sedikit bercanda, namun candaan itu sudah membuat Aleksa mengangkasa tak terkira. Mendengar ucapan Bastian ia tersipu malu.

“Jadi sekarang masih ditunggu?’’tanya Aleksa lagi.

“Hm, sekarang udah enggak ditunggu sama sekali.’’tolaknya dengan senyum semringah. ‘’Kamu bawa apa Leksa?’’

“Bawa dimsum.’’jawabnya singkat. Kemudian ia mengeluarkan makanan itu dari palstiknya. Ia berpindah duduk dan membawa makanan it uke dekat Bastian. Bastian menggeser dirinya menjauh.

“Lah kamu kenapa menjauh?’’tanya Aleksa kesal.

“Enggak percaya diri aku dekat kamu. Beberapa hari ini belum mandi.’’jelasnya.

Aleksa tertawa. Ia semakin mendekati tubuhnya ke arah Bastian. ‘’Bodo amat.’’

“Hm, lagian baru ini aku lihat orang sakit bawa dimsum. Enggak habis pikir aku.’’ledek Bastian lagi.

“Ih., kamu ini.’’Aleksa mencubit perutnya Bastian.

“Auuu’’Bastian berteriak sekuatnya. Matanya berkaca. Ia memegangi perutnya. Seketika aleksa merasa bersalah. Ia terkejut dengan respon Bastian yang berlebihan seperti itu.

“Maaf Bas,’sesalnya dengan sungguh-sungguh. Ia benar-benar menyesal. Namun Aleksa penasaran mengapa Bastian responnya sangat tidak memaksa. ‘’Kamu kenapa Bas?’’tanyanya lagi. Aleksa langsung menghempaskan baju Bastian. Betapa kagetnya dia ada perban di bagian perutnya.’’Bas, kamu kenapa?’’tanyanya kaget.

Bastian masih meringis kesakitan. Terlihat dari wajahnya ia masih menahan tangis.

“Kamu kenapa Bas?’tanyanya lagi. Mengulang pertanyaan yang sama. “Itu kenapa?’’tanyanya. Ia benar-benar penasaran. “Aku tanya kakek ya.’’ujarnya sambil berupaya meninggalkan Bastian. Namun dengan segera Bastian langsung menarik Aleksa mendekapnya hingga ia terduduk kembali.

“Ssst, jangan kasih tahu Kakek’larangnya.

‘’Kakek enggak tahu?’’

Bastian menggeleng. ‘’Diem, udah sini aja kamu, jangan ke mana-mana’’perintah Bastian. “Kamu jangan bilang, ntar kakek makin khawatir. Kamu enggak kasihan, di umur kakek yang lanjut itu, dibebani dengan tingkah anak muda seperti ini?’’

“Makanya bilang kenapa!’’rengeknya manja. “Kamu kenapa Bas? Dari tadi bukannya dijawab.

“Hm, gimana mau jawab, kalau yang kamu cubit sakit banget kayak gini. Mau mati aku nahankannya Leks.’’keluhnya kesakitan.

“Maaf Bast.’’ucapnya sambil membelai rambut Bastian. ‘’Aku beneran enggak sengaja.’’

‘’Sakit tau.’’

“Jadi kamu kenapa?’’

“Hm, enggak apa-apa ini masalah cowok.’’

“Idih, gayanya masalah cowok. ‘’ledeknya. “Cowok mana yang bermasalah sampai kayak gini. Bas, kamu gila ya, kamu sampai demam kayak gini pasti karena diperban itu.’’

“Pelanin suara kamu. Kakek tidur.’’larangnya.

“Masalah cowok, tapi meringis kesakitan gitu. Kasih tau enggak! Nanti aku kasih tau kakek nih’’ancam aleksa dengan seolah-olah setengah teriak.

“Hm ambilin aku minum dulu. Eh, kamu baru pertama ke sini ya.’’celotehnya asal. “Leks, tolong ambilin minum ya. Kalau kamu haus ambil mandiri ya.’’

“Siap Bos, di mana dapur kamu?’’

“Di mana-mana dapur di belakang. Kamu lurus aja, nanti ada dua kamar lewati terus kamu belok kanan, di samping ruang makan itu dapurnya’’jelas Bastian setengah meringis. Aleksa Pun menurut, lima menit kemudian dia membawa air hangat untuk Bastian, dan minuman kaleng di tangannya.

“Aku enggak suka air hangat Leks, maaf ngerepotin, bisa enggak kamu bawain air biasa?’’

‘hm’’ucapnya dengan singkat. Ia meneguk air sodanya, lalu pergi meninggalkan Bastian. Tiga menit kemudian ia kembali. ‘’Nih, sayang aku.’’sanjungnya sengaja.

“Makasih Leks. Maaf ngerepotin.’’sahut Bastian mengabaikan kata sayang yang berada pada kalimat akhir Aleksa.

“Sekarang kamu certain, itu kenapa yang?’’ulangnya lagi

Bastian menarik nafas dalam. Ia mengambil obat anti nyeri kemudian meminumnya. Dengan sabar Aleksa menunggu.

“Mungkin ada kesalah pahaman di sini Leks. Dia nganggap aku caper sama pelatih.’’ungkapnya dengan setengah menggantung.

“Jadi ini tentang bola? Kan udah aku bilang enggak usah masuk ke tim itu. Mereka itu sok semua loh Bast’’.

“Leksa masih mau dengar?’’celutuk Bastian setengah menekan nada bicaranya. Aleksa mengangguk. ‘’Pulang Latihan, dengan sengaja dia dorong aku ke dekat pagar kawat yang ada di sekitar lapangan. Ehm mungkin enggak sengaja, tapi rasaku dia kesal sih.’’sambung Bastian lagi.

“Nah terus dia bantui kamu enggak?’’

Bastian menggeleng. ‘’Mungkin dia enggak tahu kalau dorongannya itu kuat dan nyentuh kawat itu.’’sangkal Bastuan berupaya berpikir positif.

“Itu namanya sengaja Bast. Kalau enggak sengaja pasti dia bantuin kamu.’’

Bastian tersenyum tipis. Ia kembali meneguk minumnnya. “Ehm, ntahlah cukup dia yang tahu niatnya.’’

“Siapa orangnya itu? Biar aku labrak tuh orang.’’

‘’Ih enggak usah, ini urusan lakik, kalau kamu cari tahu kayak gitu. Aku kayak ngadu sama kakak aku, terus kakak aku mau mukulin siapa yang lukai adiknya. Bisa gila aku Leks’’kata Bastian sambil tertawa kecil. “Udahlah Leks, enggak usah dibesarin, seiring dengan waktu terjawab kok’’larang Batsian. ‘’Kamu fokus aja ke tim cherrs kamu’’saran Bastian.

“Ini enggak bisa dibiarin Bast, udah nyelakain orang itu namanya.’’jelas Aleksa lagi. ‘’Kamu sih, udah aku bilangin enggak usah masuk tim bola tetap aja ngeyel.’’keluhnya kesal. “Mereka itu banyak enggak bagusnya.’’

Bastian tersenyum.’’Jadi Leks, dimsum itu mau diapai? Boleh dimakan kan?’’tanyanya mengalihkan.

“Ih, kan ngalihin. Kamu itu enggak pernah dengar kalau aku bilangin.’’

Bastian menarik dimsumnya ke arahnya. Kemudian ia membuka makanan itu dan melahapnya. ‘’Makasih Leksa, kamu memang enggak ada duanya.’’puji Bastian.

“Nah, tuh tau. Makanya cepetan jadiin aku pacar kamu.’’celutuk Alekksa asal.

“Uhuk-uhuk’’seketika Bastian terbatuk mendengar celutukun Aleksa.

“Idih, bercanda Bast.’’Aleksa memberikannya minum.’’Jangan dibawa serius, tapi kalau mau diseriusin juga boleh.’’ledeknya lagi.

“Uh, dasar! Kamu mau bunuh aku secara perlahan?’’

“Abisnya kamu jadi cowok enggak pekaan kali sih Bas.’’hardik Aleksa kesal. “Disindir-sindir juga, sampe diungkapin langsung juga tetap aja.’’

“Leks, udah enggak usah ngomel mulu. Nih bantuin aku habisin makan yang kamu bawa.’’perintah Bastian. Dia tidak memperdulikan kejujuran Aleksa.

“Hm, kamu parah Bast.’’

Tak lama handphone Bastian berdering. Ada telepon dari Vania adik kelasnya, anak jurnalis yang membuat Bastian semakin terkenal di sekolahnya. Akibat artikel yang diteritkannya Bastian menjadi sorotan utama. Setiap hari Bastian harus mendengar jeritan adik-adik kelasnya dan buat Bastian menjadi semakin tidak nyaman dengan teriakan itu. Privasinya juga semakin terganggu. Ia tidak bisa tenang dengan keadaan seperti itu.

“Ehm, aku enggak di rumah.’’tolak Bastian agar Vania tidak mampir ke rumahnya. Berulang kali Bastian mengucapkan hal yang sama. Sementara itu Aleksa mengamati sambil memakan dimsum yang ia bawa tadi.

“Aaaaa’’ujarnya tanpa suara memberikan isyarat. Tanpa sadar Bastian menurut, ia membuka mulutnya, Aleksa menyuapi Bastian. Aleksa tersenyum, kemudian mengacungkan jempolnya. Ia sangat senang Bastian tidak menolaknya.

“Hm, aku lagi check-up. Lagian besok aku udah sekolah. Kita ketemu besok aja.’’ujarnya sambil mematikan teleponnya.

“Ehm siapa yang?’’tanya Aleksa lagi mengusili.

Bastian mencubit pipi Aleksa. “Kamu ini.’’ucapnya sambil meneguk kembali air minumnya.

“Hehe, abisnya serius banget. Siapa?’’tanyanya lagi. “Kamu sampai bohong gitu?’’

“Terpaksa.’’jawab Bastian singkat. ‘’Sejak dia dekat samaku, aku jadi enggak dapat privasiku. Enggak nyangka aja sampai separah itu.’’terangnya.

‘’Siapa? Vania?’’

Bastian mengangguk.’’Ntar, entah apa lagi yang diberitakannya. Lagian aku enggak suka banyak yang tau.’’

“Hm, Bast, sejak kamu datang ke sekolah, kamu harus nerima kalau kamu banyak yang suka. Terutama prerempuan.’’

“Lah kenapa?’’

“Hm, kamu mau dengar review jujur dari aku ?’’tanyanya lagi.

“Ya ampun Leksa, tinggal jawab aja loh.’’

“Kamu humble, pintar, enggak sombong, udah gitu wajah kamu yang katanya tampan itu, enggak kayak cowok-cowok lain. Yang suka caper ke cewek, enggak sok ganteng, bahkan lebih cenderung menghormati orang lain.’’

Bastian menarik nafas dalam. “Lah standarnya, masih manusiawi juga.’’

“Hm, tau ah Bast. kan tadi kamu yang nanya.’’celutuk Aleksa. “Udah sore Bas, aku balik ya.’’

“Hm, aku antar?’’

“Gaya banget sih sayang.’’ledeknya lagi sambil mengusap kepala Bastian. “Aku pulang dulu, jangan kangen. Cepat sembuh sayang aku.’’sanjungnya lagi. “Aku pulang dulu. Kalau aku telepon, kamu jangan bohong kayak sama Vania tadi ya.’’

“Iya hati-hati Leks. Makasih udah jenguk. Maaf ngerepotin.’’ucapnya lagi.

“Iya sayang, cepat sembuh ya. Love you.’’ungkapnya dengan lembut.

“Gelo kamu’’hardik Bastian. “Hati-hati.’’

Baru saja Aleksa hendak pamit kepada kakek Hamid langkahnya langsung terhenti oleh seorang Wanita yang baru turun dari mobil Raize warna merah. Wanita itu masih terlihat muda, ia berpenampilan elegan. Kaca mata hitam yang ia sampirkan di kepalanya menambahnya menjadi menawan. Aleksa benar-benar terpana akan kecantikannya.

“Hai sayang.’’sapanya ramah ketika mereka langsung bertatap muka.

Aleksa kikuk menjawabnya. Bastian langsung menoleh ke arah mereka. Wanita itu langsung cipika-cipiki terhadap Aleksa.

“Hm, kamu pasti pacarnya Bastian ya.’’ucapny adengan pebuh yakin.

Mendengar perkataan itu Aleksa langung mengurungkan niatnya untuk pulang. Ia tersenyum menatap Wanita itu.

“Bukan, saya cuma teman Bastian, Tan.’’jawabnya untuk mengetahui respon lanjut dari Wanita itu.

“Jangan buru-buru pulang ya, tante baru datang. Tante mamanya Bastian.’’tuturnya ramah sembari menggandeng tangan Aleksa, membimbingnya untuk duduk kembali. Aleksa menurut.

“Hai sayangnya mama.’’sapanya lembut dan langsung memeluk Bastian. Wanita itu langsung mengecup kedua pipi anaknya. ‘’Mama rindu sama kamu.’’

“Mama apaan sih?’’tanyanya malu. Ia sempat menolak perlakuan ibunya yang memperlakukannya seperti anak kecil.

“Uh, Tian kecil mama, kenapa kamu enggak bilang kalau kamu sakit kayak gini?’’tanya Wanita itu lagi. “Demamnya tinggi lagi.’’

“Mama. Tian bukan anak kecil lagi loh’’tegas Bastian menahan malu di hadapan Aleksa.

Aleksa tersenyum, ia yang duduk di hadapan mamanya ingin mengenal lebih dalam bagaimana kelakuan asli Bastian ketika berinteraksi dengan orang tuanya di rumah.

“Ehm iya-iya kamu bukan anak kecil lagi. Lalu siapa Wanita yang di hadapan mama ini? Kenapa kamu enggak kenalin ke mama.’’

‘’Aleksa ma, teman sekelas Tian.’’ucap Bastian santai.

‘’Nama yang cantik,. secantik orangnya. Jadi Leksa udah berapa bulan kamu bareng Tian?’’

Bastian menutup matanya. Memberikan isyarat kepada Aleksa untuk tidak menjawab.

“Maksudnya tante?’’tanya Aleksa oura-pura tidak mengerti.

“Udah berapa bulan jadian sama Tian?’’tanya mamanya ulang. Ia tersenyum. ‘’Aleksa enggak usah malu, pasti mama restuin.’’

“Engg ‘’

“Mama ini ngomong apa sih. Aleksa ini teman sebangku Tian, dia juga ketua kelas Tian.’’’jelas Bastian dengan nada marah. “Mama jangan bikin malu Bastian.’’

“Ya ampun sayang mama kan cuma bertanya.’’

Aleksa tersenyum melihat kekocakan mama Bastian. Berbeda dengan orang tua lainnya orang tua Bastian lebih terbuka. Dan dilihat dari beberapa sifat ibunya, ternyata sedikit banyaknya Bastian seperti mamanya yang cepat akrab sama orang yang baru dikenal.

“Aleksa udah makan nak? Mama bawa makanan kesukaan Tian tuh, kita makan bareng ya’’

“Enggak usah tante, Leksa udah mau pulang kok.’’tolak Aleksa sopan.

“Nanti aja pulangnya bareng tante.’’pujuk ibu Diana kepadanya.

Bastian tak bisa berkata-kata lagi. Jika mamanya sudah ikut turun tangan, Bastian hanya menurut. Mereka pun makan bersama. Ibunda Bastian sangat perhatian kepadanya.Aleksa hanya bisa tersenyum menyaksikan keromantisan anak dan mama itu. Ia sangat tidak menyangka, bastian yang terkenal cuek, ternyata dimanjakan sedemikian rupa di rumahnya. Bagaimana tidak, Bastian sipewaris tunggal tidak memiliki saudara, ia anak satu-satunya di keluarga itu.

‘’Minum obatnya ya sayang.’’perintah Mamanya. “Kamu tahu Leksa, teman kamu ini, kalau demam, mama paling takut, karena bisanya dia cuma diam aja. Tau-taunya badannya udah panas aja.’’keluh ibu Diana lagi.

‘’Iya sih Tan, Bastian memang enggak banyak ngeluh.’’puji Aleksa sambil membereskan piring-piringnya.

“Jangan panggil tante, panggil mama’’larangnya.

“Eng, iya Ma.’’jawab Aleksa gugup.

“Ma, udahlah Ma. Jangan gituin Aleksa. Aleksa itu bingung loh Ma.’’ucap Bastian merasa tidak enak dengan Aleksa.

“Lah, kenapa kamu yang sewot.’’

“Ma, Aleksa itu baru ini ngadepin yang karakternya kayak Mama. Kasian loh Aleksa ma.’’

‘’Leksa anggap aj tante mama kamuy a.’’

“Baik tante.’’

“Ma – ma’’eja ibu Diana.

“Eh, iya Ma.’’ulang Aleksa kikuk. “Aku rela memang jadi anak mama.’’ucapnya dalam hati.

Ibu Diana menerima telepon dari suaminya. Sejenak, ia meninggalkan kedua anakanya itu. Bastian terlihat kikuk.

“Leks, maafin mamaku ya.’’

“Enggak apa-apa kok Bas, mama kamu asyik kok.’’

“Kalau kamu enggak nyaman, kamu boleh nolak Leksa.’’

“Aku nyaman loh Bast, aman itu.’’ujarnya. “Besok kamu udah bisa sekolah?’’

“Mudah-mudahan, kalau enggak naik lagi demamnya aku sekolah. Tapi kuupayakan besok ke sekolah.’’ujarnya. Matanya masih terlihat lemah. Aleksa sebenarnya juga menyadari kalau Bastian satu hari ini terlalu memaksakan dirinya. Mungkin karena Aleksa datang. Ia tak enak hati untuk menidurkan dirinya.

Aleksa menscroll handphonenya, terlihat beberapa kali ia mengetik. Ia membuat story WA

gws Babasnya aku

Caption itu menambah meriahnya isi chatnya Aleksa. Teman-teman yang di kontaknya pada mereply storynya. Seketika semua heboh dengan caption ambigu miliknya Aleksa. Bastian melihat storynya Aleksa. Ia mengupload foto Aleksa, bareng mamanya tadi.

“Main cepat kamu ya Leksa.’’ujarnya.

“Hehe enggak apa-apa biar banyak yang doain kamu Bas.’’ucapnya dengan penuh yakin. “Nih, buktinya banyak yang reply story aku.’’

Bastian menghela nafas panjang. Pikirannya jauh melayang, Bastian tidak enak sama Deren yang menanti bantuan Bastian untuk mendekatkan dirinya dengan Aleksa. Bastian menduga bahwa akan ada kehebohan yang tidak jelas besok di sekolah. Bastian si murid pindahan akan menjadi buah bibir di skeolahnya. Apalagi ia menggandeng sang ketua osis si bintang akademik. Sang juara umum, dan si cantik jelita. Bukan hanya itu, kehebohan juga akan terjadi di keluarga kecil Bastian. Ibunda Bastian yang senang sekali mengambil kesimpulan secara sepihak akan melabelkan anak laki-lakinya sudah punya pacar baru bernama Aleksa.

Tepat pukul 19.20 WIB Aleksa pamit pulang. Ibu Diana mengantarkan Aleksa pulang sesuai dengan apa yang dikatakannya. Mereka pun berangkat dengan menggunakan mobil Raize merah. Aleksa cukup canggung melewati malam hanya berdua dengan ibundanya Bastian.

“Leksa, terima kasih sudah mau menjenguk anak semata wayang mama itu.’’ucapnya memecah kesunyian.

“Iya Ma. Sama-sama Aleksa senang kok Ma, jadinya Leksa bisa kenal sama Mama.’’tutur Aleksa sambil mengamati jalan yang tidak bercahaya.

Ibu Diana cukup mahir menyetir mobil, walaupun sepertinya ia hanya berani lari dua puluh kilometer per jam.

“Bastian itu sebenarnya enggak kami setujui pindah ke kota ini Nak, tapi ia tetap ngotot untuk pergi. Impian cuma mau jadi pemain sepak bola.’’terang ibu Diana. “Mama kurang setuju dengan keputusan Bastian, tapi sebagai orang tua mama juga enggak mau batasin impian Bastian.’’jelas wanita paruh baya itu. Untuk kategori dewasa mamanya Bastian lebih cocok seperti kakanya, karena penampilannya sungguh seperti anak muda. Bahkan orang cenderung tidak percaya jika ibu Diana dikatakan sebagai orang tuanya Bastian.

“Beruntung banget Bastian ketemunya langsung Leksa ya. Salut mama dengan kamu Leksa, kamu ketua OSIS, pasti bisa bimbing Tian beneran ini.’’terang ibu Diana.

“Saya juga masih belajar Ma. Malah terkadang Bastian sering nasihati Aleksa, ngasih saran terhadap keputusan yang Leksa buat.’’

“Hehe, mama boleh minta tolong sama kamu Leksa?’’tanya Diana lagi. Kali ini wajahnya menunjukkan keseriusan. Diana menarik tangan Leksa kemudian menggenggamnya. Aleksa cukup terkejut dengan perlakuan ibu Diana kepadanya. “Mama minta tolong jagain anak mama ya Leksa, memang mama akui Tian itu cuek, dan kurang peka. Tapi dia itu cukup bertanggungjawab Leksa.’’

“Eh iya Ma.’’jawab Aleksa kikuk.

“Walaupun hubungan kalian masih singkat, Mama harap kamu bisa bertahan dengan Tian.’’

“Ehm, dengan suka rela tante.’’ucap Aleksa dalam hati. Perlakuan ibu Diana sesuai harapannya.

“Tian itu, anak yang suka tantangan Leksa, semakin kamu larang dia semakin enggak bisa.’’terang Diana lagi. ‘’Hm, tadi Aleksa udah izin sama orang tua kamu kan?’’

“Udah tante. Mama juga udah tau tadi Aleksa jenguk Bastian.’’

“Loh, jadi Bastian udah kenal sama orang tua kamu?’’

“Engg- belum tan, maksudnya Ma, tapi Aleksa sering cerita sih.’’ucapnya melirik wanita cantik itu.

“Oh jadi gantengnya mama belum nemuin orang tua kamu? Ya udah kalau gitu biar mama aja yang mewakili Bastian ya.’’

“Eh, kok’’gumamnya.

Mereka pun sampai. Ibunya Bastian sempat singgah sekadar menyampaikan basa-basi. Ibunda Aleksa juga menyambutnya ramah, walaupun sempat kaget karena Aleksa sampai diantar seperti itu.

Terpopuler

Comments

Sasa Ran

Sasa Ran

mau kok bas

2023-10-01

0

lil'sky

lil'sky

jadi tahu dari mana asal jiwa humble nya bastian

2023-05-01

0

lil'sky

lil'sky

sabar ya leks🤣

2023-05-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!