Raka benar-benar datang keesokan harinya. Pemuda tampan dengan bulu bulu halus disekitar rahangnya yang menambah kesan seksi itu mengajak Denisa menuju sebuah butik yang telah di tentukan oleh Bu Yenni. Keduanya di minta untuk mencoba kebaya dan jas yang akan mereka kenakan di akad nikah nanti.
Hening.
Ya, hanya keheningan yang tercipta diantara keduanya. Raka yang terlihat cuek tentu saja membuat Denisa kebingungan untuk bersikap. Ingin melukai pembicaraan namun dirinya juga bingung harus memulainya dari mana. Raka yang hanya fokus pada jalanan dan setir mobilnya seolah tak melihat keberadaan dirinya. Pemuda itu tak sedikitpun menoleh atau bahkan bicara padanya.
Akan tetapi mata Denisa membulat sempurna ketika menyadari bahwa mobil yang Raka kendarai tak lagi menuju panti seperti rencana awal yang di sampaikan pemuda itu pada Bu Rahma sewaktu pamit tadi, jika urusan mereka di butik selesai maka akan segera kembali ke panti. Denisa menoleh beberapa kali ke arah Raka akan tetapi tak ada reaksi yang dilakukan oleh pemuda itu. Tatapannya tetap lurus ke depan.
"Ehm, mas apa kita tak lagi salah jalan?" Lirihnya guna membuat Raka tersadar kalau kalau dirinya sedang melamun.
"Tidak. Aku akan membawamu ke suatu tempat sebelum pulang." Raka menjawab tanpa menoleh. Pemuda itu membawa siku kanannya bersandar di jendela mobil dengan pandangan yang masih lurus ke depan.
Denisa hanya mengangguk, entah Raka melihatnya atau tidak yang jelas hatinya sedang tak baik baik saja saat ini. Banyak pertanyaan yang hadir dalam benaknya, namun semua menjadi kusut sebelum ada jawaban yang datang.
Entah benar atau salah, namun kali ini Denisa percaya jika apa yang dirasakannya bukanlah hal biasa. Dengan menahan air mata yang mencoba keluar membasahi pipinya. Denisa hanya bisa memejamkan mata dan membuang pandangan ke luar jendela. Sepertinya melihat pohon yang berjejer di pinggir jalan lebih mengasyikkan.
*
*
*
Citra menarik tangan Raditya cepat. Malam itu, Citra sengaja meminta Radit untuk menjemputnya. Alasan takut ketika harus berjalan seorang diri membuat Radit akhirnya pamit pada bu Romlah untuk menjemputnya.
"Ada apa sih? kok aneh gini."
Radit mengernyitkan dahinya, dia memang merasa aneh dengan sikap Citra kali ini. Tak biasanya dia minta di jemput apalagi dengan alasan takut pulang sendiri. Dirinya yang bekerja di butik susah lumayan lama tentu saja pernah mengalami situasi seperti saat ini ketika Denisa libur. Namun tak sekalipun Citra pernah mengatakan takut.
Citra menghela nafas berat, ditatapnya Radit yang tentu saja juga menatapnya penu tanya. Keduanya yang memang akrab bukan hanya karena seumuran namun jalan hidup yang mereka jalani pun sama membuat keduanya dekat bahkan lebih dari kata saudara. Radit tentu sangat tahu jika gadis yang dianggap adiknya sendiri itu tengah menyimpan sesuatu.
"Ada apa?" ulangnya sekali lagi dengan nada pelan.
Keduanya memilih duduk sebentar di depan sebuah supermarket. Dengan di temani dua kotak minuman dan sebungkus biskuit mereka memutuskan untuk berbicara disana. Saat dipanti nanti keduanya harus bersikap biasa saja seolah tak ada yang terjadi.
Citra menghela kembali nafasnya, miris dengan takdir hidup yang mereka jalani tapi lebih miris lagi ketika mengetahui orang yang sangat mereka sayangi rela mengorbankan masa depannya demi mereka.
Ya, secara tak sengaja Citra mendengar pertengkaran bu Yenni dengan Raka tadi pagi.
Flashback on.
Tak seperti biasa, kali ini Citra berangkat lebih pagi. Dia yang memang sengaja tak sarapan di panti karena ingin menikmati semangkok bubur mang Totok yang setiap pagi mangkal di sebelah butik.
Dengan langkah santai Citra mengayunkan kakinya menyusuri trotoar yang tiap hari di lewatinya. Dengan senandung kecil di bibirnya mewarnai pagi ini dengan indah. Seperti yang biasa Denisa katakan, jika ingin hatimu bahagia maka awali pagimu dengan sesuatu yang akan membuatmu ceria. Dengan demikian maka kebahagiaan akan mengikutimu sepanjang hari.
Langkah kecilnya terhenti ketika sudah memasuki gerbang butik. Nampak bu Yenni keluar dari dalam mobil dengan raut wajah marah diikuti oleh Raka yang berjalan di belakangnya. Mereka nampak berdebat.
Citra yang sedikit penasaran mengikuti mereka pada akhirnya. Bahkan bubur ayam mang Totok yang dirindukannya sejak membuka mata seolah tak lagi menarik. Dengan pelan Citra masuk dan mencoba mengintip dalam butik.
"Mama tidak akan pernah menyetujuinya, tidak sekarang atapun nanti. Kamu dengar!! lakukan yang mama ingin atau kamu silakan tentukan jalan kamu sendiri." Ucapan tegas bu Yenni meski dengan nada pelan namun mampu membuat tubuh Raka membeku.
"Ma, aku mencintai Laras sejak lama. Mama pikir akan sangat mudah aku melupakannya? tidak ma!! aku tak bisa!!" Raka melirih dengan mengusap wajahnya kasar.
Citra yang sedang menguping tentu saja kaget mendengar semua pengakuan Raka, pemuda yang dia tahu beberapa hari lagi akan menjadi suami Denisa. Gadis baik yang begitu dia sayang. Tak ingin membuang kesempatan, Citra merogoh ponselnya dan merekam semuanya.
Flashback off.
"Apa yang bisa kita lakukan untuk membantu kak Nisa, kak?"
Citra menoleh ke arah Radit yang terdiam sejak dirinya selesai melihat vidio hasil rekaman Citra. Keduanya hanya bisa saling pandang dan menghembuskan nafas beberapa kali.
"Aku juga nggak tahu. Kak Nisa sudah banyak berkorban untuk kita semua. Tak seharusnya dia menerima semua ini kan?tapi kita bisa berbuat apa untuk membantunya. Kita bertiga adalah orang miskin yang hanya membutuhkan uang dan menyusahkan, kita hanya membuat hidup orang lain susah dan kita juga yang telah membuat rencana mereka berantakan. Semua karena keberadaan kita dan kak Nisa yang harus menanggung semuanya. Andai mungkin, kita bisa membawa kak Nisa untuk pergi jauh dan menghindari semuanya." Radit menunduk, hatinya perih.
Sosok kakak yang sangat disayanginya berada diambang ketidak bahagiaan akan tetapi dirinya tak mampu berbuat apa-apa.
"Bagaimana kalau kita kasih tau kak Nisa akan hal ini? paling tidak, kak Nisa akan punya alasan untuk menolak nantinya." Citra berujar pelan. Sebagai orang luar tentu dirinya dan Radit tak ada hak untuk membatalkan rencana pernikahan Denisa dengan Raka yang jelas sudah diatur sedemikian rupa oleh ibu panti.
"Kita coba saja, apapun hasilnya nanti kita serahkan pada Tuhan dan keputusan kak Nisa. Yang paling penting, kita harus melindunginya setelah ini. Tak perduli dimana dia akan tinggal, sebisa mungkin kita harus tetap menjaga kak Nisa."
Citra menganggukkan kepalanya, Denisa sangat berharga bagi ke duanya. Sosoknya mampu menjadi penyemangat dan juga menjadi contoh nyata seseorang yang memiliki ketulusan. Dari Nisa lah mereka belajar sabar dan ikhlas menerima jalan takdir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
𝓐𝔂𝔂🖤
bakalan rumit kedepan nya denisa..
2023-09-20
4
🍭ͪ ͩ𝐀𝐢𝐬𝐲𝐚𝐡👙B⃠ikini
astaga..Jan di jodohkan atuh si Nisa nya SMA rakaa
kan bener feeling aku si Raja dah ada cewe lain
2023-09-20
0
🌽𝐌𝐈𝐙𝐙𝐋𝐘 vin𝐙⃝🦜
ealah, sudah kuduga sedikit di awal akan begini ceritanya
2023-08-02
0