Hari hari berlalu tanpa terasa sebulan telah berganti. Denisa masih menjalani harinya seperti biasa, bekerja dari pagi hingga malam menjelang dilakukannya dengan penuh syukur. Setidaknya dirinya bisa membantu anak anak lain yang memiliki nasib sama seperti dirinya.
"Kak, nanti pulang kerja kita mampir ke supermarket dulu ya." Citra menghampiriku dengan senyum yang mengembang di bibirnya yang tipis.
Aku mengangguk meng iyakan ajakannya. Hari ini kami menerima gaji dan bonus bulan ini juga lumayan besar. Aku berencana untuk sekalian membeli keperluan di panti serta membeli sedikit hadiah untuk adik adik.
Kami berdua berjalan beriringan, butik yang memang hanya berjarak kurang lebih 500 meter dari panti membuat kami lebih memilih berjalan kaki pulang dan pergi. Keadaan yang masih ramai membuat kami terbiasa. Meski takut pada awalnya namun lama kelamaan semua jadi biasa saja, apalagi disepanjang jalan ada banyak pedagang kecil yang kami kenal. Mereka sangat baik, tak jarang ada saja diantara mereka yang sekedar memberi kami makanan untuk di bawa pulang ke panti dan dibagikan untuk adik adik.
Apapun rezekinya kami terima tanpa mengeluh. Panti asuhan yang berada di pinggiran kota tak membuat kami patah semangat. Justru kami sangat senang karena warga disini masih menjunjung tinggi nilai kekeluargaan. Saling menyapa dan tersenyum sudah cukup bagi kami.
Tak jauh di depan sebuah supermarket yang buka 24 jam nampak Raditya telah berdiri menunggu kedatangan kamu berdua. Sebelum keluar dari butik tadi aku sempat meminta Citra untuk mengabarinya agar menunggu kami.
Kedua adikku itu nampak sangat bahagia sekali. Setiap habis gajian kami bertiga selalu menyisihkan sebagian untuk membeli kebutuhan panti. Tak jarang kami saling bergantian untuk memenuhinya. Seperti malam ini, Citra mendapat giliran untuk berbelanja kebutuhan untuk makan selama sebulan. Sedang aku mendapat bagian untuk menyimpan sebagian uang untuk biaya sekolah beberapa adik adik di panti. Dan Raditya kebagian membeli jajanan untuk mereka. Namun kali ini, mengingat bonus yang sedikit lebih banyak aku berencana untuk membeli kebutuhan mandi dan juga buku tulis untuk persediaan.
Kami melakukannya bukan tanpa alasan. Terkadang uang hasil para donatur yang tak menentu setiap bulannya membuat kami harus bisa memutar otak dan menggunakan uang yang kami punya sebaik mungkin.
Gaji yang tak seberapa namun membuat hati kami bahagia kala melihat senyum adik adik panti. Sudah terbayang di pelupuk mata, bagaimana antusiasnya mereka nanti menyambut kedatangan kami.
*
*
*
"Kak. Kemarin aku lihat Bu Yenni datang ke sini. Beliau bertemu dengan bu Rahma. Mereka bicara serius sekali, nah pas aku tak sengaja lewat di dekat ruangan beliau, aku sedikit mendengar mereka bicara tentang menikah gitu. Entah siapa sih soalnya aku buru buru pergi."
Raditya berbicara sambil memasukan gorengan yang kami beli tadi dalam mulutnya. Dia yang memang memiliki potensi lebih lama di panti mengingat bengkel tutup sore hari tentu sedikit tahu tentang kejadian dipanti.
"Kebiasan ih kak Radit, sukanya nguping." Citra nyeletuk dengan mulut penuh dengan tempe mendoan. Aku menggelengkan kepala melihat kelakuan keduanya.
Kami bertiga tidur dalam 1 raungan dengan 2 buah kasur yang berbeda. Aku dan Citra berbagi kasur sedang Radit sendiri. Kamar Radit sedang di renovasi dan rencananya kamar itu akan di buat sedikit lebar agar muat beberapa orang.
Pikiranku melayang ke 5 hari lalu. Waktu itu aku sedang mendapat giliran libur kerja dan disaat itulah Bu Rahma menanyakan keputusan yang ku ambil tentang tawarannya.
Jujur saja, sosok Raka sangat asing bagiku. Hanya Rico dan Rena yang aku kenal, si kembar itu memang sering ikut Bu Yenni ke panti atau sekedar mampir ke butik.
Kedua anak bu Yenni sangat ramah dan baik. Keduanya tak segan membantu atau bahkan tak canggung bergabung dengan kami. Dari keduanya aku menarik kesimpulan jika kakak mereka pasti juga memiliki sifat yang sama seperti yang mereka miliki. Aku hanya berharap keputusan yang ku ambil kali ini tak pernah salah.
Apapun akan aku lakukan demi kelangsungan hidup adik adikku di panti. Aku tak ingin hanya karena keputusan ku membuat panti mengalami sesuatu yang membuatku menyesal.
*
*
*
Hari yang telah ditentukan tiba, hari dimana aku akan bertemu dengan calon suamiku. Aku gugup tentu saja, namun aku selalu mencoba untuk meredamnya dengan menarik nafas dalam beberapa kali dan menghembuskannya secara perlahan.
Diusiaku yang sudah menginjak 20 tahun, aku belum pernah mengenal yang namanya cinta. Pemuda yang dekat denganku selain Raditya tentu saja Rico. Adik Raka itu sangat baik dan penuh perhatian.
Dari balik jendela kaca aku bisa melihat mobil Bu Yenni memasuki gerbang panti. Terlihat Rico dan Rena juga keluar dari mobil tersebut. Sementara di belakangnya nampak sebuah mobil sport berwarna merah masuk dan keluarlah seorang pemuda dengan setelan santai, tak lupa kacamata hitam bertengger di hidung mancungnya.
Hatiku berdebar keras, menebak nebak apakah pemuda itu yang bernama Raka, calon suami ku. Rasa gugup kembali menderaku, aku tak percaya diri kali ini.
Keringat dingin tiba-tiba keluar dan membasahi kedua telapak tanganku. Apalagi ketika mendengar pintu kamar yang aku tempati di ketuk dan menampilkan wajah Bu Yahya yang sedang tersenyum dan menghampiriku.
"Tamunya sudah datang, apa kamu sudah siap Nisa?"
"Saya gugup, bu." jujurku sambil meremas ke dua tanganku diatas pangkuan.
"Itu hal wajar, nak. Tak apa, namanya baru pertama kali bertemu kan? nanti juga kamu pasti bisa bersikap seperti biasa." Bu Yahya berujar sambil mengusap pundakku pelan.
Kembali ku tarik nafas beberapa kali sebelum kami bangkit dan keluar dari kamar menuju ruangan Bu Rahma.
Masuk ke dalam ruangan mataku langsung bersitatap dengan si kembar yang melambaikan tangannya kearahku. Aku hanya tersenyum sebelum kemudian meraih tangan Bu Yenni dan Bu Rahma yang duduk berdampingan disana.
"Nisa sini, duduk di dekat ibu." Bu Yenni menepuk sofa di sampingnya. Ingin rasanya aku menolak namun tentu aku tak mampu.
"Nah, Raka. Kenalkan ini Denisa dan Denisa ini Raka anak ibu." Bu Yenni mengenalkanku dengan antusias.
Aku bingung harus bagaimana bersikap pada akhirnya aku memilih menganggukkan kepala menyapa pemuda yang menatapku tajam di balik kacamata hitamnya.
"Ibu harap kalian akan saling mengenal dan bisa menerima perjodohan ini dengan baik." Bu Yenni menggenggam tanganku erat. Ada perasaan hangat yang menjalar dari genggamannya tersebut membuat rasa nyaman ku rasakan.
Ku lirik si kembar yang hanya diam dengan senyum simpul di bibir mereka.
"Kami harus memanggilmu dengan sebutan kakak ipar mulai sekarang?" Rena nyeletuk membuat semua yang ada dalam ruangan tersenyum tak terkecuali aku. Namun tidak dengan Raka, dia masih asyik dengan ponsel ditangannya seolah apa yang kami bicarakan di ruangan ini tak begitu penting baginya.
Bahkan hingga acara ramah tama berakhir pun, tak ada suara yang keluar dari bibir nya. Dirasa cukup mereka semua pamit pada akhirnya.
"Besok jam 9 aku akan menjemputmu, jadi bersiaplah!!"
Bisiknya membuatku sedikit terkejut. Ku anggukkan kepala sebelum dirinya berlaku pergi menyusup ibu dan kedua adiknya yang sudah melangkah lebih dulu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
🍾⃝ᴄͩʜᷞɪͧcᷠᴋᷧᴇɴ ɴᴏᴏᴅʟᴇ🍜
tantangannya besar ini menaklukkan cowo kek gini
2023-09-20
1
𝓐𝔂𝔂🖤
dingin didepan..tp meleleh dibelakang ya raka😁😁
2023-09-20
3
🏘⃝αⁿᵘpαk kαdєѕ🕊️⃝ᥴͨᏼᷛ𝐀⃝
waahh ini ni yang aku suka..gaya cool sifat kejam..tapi hatinya lemah lembut..dengar raka..aku berharap kau mau menerima biar cuek dingin pasti kesananya bucin 🤣🤣🤣
2023-09-20
0