Classroom To Another World
Hari ini sama seperti hari-hari lainnya, Matahari pagi bersinar cerah di langit pagi dan awan stratus tidak terlalu padat yang mengizinkan cahaya untuk menyebar. Jalan raya sangat ramai dengan berbagai kendaraan yang berlalu-lalang. Ya, mereka adalah orang-orang yang sibuk untuk pergi ke tempat kerja maupun tempat edukasi mereka. Meski pandemi masih berlanjut, dunia tidak berhenti.
“Selamat pagi…,” sapa Dans ketika dia masuk ke kelasnya.
Dans Hernanda atau dipanggil Dans adalah murid SMA biasa di kelas X MIPA 6. Penampilannya tidak terlalu istimewa. Dia merupakan seorang lelaki bertubuh pendek. Kulitnya berwarna putih dengan beberapa bekas jerawat. Tidak ada yang istimewa darinya.
“Sip, datang juga akhirnya Panjenengan. Bisa minta contekan Bahasa Jermannya, Bang?” Tak menunggu Dans duduk, Zen sudah menemuinya.
Zen atau yang lengkapnya Zenith. Dia teman sekelas Dans. Tingginya kurang lebih sama dengan Dans. Dia memiliki rambut hitam pendek yang keriting serta kulit gelap. Banyak orang salah mengira bila ia berasal dari daerah timur Indonesia. Aslinya, kedua orangtuanya adalah orang Jawa. Memang terkadang anak tidak mewarisi penampilan orangtuanya. Melihat Zen, pesan yang terkandung padanya adalah, jangan terlalu berharap untuk menjadi tampan meski orangtua kalian tampan.
"Anta suka banget mencontek, Bang. Gak ada motivasi kerjain sendiri apa?" tanya Dans geram. Tidak, dia tidak marah.
Dia hanya berimprovisasi menjadi karakter kesal ketika dimintai contekan. Memang, si Zen sendiri suka mencontek. Bahkan dia pernah di depan kelas dan mengumumkan, 'Sekolah itu cuma buat formalitas. PR dan tugas lebih mudah dikerjakan dengan mencontek.'
“Khukhukhu, mengapa aku harus mengerjakan bila orang lain bisa mengerjakannya?” tawa Zen sungguh mengganggu. Andai kata dalam cerita, dia pasti karakter antagonis dengan tawa mencemooh. Tipikal orang bodoh yang tidak melihat kemampuan orang di depannya.
“Sekalian, aku juga minta,” pinta teman Dans yang lainnya. “Kimia kalau bisa.”
Dia adalah Dayat, teman sekelas yang duduk tepat di belakang Dans. Sama saja dengan kebanyakan orang. Ia memiliki rambut hitam dan mata coklat gelap. Tinggi tubuhnya berhasil menyalip Dans dan Zen, tetapi masih belum cukup tinggi. Nilainya, di kelas dia berada di peringkat 1 dari tengah, yang artinya rata-rata.
“Kimia mah tanya saja ke Bang Udin. Nge-pro dia kalau ituh pelajaran. Jangan ke gue, Bang." Dans mengambil buku Kimia dari dalam tas dan menyerahkannya pada Zen. Dia nyaris tak melihat Zen sama sekali.
Zen mengambil buku tulis tersebut sambil berkata, “Tadi bilangnya dia ke kamar mandi. Yah, kamu tahu sendiri lah. Kamar mandi di lantai 2 yang dekat dengan kelas kita rusak, jadi mau tidak mau ke kamar mandi yang ada di bawah. Jangan heran kalau dia akan lama.”
“Wah, nekat sekali dia. Udah hampir masuk, tapi gak datang-datang. Mau tidak dianggap hadir nih anak?" celetuk Dans ngawur.
"Ini sekolah sebenarnya buat apa, sih? Rasa-rasanya, mending kita ke isekai aja deh, Bang," ujar Dayat.
*Cring!*
Tak lama setelah dia mengatakan itu, tiba-tiba saja terukir sebuah lingkaran dengan banyak pola geometri rumit di atas lantai kelas. Diameter dari lingkaran tersebut menggapai seluruh ruangan kelas.
“Apa!” Mata Dayat melebar melihat lingkaran yang mulai menyala terang di kakinya. Bukan hanya dia, melainkan semua orang di dalam kelas. Kejadiannya terlalu cepat hingga mereka tidak sempat bereaksi.
*Slap!*
Kejadian itu hanya sekejap mata. Tidak sampai sedetik, cahaya tersebut kembali padam dan kelas menjadi sepi. Sepi, sangat sepi sekali. Berbeda dari sebelumnya, ruang kelas tersebut kosong orang. Hanya menyisakan barang-barang dari murid seperti tas, meja, dan kursi. Ah, tidak ada pakaian. Mereka tetap mengenakannya.
Cahaya terang tersebut membuat semua orang di dalamnya memejamkan mata mereka. Ini sama ketika lampu flash kamera berkedip dengan cepat. Mata mereka mendapatkan cahaya terang dengan intensitas tinggi sehingga membuat reflek mata terpejam.
Ketika membuka matanya kembali, mereka melihat pemandangan yang sangat berbeda dari sebelumnya. Mereka tidak lagi berada di dalam ruang kelas, mereka berada di dalam ruang tahta! Tempat itu memiliki dekorasi yang sangat mewah dan megah. Mengabaikan tampilannya yang sangat kuno, tempat tersebut terlihat sangat hebat dalam pembangunannya.
“Selamat datang, Para Hero,” sapa seorang yang duduk di kursi tahta. Tak diragukan lagi, dia adalah seorang raja. Kurang lebih seperti itulah pikiran mereka semua.
Zen memperhatikan orang yang ada di atas kursi tahta tersebut. Dia adalah pria paruh baya dengan rambut dan jenggot keemasan yang mulai memutih. Matanya berwarna emasan dan ekspresi wajahnya menunjukkan keramahtamahan. Kulitnya berwarna putih, tertutup oleh jubah mewah merah dan pakaian mahalnya. Dia memancarkan kharisma yang membuat orang-orang merasakan hormat padanya.
“Siapa?” tanya Dayat. Namun dalam benaknya, ‘Apakah aku benar-benar terlempar ke dunia lain bersama teman sekelas? Aku tidak pernah menyangka jika ini akan benar-benar terjadi.’
“Namaku adalah Barik von Aldenia XII, Raja dari Kerajaan Luxinia. Aku adalah orang yang memanggil kalian, Para Hero dari dunia lain, untuk membantu kami dalam melawan Pasukan Raja Iblis,” kata sang Raja.
“Melawan Pasukan Raja Iblis?” Dans mengernyitkan dahinya. Tak bisa mempercayai. Bayangin aja kamu beli pulsa di supermarket tapi ditawari pulsanya sekalian. “Kami hanya anak SMA biasa. Mana bisa kami bertarung?”
“Tenang saja. Semua Hero yang berasal dari dunia lain selalu mendapatkan gift dari dewa. Kalian semua adalah individu istimewa yang memiliki kekuatan unik,” jawab Raja Barik untuk menyakinkan mereka.
“Tunggu sebentar….” Zen menatap tajam Raja Aldenia. “Kau ingin aku untuk melawan Pasukan Raja Iblis? Apa untungnya buatku?” Pandangannya sangat tajam. Sudah seperti pendemo yang tuntutannya tak didengar saja dia. “Kalian adalah penculik. Bukankah aku lebih baik bergabung dengan pihak Raja Iblis dari pada bergabung bersama penculik seperti kalian?”
Semua penjaga yang ada di sana secara spontan langsung mengarahkan mata tombak mereka pada Zen. Kata-kata tersebut dapat diartikan bahwa Zen menganggap Raja Barik merupakan seorang kriminal. Mereka yang setia padanya tentu saja tidak akan membiarkan raja mereka untuk dihina oleh orang yang tidak dikenal. Lebih baik menghilangkan ancaman sebelum menjadi macan.
“Berhenti!” Barik mengangkat rendah tangannya, memberikan isyarat pada semua penjaga untuk menghentikan aksi mereka. Kemudian dia memberikan titah, “Pengawal, bawakan benda itu!”
Empat orang pengawal meninggalkan ruangan. Tak berselang lama, mereka kembali sambil membawa sebuah peti besar dengan mereka berempat di masing-masing sudut peti tersebut. Keempatnya menaruh peti tersebut di tengah ruangan dan menunggu aba-aba selanjutnya dari raja mereka.
Semua siswa dan siswi yang melihat peti tersebut penasaran. Mereka masih belum tahu apa yang ada di dalam peti tersebut. Namun yang pasti, tidak ada satupun di antara mereka yang berani bercakap setelah apa yang dikatakan Zen. Mereka tidak mau mati dengan puluhan luka tusukan tombak yang menembus tubuh mereka. Sekolah saja masih belum lulus, apalagi impian mereka yang jauh di masa depan.
“Buka!” titahnya.
Salah seorang pengawal langsung membuka peti tersebut dan terlihatlah apa yang ada di dalam sana. Itu adalah perhiasaan. Banyak sekali kalung, gelang, dan cincin di dalamnya. Semua dari mereka memiliki satu kesamaan, yaitu mereka mereka memiliki batu permata besar. Satu saja dari mereka berharga sangat mahal dan siapa yang mendapatkannya akan langsung kaya.
“Perlu aku beritahukan padamu, kami tidak bisa mengembalikan kalian saat ini.” Barik kemudian tersenyum pada mereka. “Raja Iblis memiliki sihir untuk mengembalikan kalian, juga aku akan memberikan semua yang ada di dalam sini ke pada kalian sebagai hadiah. Ini bukan kesepakatan yang buruk, ‘kan?”
“Baiklah. Kita sepakat.” Zen setuju dengan seringai tipis. "Mari berbisnis."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
「Hikotoki」
seharusnya beli pulsa ditawari kartu perdananya juga, serasa lengkap kek doi ama pasangannya :(
2023-09-24
0