Kakak Ipar Serakah

Kakak Ipar Serakah

Kedatangan Mertua

"Kamu belum masak, Dek?" Tanya bang Jali pada istrinya.

"Belum bang, gak tau harus masak apa? Aku juga gak pegang uang buat belanja," kata Lili dengan raut sedih pasalnya ia memang tidak pegang uang sepeser pun.

Jali menghela nafas dalam-dalam, ia begitu miris melihat kondisi keluarganya yang serba kekurangan. Bukan ia tidak mencari uang tapi hidup di desa sangat susah mencari pekerjaan selain menjadi petani.

"Kamu tunggu disini ya, Dek! Abang pergi ke kebun dulu mungkin ada buah pala yang sudah bisa di panen dan di jual," kata bang Jali.

"Iya, bang? Hati-hati," kata Lili, jali hanya mengangguk kemudian pergi ke kebun yang tidak jauh dari rumahnya.

Mereka mempunyai kebun yang di tanami bermacam-macam ragam seperti pohon jengkol, pohon pala, pohong pisang tapi sekali panen hanya cukup untuk 5 hari sambil Jali mencari pekerjaan yang lain.

Hari sudah beranjak sore, tapi Lili belum juga memasak untuk berbuka nanti. Hanya ada beras di rumahnya jadi ia pun memilih untuk menanak nasi dulu sambil Bang jali membawa pulang rejeki.

"Assalamualaikum...," Terdengar suara seseorang memberi salam, Lili pun bergegas ke depan untuk melihat siapa yang datang ternyata ibunya. Dia pikir jika bang Jali sudah pulang sehingga ia bisa masak sore ini.

"Wa'alaikumsalam, ibu kok datang gak bilang-bilang?" Tanya Lili.

"Tadi kebetulan ibu lewat rumah kamu jadi mampir saja sekalian," kata ibuku lagi.

"Suami kamu kemana, Li?" Tanya ibu Imah.

"Tadi bilang lagi ke kebun, Bu." Kata Lili menemani ibunya.

"Kamu sudah masak untuk berbuka?" Lagi-lagi ibu bertanya membuat Lili terdiam.

"Belum, Bu. Aku lagi nunggu bang Jali pulang, nanti kita bisa masak bersama-sama," kata Lili tersenyum pada ibunya, ia tidak mau jika ibunya tahu jika mereka tidak memiliki uang sama sekali hari ini untuk masak buka puasa.

"Oh begitu! Oh ya Li, tadi ibu ke pasar sepertinya ibu beli banyak bumbu dapur sebagiannya buat kamu aja lagian ibu hanya tinggal berdua sama bapak," kata Bu Imah mengeluarkan cabe, tomat dan bahan dapur lainnya.

"Tidak usah, Bu! Nanti aku bisa beli sama bang Jali ke pasar lagian masih ada kok di dapur," kata Lili menolak tidak enak hati terus menerima pemberian ibunya.

"Sudah, kamu kayak sama siapa aja? Aku ini ibumu Li, sekarang bawa ini ke dapur sekalian ikannya. Tadi ibu baru ingat masih ada ikan di dalam kulkas," kata Bu Imah mengeluarkan setengah dari yang di beli untuk anaknya.

Ia sangat tahu bagaimana kondisi rumah tangga anaknya meski setiap di tanya mereka selalu mengatakan jika mereka bercukupan tapi yang namanya orang tua tetap akan tahu.

"Li, ibu pulang dulu soalnya sudah sore juga. Nanti malam jangan lupa ke rumah ibu," kata Ibu Imah membawa belanjaan nya setelah memberikan setengah untuk anaknya.

"Iya Bu, memang ada acara apa di rumah Bu?" Tanya Lili penasaran.

"Tidak ada acara apa-apa? Ibu hanya suruh kamu datang sama suami kamu," kata ibu lagi kemudian pergi keluar dari rumah yang di tempati putrinya.

"Ibu hati-hati di jalan ya," kata Lili.

Setelah ibunya pergi, Lili kembali ke dapur untuk melihat apa saja yang di berikan ibunya tadi. Air matanya mengalir saat seperti ini ibunya masih memikirkan tentang dirinya, ikan yang baru saja di beli di berikan begitu saja untuk dirinya dengan cuma-cuma.

Lili membersihkan ikan tadi, di masak untuk berbuka puasa nanti. Sebagian lainnya akan dia tinggal untuk besok karena mereka belum memiliki anak meski sudah menikah dua tahun.

Tak lama suaminya datang, ia yang sedang membuat bumbu menoleh sebentar ke arah Jali yang menenteng satu buah semangka di tangan suaminya.

"Dapat dari mana semangka ini, Bang?" Tanya Lili.

"Di berikan sama pak Yusuf, kebetulan tadi ketemu sama pak Yusuf di jalan saat pulang," kata Jali tersenyum.

"Dapat rezekinya, bang?" Tanya Lili.

"Dapat Dek, tapi hanya segini," jali mengeluarkan uang berwarna biru satu lembar lalu menyodorkan kepada istrinya.

"Alhamdulillah, Mas! Yang ini bisa di simpan untuk besok," kata Lili tersenyum, meski sedikit ia tetap merasa senang dan menerima rezeki dengan lapang dada.

Meskipun kekurangan, mereka tidak pernah bertengkar. Mereka hanya diam jika memang tidak punya uang sama sekali.

"Kamu masak apa, Dek?" Tanya jali baru sadar jika istrinya sedang masak.

"Aku lagi masak ikan, tadi ibu mampir kesini," kata Lili.

"Pasti ibu memberikan ikannya ya Dek, mas jadi tidak enak sama ibu," kata Jali tidak enak hati pada mertuanya yang sering membantu mereka.

"Sudah, tidak usah di pikirkan! yang penting kita bisa makan Bang dan uang ini bisa kita gunakan untuk besok," kata Lili tersenyum.

Pekerjaan Bang Jali yang serabutan membuat Lili harus banyak bersabar, kehidupan tak selalu di bawah pasti ada saatnya di atas. Setiap panen padi, Lili menabung sedikit demi sedikit untuk masa depan anak-anaknya dan syukur-syukur jika bisa membeli tanah rumah tapi itu belum kesampaian.

Bang Jali memiliki sepetak sawah bagian warisan dari orang tuanya, begitu juga dengan kebun yang kini menjadi milik mereka.

Serune buka puasa terdengar dari radio milik tetangga, sepasang suami istri kini duduk di bawah dengan semangka tadi yang di serok untuk melepaskan dahaga mereka. Tidak ada makanan mewah, hanya ada air semangka untuk melepaskan dahaga dan ikan yang di masak, tidak ada makanan yang manis-manis untuk berbuka puasa.

"Alhamdulillah, ayo bang kita makan dulu," ajak Lili, perutnya sangat lapar. Ia langsung mengambil makanan di dalam wadah yang disediakan dan meletakkan di atas piring milik suaminya.

Mereka berbuka puasa dengan tenang, sesekali bersenda gurau bersama sang istri.

"Mas, tadi ibu bilang suruh ke rumah malam ini," kata Lili selesai berbuka dengan seadanya, kemudian meneguk air putih hingga tandas.

"Memangnya ada acara apa, Dek?" Tanya bang Jali bingung.

"Aku gak tahu juga bang, sebaiknya kita datang aja dulu," kata Lili.

"Ya sudah, kalau begitu abang ganti baju dulu," kata Bang Jali menuju kamar sedangkan Lili membereskan piring kotor mereka makan tadi dan membawa sisa gulai ikan untuk sahur nanti.

*****

Kini mereka berada di halaman rumah orang tuanya, ada beberapa sepeda motor yang teronggok santai di depan rumah ibunya.

"Sepertinya di rumah ibu banyak orang deh, bang," kata Lili melihat dua motor.

"Sepertinya begitu dek, sebaiknya kita masuk saja ke dalam," kata bang Jali.

Lili dan suaminya masuk ke dalam rumah tapi tidak ada orang di ruang tamu sepertinya berada di ruang tv tempat biasa keluarganya berkumpul.

Lili terus melangkahkan kaki ke ruang tv bersama suaminya.

"Kak Lili, bang Jali, kok baru datang?" Suara seseorang menghentikan langkah Lili, ternyta yang datang bukan lah tamu tapi adiknya uang kini sedang menjenguk ibunya.

"Eh, kamu Don! Kapan kamu kesini dek?" Tanya Lili tersenyum melihat adiknya sudah sukses.

"Tadi sore kak, ayo kita duduk," kata Doni.

"Eh, udah datang kamu Li. Sini duduk dekat ibu," kata ibu, Lili hanya mengangguk sedangkan Jali hanya diam tanpa berbicara sepatah kata apapun.

"Bagaimana kabar kamu, Mel?" Tanya Lili membuka pembicaraan dengan adik iparnya, istri Doni berasal dari keluarga berada sehingga kehidupan Doni terangkat. Dia bekerja di tempat mertuanya sehingga kehidupannya lebih baik dari kakaknya Lili.

"Alhamdulillah baik, kak. Kakak gimana kabarnya, udah ngisi belum," tanya Meli pada Lili kakak iparnya.

"Belum, Dek! Mungkin belum waktunya," kata Lili tersenyum.

"Oh ya, si kembar mana?"

"Lagi tidur kak di kamar," kata Meli tersenyum.

Lili hanya mengangguk, tak lagi berbicara dengan adik iparnya. Dia hanya diam sesekali mendengar obrolan suami dengan bapaknya.

"Tadi ibu suruh Lili kesini buat apa ya?" Tanya Lili pada ibunya.

"Emm... Itu tadi ibu beli baju buat kalian berdua soalnya bapak tadi dapat rejeki lebih , jadi ibu belikan kalian baju. Sebentar ibu ambilkan," kata ibu bangkit menuju kamarnya.

Ibu kembali datang dan memegang satu kantong kresek hitam di tangannya kemudian duduk di dekat kami berdua.

"Ini buat kalian berdua, semoga kalian suka," kata Ibu memberikan kami satu helai baju masing-masing.

"Aku tidak bisa menerimanya, Bu." Kata Lili.

"Tapi kenapa nak?" Tanya Ibu lagi.

"Tidak enak dilihat sama bang Jali, seakan dia tidak bisa menafkahi ku dan aku tidak ingin menyakitinya Bu," kata Lili sesekali menoleh ke arah suaminya.

"Tapi Nak, ibu memberikan ini untuk kamu tidak mengharapkan apa-apa," kata ibu lagi menatap sedih ke arah putrinya.

"Aku tahu, Bu tapi aku tidak ingin menyakiti suamiku Bu. Dia selama ini sudah berusaha membahagiakan aku, jangan sampai pemberian ibu menyakitinya," kata Lili lagi, dia bukan menolak tapi ia tidak ingin menyakiti perasaan suaminya.

"Kak Lili benar, Bu. Biarkan baju ini di simpan dulu nanti biar kak lili bicarakan dulu sama bang Jali." Timpal Meli.

"Tapi Mel...,"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!