Monitor menunjukkan grafik keadaan Vean dan Fio. Keduanya dipasangi alat bantu kehidupan. Wajah mereka pucat, dengan mata terpejam rapat dan terlihat sangat tenang.
Kedua orang tua Fio sedih, tapi juga bersyukur anak mereka bisa selamat berkat pendonor darah itu.
Sedangkan orang tua Vean juga tetap sama cemasnya, karena anak mereka dinyatakan koma.
Mereka tidak ada yang mau pulang, ingin tetap berhasil di rumah sakit, setidaknya sampai keadaan membaik.
Juna ikut menemani kedua orang tua Vean. Selain karena mereka masih keluarga, Vean juga sahabatnya.
Sudah tiga hari berlalu, Vean dan Fio masih sibuk dengan dunia mereka sat ini. Merasa nyaman dan tidak mau ke mana-mana.
"Fio."
"Dhea? Dhea, maafkan aku. Aku benar-benar minta maaf."
"Kenapa kamu harus minta maaf? Kamu tidak pernah salah. Akulah yang terlalu memaksakan hati ini. Sudah tahu tidak bisa, tapi tetap tidak mau menerima kenyataan."
"Dhea, aku titip Vean, ya. Kamu jaga dia baik-baik. Pulang lah, Dhea."
"Ish, kamu ini. Memangnya aku mau pulang ke mana? Kan aku sudah ada di tempat aku seharusnya. Kamulah yang seharusnya pulang, bukan aku. Kamu juga yang seharusnya menjaga Vean, bukan aku. Aku titipkan cintaku padamu. Jaga dia baik-baik. Sayangi dia, dan setialah padanya. Berbahagialah kalian, karena dengan begitu, maka aku juga akan bahagia."
"Aku sayang kamu, sahabatku!" Dhea memeluk Fio, lalu bayangan Dhea kembali menghilang, meninggalkan Fio sendiri di tengah kabut putih yang mengelilinginya.
Pulanglah
Pulanglah
Pulanglah
Fio membuka matanya, dilihatnya seorang perempuan yang memandanginya.
"Dhe ... Dhea?"
"Sayang, kamu sudah sadar? Ini mama, Sayang." Mamanya langsung menekan tombol panggil, dan tidak lama kemudian, dokter dan perawat datang.
Mila—mama Fio—bernafas lega.
"Dhea?"
Mila menghela nafas, merasa kesal kenapa malah Dhea yang dicari?
"Bagaimana, Dok?"
"Kondisinya sudah stabil, dia akan segera dipindahkan ke ruang perawatan."
"Terima kasih, Dok. Terima kasih banyak."
Berita gembira ini sudah didengar oleh keluarga Vean juga. Mereka ikut bahagia, kini tinggal fokus pada keadaan Vean. Semoga saja Vean juga bisa segera sadar dan kembali berkumpul bersama mereka.
"Bagaimana dengan Vean, Pa?" tanya Fio pada papanya yang bernama Dhani.
"Vean masih koma dan ada di ruang ICU."
Fio menangis, kenapa semuanya jadi begini? Sahabatnya pergi meninggalkannya, dan Vean juga koma. Apa balasnya untuknya karena tanpa sadar sudah menyakiti Dhea?
"Vean pasti akan segera sadar." Hanya kata-kata penghiburan belaka, karena mereka sendiri tidak tahu kapan pria itu akan sadar.
"Aku ingin melihat keadaan Vean."
"Nanti, ya. Kondisi kamu Bekim benar-benar baik. Mungkin baru besok kamu bisa menjenguknya."
Keesokan paginya, Fio bersikeras untuk melihat keadaan Vean. Dipegangnya tangan Vean yang terasa dingin. Kepalanya diperban, dan banyak luka di wajah tampan itu.
"Bangun, Sayang."
Hari-hari berlalu. Setiap detiknya terasa sangat lama, namun ternyata sudah satu bulan sejak kecelakaan itu terjadi, Vean belum juga membuka matanya. Mamanya Vean jadi sering sakit melihat kondisi anaknya yang tidak juga membaik.
Setia hari Fio akan menjenguk Vean, kadang ikut menginap di rumah sakit dan membawakan makanan untuk kedua orang tua Vean. Dia juga sudah mengurus kuliahnya dan tidak lama lagi akan masuk kuliah.
Candra juga sangat sibuk mengurus perusahaan, memikirkan anak dan istrinya, membuat kepalanya mau pecah saja.
Pria itu datang ke rumah sakit, dan berbicara dengan Bram.
"Apa tidak ada perkembangan mengenai Vean?"
Bram tidak langsung menjawab, dia tahu kabar yang akan disampaikannya ini semakin menimbulkan kesedihan untuk sepupunya itu, tetapi tetap harus disampaikan, kan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 307 Episodes
Comments
Candy
masih bnyk typo nya 🙏.
semangat ya
2023-09-24
0
Fhebrie
satu th kemudian ga sadar sadar terus di bawah akeluar negri terus yg jd dokternya adalah dhea
2023-08-08
1
Sri Wahyuni
sadarnyamau nungguin s dhea jd dokter dulu
2023-05-08
6