“Dhea, ini untuk kamu.” Fio memberikan beberapa kotak kepada Dhea.
“Apa ini?”
“Buka saja.”
Dhea membuka kotak-kotak itu. Di dalamnya ada gaun yang sangat bagus.
“Ini ...?”
“Buat kamu pakai di acara pertunangan aku.”
Lagi, hati itu kembali diremas. Dhea menyentuh gaun itu, terasa sangat halus di tangannya. Pasti harganya sangat mahal. Dia jadi teringat dengan baju yang dia beli. Baju yang menurutnya sangat bagus dan mahal, ternyata kalau dibandingkan dengan gaun ini, benar-benar tidak ada apa-apanya.
Fio lalu memberikan lagi kotak-kotak yang lain. Isinya ada sepatu, tas, dan aksesoris.
Bahkan untuk acara pertunangan mereka, aku tetap diberikan barang-barang ini. Aku seperti tidak memiliki harga diri saja. Ya, mungkin mereka pikir aku memang tidak memiliki harga diri, karena masih saja berharap pada kekasih sahabatku.
“Makasih, ya. Ini bagus banget, pasti harganya sangat mahal.”
“Ini enggak seberapa, kok.”
Ya, memang tidak seberapa bagi kalian, tapi sangat mahal untukku. Mungkin harga satu gaun saja bisa untuk membayar uang kos aku satu tahun lebih. Belum lagi sepatu, tas, dan aksesoris. Mungkin bisa untuk makan satu tahun tanpa perlu aku bekerja banting tulang.
Vean memperhatikan wajah Dhea yang terlihat sendu. Dia belum pernah melihat wajah sesedih itu. Bahkan saat pertama kali dia menolak Dhea, gadis itu tidak menangis, bahkan masih bisa tersenyum dan ceria. Tapi kini? Untuk pertama kalinya Vean melihat Dhea yang menangis, melihat kerapuhan yang sangat besar dari gadis itu.
“Oya, kapan kalian bertunangan?”
“Ish, aku kan tadi di sekolah sudah bilang, satu minggu lagi.”
Satu minggu lagi? Itu bertepatan dengan kepergian aku ke luar negeri.
“Nanti kamu diriasnya sama-sama aku saja. Aku juga sudah memesan satu kamar untuk kamu di hotel.”
Dhea hanya mengangguk saja. Hari kepergiannya sama dengan hari pertunangan mereka.
“Badan kamu panas banget, Dhe. Ayo makan dulu, aku keluar sebentar.”
Tinggal Dhea dan Vean berdua saja di sana. Dhea sama sekali tidak memandang pria itu. Melihat pria itu akan membuat hatinya semakin sakit. Vean juga tidak memandang Dhea. Mereka seperti dia orang asing yang tidak saling mengenal. Ya, Dhea sangat tahu kalau Vean memang hanya menganggap dia orang asing. Hanya seseorang yang menyukai sahabat kekasihnya tanpa harus dipedulikan. Dalam hati Dhea meringis, bahkan pria itu juga tidak menanyakan keadaannya hanya untuk sekedar basa basi saja.
Aku memang benar-benar tidak berarti baginya.
“Dhe, ini aku buatkan teh.”
“Makasih.”
“Ayo makan.”
Dengan terpaksa Dhea makan. Menelan makanan dengan susah payah, seperti orang yang dipaksa meminum racun.
“Kamu istirahat ya, kami pulang dulu.”
“Iya, makasih dan hati-hati.”
Begitu pintu kamar itu ditutup, Dhea kembali menangis.
Seharusnya sejak awal aku sadar kalau akan seperti ini hasilnya. Aku saja yang terus membohongi diri, dan tidak mau sadar diri. Kak Vean memang sejak awal sudah mengingatkan agar aku berhenti berharap. Bukan dia yang memberi harapan, tapi aku yang sudah memberikan harapan palsu untuk diriku sendiri. Aku yang sudah menyakiti diriku sendiri.
Sepanjang perjalanan, Vean terus teringat Dhea. Dia menghela nafas berat. Cepat atau lambat, dia sudah tahu akan seperti ini keadaannya. Sudah dia katakan berkali-kali pada Dhea agar berhenti berharap. Masih banyak pria di luar sana yang baik dan akan menyayangi dirinya dengan tulus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 307 Episodes
Comments
Priyanti
tenang dhea . . .kejar cita2mu suatu hr nanti psti ada yg mau nerima km apa adanya
2023-12-08
1
Tavia Dewi
aku paling benci ma pelakor berbentuk sahabat,,,,,
2023-11-26
1
Gavin Bae
kenapa sih thor tokoh utamanya harus bersifat pelakor.sudah tahu vien pacar sahabat baiknya tapi dia tdk peduli.untungFIO baik banget.
2023-09-11
2