Flashback On
“Kak Vean, aku suka kakak ....”
Vean terdiam, memandang gadis berseragam SMP itu. Saat itu Dhea masih kelas satu SMP.
“Maaf ya, Dhe, tapi aku hanya menganggap kamu adik.” Tanpa basa-basi, Vean langsung menolaknya. Menangis? Tidak, Dhea masih tetap tersenyum.
“Tidak apa. Sekarang, Kakak boleh menganggap aku adik, tapi nanti bisa lebih. Besok mungkin menjadikan aku sahabat, dan seterusnya.”
Vean masih saja diam, memandang wajah imut Dhea yang rambutnya diikat dua.
“Oya, ini coklat untuk kak Vean. Jangan ditolak juga. Aku tidak bisa memakannya, karena wajahku sudah mengandung banyak gula.”
Vean masih tetap diam, Dia pikir Dhea akan menangis dan pergi begitu saja, atau memohon padanya untuk memberikan dia kesempatan.
Sejak saat itu, Dhea sering menyatakan perasaannya, dan memberikan Vean coklat.
“Vean!”
Vean tersadar dari lamunannya saat mendengar suara Fio.
“Ayo makan.”
Vean mengangguk, lalu mulai mengambil makanan yang sudah disiapkan oleh Fio.
Keesokannya
“Hai Juna, kamu sibuk, enggak?” tanya Fio. Saat ini, Fio, Vean dan Juna sedang bersama di kafe langganan mereka.
“Memangnya kenapa?”
“Kita jalan-jalan, yuk. Aku, Vean, kamu dan Dhea.”
“Dhea?”
“Iya. Nah, itu Dhea datang.”
Juna melihat Dhea yang datang dan menyambutnya dengan senyuman, sedangkan Vean tetap seperti biasanya, diam saja dengan wajah datarnya.
“Dhe, kita liburan, yuk. Ke pantai sama Juna dan Vean.” Tanpa menunggu persetujuan dari Vean dan Juna lebih dulu, Fio sudah mengambil keputusan sendiri.
“Maaf ya, Fi, aku enggak bisa ikut. Aku mau belajar untuk ujian akhir dan masuk universitas.”
Dhea dan Fio saat ini memang masih kelas tiga SMA.
“Nah, karena itu, kita refreshing dulu, biar nanti belajarnya enak.”
“Tapi ....”
“Kalau Dhea enggak mau, jangan dipaksa, Fi.”
Padahal dalam hati Dhea, gadis itu berharap Vean akan ikut membujuknya, tapi mana mungkin. Juna melirik Dhea, gadis manis yang sudah bertahun-tahun menyukai sahabatnya itu. Juna dan Vean juga sebenarnya masih memiliki hubungan kerabat.
Juna tahu? Tentu saja dia tahu. Bukan hanya Juna, bahkan keluarga Fio, Vean dan Juna saja tahu.
“Itu buku kedokteran?” tanya Juna yang melihat buku uang Dhea bawa di dalam paper bag.
“Iya, tadi aku beli buku. Habis kalau pinjam, nanti saat butuh lagi malah jadi ribet.”
“Kamu mau jadi dokter?”
“Oya, tapi enggak tahu juga deh, bisa atau enggak. Kuliah kedokteran kan, mahal. Jadi aku hanya bisa mengandalkan beasiswa.”
Vean ikut melirik buku yang dibeli oleh Dhea. Bukan buku baru, tapi buku bekas yang bagian sampulnya sudah sangat jelek.
“Harus optimis, dong. Harus yakin kalau kamu bisa jadi dokter,” ucap Juna.
Dhea mengangguk, karena dia memang harus optimis bisa menjadi dokter dengan segala keterbatasan yang dia miliki.
“Kamu kalau butuh buku kedokteran, bilang saja sama aku. Aku punya komplit,” lanjutnya.
“Boleh, Kak?”
“Boleh, dong. Kamu tinggal bilang saja kapan kamu membutuhkan buku-buku itu. Oya, mana sini nomor ponsel kamu.”
Dhea langsung memberikan nomor ponselnya untuk Juna.
“Jadi gimana, Dhe. Mau, kan?” tanya Fio setelah melihat interaksi antara Dhea dan Juna.
“Aku ....”
“Mau, dong. Mau ya ya ya?”
“Iya, deh.”
“Nah, gitu dong.”
Jumat malamnya, Fio, Vean, dan Juna menjemput Dhea ke kosannya. Kosan Dhea tidak besar, dan cukup jauh juga dari sekolahannya. Fio duduk di depan bersama Vean yang menyupir. Sedangkan Juna duduk di belakang bersama Dhea. Karena perginya malam hari, mereka tidak terlalu merasakan macet, meskipun begitu, jalanan tetap ramai karena banyak yang ingin berlibur juga.
“Kita makan malam dulu, ya. Aku belum makan malam,” ajak Juna. Mereka berhenti di warung sate, dan duduk berhadapan dengan Juna yang tentu saja ada di sebelah Dhea.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 307 Episodes
Comments
Margawani
lanjut kk.. 💪💪💪
2023-11-28
1
Ayu galih wulandari
Lanjuut kak🤗🤗😘😘
2023-11-24
1
Lisa Aulia
next...
2023-10-15
1