“Ra…”
Jerol mencegat Fou yang baru pulang, masih dengan seragam sekolah. Fou melewati Jerol dengan motornya, dia gak mau berhenti sehingga Jerol mengikuti sampai ke halaman rumah Fou.
“Ra… bantuin aku Ra…”
Fou tidak bisa tidak mengacuhkan karena tubuh Jerol menghalangi jalannya.
“Apa sih, Rol… jangan aneh-aneh deh, aku gak bisa bantuin, minggir!” Fou menunjukkan wajah galaknya. Kesal sekali kenapa selalu ada saja moment tiba-tiba Jerol muncul dan menarik dirinya ke dalam urusannya.
“Ra, Elsie nangis terus, aku bingung kenapa…”
“Tanya mamamu…” Fou ingin sekali mendorong tubuh Jerol tapi dia ogah menyentuh Jerol sekarang.
“Mama gak ada.” Jerol menjawab dengan tampang memelas.
“Ada mbak kan… minggir Rol!”
“Mbak gak ada, Please Ra, kasihan Elsie aku tinggal sendirian di box…”
“Astaga, Rol… masa gak ada orang di rumahmu…”
“Iya, aku juga bingung… tolongin Ra, tadi dia nangis sampai kulitnya merah semua, aku takut Ra…”
Jerol menarik tangan Fou, dan Fou melihat tampang panik Jerol akhirnya hanya mengikuti Jerol. Dari garasi sudah terdengar sayup suara tangisan di bayi. Jerol berlari hingga tangan Fou terlepas dan Fou refleks juga berlari mengikuti. Di kamar, Jerol sudah mengendong bayinya, kecemasan seorang papa jelas tergambar di wajah ganteng itu.
“Ra… gimana ini… udah hampir sejam loh gak berhenti nangis…” Suara Jerol menunjukkan betapa paniknya dia..
“Udah telpon mamamu?”
“Udah, tapi gak diangkat-angkat, mama ke supermarket belanja keperluan Elsie…”
“Sini aku coba gendong…” Fou jatuh hati mendengar suara tangis Elsie. Dia melepaskan tas kerja beserta tas laptopnyanya secara sembarangan di lantai lalu menyambut Elsie dari tangan Jerol.
Fou tidak melihat bayi Elsie sebulan ini, ternyata sudah gemuk dan bertambah besar. Fou secara naluri mendekap tubuh Elsie bersandar di tubuhnya sambil tangan yang satu sesekali mengusap bagian belakang tubuh bayi itu. Dan ajaib, si Elsie diam, dalam sisa tangisnya dengan kepala bersandar di dada Fou mata bulatnya menatap Fou, dan tangan kecilnya bergerak-gerak di bagian dada Fou.
Tapi kemudian bayi itu gelisah lagi, mulai menangis lagi.
“Ada yang salah, Rol… badannya panas, dia sakit…” Fou berkata kemudian ketika memperhatikan gerak-gerik bayi kecil ini.
Sepengetahuannya bayi seperti ini hanya akan rewel ketika lapar, mengantuk atau tidak nyaman. Fou terus menerus melihat wajah Elsie, dan timbul rasa iba di hati, merasa kasihan karena tidak ada tangan ibu kandungnya yang merawatnya. Fou mengganti posisi Elsie di gendongannya, dan si bayi kemudian berteriak kencang. Fou kembali mengendong Elsie dengan posisi bersandar pada dadanya.
“Rol… jangan-jangan sakit perut, bawa ke dokter aja ya?”
“Iya… ayo…” Wajah Erol sekarang terlihat gugup.
“Eh… ambil kain atau apa… bayi selalu butuh baju ganti…” Fou memanggil Jerol yang sudah keluar kamar.
Beberapa saat Jerol tidak tahu harus apa membuat Fou kasihan melihat kebingungan Jerol.
“Erol, jangan panik kamu, gimana mau nyetir mobil…” Fou bicara sambil mendekat dan melihat langsung ke mata Jerol.
“Iya… iya… tadi itu, eh aku harus bawa apa?”
“Itu… sana ada tas bayi, isi dengan beberapa baju…”
Terpaksa Fou berhenti bicara menunggu Jerol melakukan yang dia katakan, menghadapi orang yang panik dia gak akan bisa menangkap semua yang dikatakan bila terlalu panjang.
“Masukin beberapa bedong…”
“Itu apa Ra?”
“Itu yang kain gambar-gambar lucu…” Fou terpaksa mendekat ke lemari pakaian Elsie...
“Rak kedua… Rol, masukin minyak kayu putih sama minyak telon, diapers juga…” Fou menunjuk dengan dagunya.
Jerol memasukkan semua yang bisa dia raih di atas lemari pakaianan anaknya.
“Ayo Ra… yang lain nanti aja.” Jerol menyampirkan tas di punggungnya lalu mendorong bahu Fou untuk keluar dari kamar itu. Sementara Elsie rewel dengan tangisan yang masih sama.
Tergesa Jerol ke garasi dan langsung menghidupkan mesin, Jerol turun lagi saat melihat Fou hendak naik, dia membukakan pintu untuk Fou.
“Hati-hati Rol… konsen di setir gak usah liatin anakmu terus. Mata ke jalan Erol, bisa-bisa kita masuk got.” Fou langsung menyambar dengan suara penuh tekanan melihat cara Jerol menyetir.
Untung saja Fou pernah menghadapi situasi darurat seperti ini saat bayi adiknya sakit, pengalaman membuat dia bisa lebih mengunakan logikanya menghadapi kepanikan Jerol. Jerol menghembuskan napas berkali-kali mungkin berusaha menenangkan diri.
“Dokter anak di mana Ra?” Tiba-tiba Jerol bertanya, setelah sedikit lebih tenang otaknya bisa berpikir.
“Gak tahu, ponakanku waktu itu sakit kita langsung bawa ke IGD…”
“Ya udah kita ke rumah sakit aja.”
Dan Elisie berteriak lagi memicu ketegangan kembali naik menguasai Jerol. Jerol menambah kecepatan mobilnya dan beberapa kali menginjak rem mendadak karena berebut jalan dengan pengemudi yang lain.
"Erool..." Tangan Fou yang bebas terpaksa menepuk-nepuk bahu Jerol, ingin Jerol kembali tenang, mengusap sebentar lalu gantian tangannya menenangkan Elsie. Sudah seperti istri dan ibu saja dia sekarang.
Akhirnya Jerol menekan lampu hazard tanda darurat, lalu segera melaju. Melihat Jerol yang seperti sekarang membuat Fou yakin anak itu sangat disayang oleh Jerol. Memang ada beberapa kali di hari liburnya dia melihat Jerol berjalan-jalan di kompleks sambil memngendong bayi itu.
Dia ternyata papa yang baik… Batin Fou menilai Jerol.
Di IGD rumah sakit terbesar di provnsi ini, si bayi segera ditangani, Jerol dan Fou boleh melihat prosesnya, beberapa pertanyaan ditanyakan pada Fou tentang keadaan si bayi. Fou menyenggol Jerol, dia gak mungkin menjawab itu.
“Eh, gak tahu dok…” Jerol juga gelagapan, dia memang pulang ke rumah tetapi karena kecapean dia tertidur di kamar bayinya dan terbangun karena suara tangisan Elsie. Tetapi hal-hal yang ditanyakan dokter hanya mama Anet yang tahu.
“Kalian orang tuanya gak tahu kondisi bayi kalian?” Si dokter entah memarahi atau sekedar bertanya.
“Hah? Eh Saya bukan mamanya, dok… saya tetangga mereka…” Fou segera menjawab pertanyaan si dokter sambil menunjuk si Jerol.
“Anda papanya?” Si dokter yang terlihat masih muda bertanya.
“Iya, dok…”
Dokter kemudian memberitahu diagnosa pemeriksaaan awal kemungkinan masalahnya di bagian perut, dan si bayi harus diinapkan untuk pemeriksaan lanjutan.
Sementara Elsie masih terus menangis. Selesai diperiksa Fou mendekati si bayi dan spontan mengambil Elsie dari tempat tidur rumah sakit, memeluk seperti cara dia memeluk tadi, tadi seorang perawat telah menggosokkan minyak telon. Tak lama setelah digendong Fou Elsie tertidur, mungkin capek telah menangis terlalu lama.
Wanita punya naluri yang kuat untuk memberikan kenyamanan bagi seorang bayi, Fou terpanggil melakukan itu untuk Elsie. Sekalipun dia belum menikah dan punya anak, dia segera bisa menyesuaikan dalam satu jam terakhir ini.
Jerol sudah bisa mengatasi rasa panik sebelumnya, tapi dia masih gundah memikirkan kondisi Elsie, dan hal yang menghiburnya sekarang adalah melihat Elsie di pelukan Fou dan Fou sepertinya bukan hanya sekedar bersimpati membantunya tapi dia melihat kepedulian Fou untuk Elsie.
Tak berapa lama, seorang perawat datang lalu mengatur penanganan lanjutan untuk bayi ini, Fou ngeri melihat jarum infus yang dipasangkan ke kaki kiri Elsie, untung saja anak itu sudah tertidur dan tidak bereaksi saat penanganan dilakukan. Entah apa hasil diagnosa yang jelas sekarang Elsie sudah ditangani.
“Kasihan banget, Rol…”
Mendengarkan kalimat Fou Jerol hanya menghela napasnya. Jerol ada di dekat Fou memperhatikan anaknya, ikut mengusap dengan lembut kepala Elsie.
“Untung ada kamu, Ra… aku ketakutan tadi Ra…”
Jerol bersuara rendah, masih meneruskan usapan lembutnya. Fou tersenyum simpatik saat Jerol menatapnya, coba membagi kepedulian pada Jerol juga.
“Makasih ya, kamu mau ikut ke sini…” Jerol berkata lagi dengan suara yang tenang sekarang. Gantian Jerol yang tersenyum untuk Fou, hatinya menjadi tenang karena ada Fou di sisinya. Jerol menatap Fou, melihat dari posisi begini semakin menguatkan keinginannya untuk mendekati Fou.
Kamu harus menjadi mamanya Elsie, Fou... sebuah harap di hati Jerol.
Jerol gantian mengusap-ngusap lengan Fou, hal yang paling sering dia lakukan dulu pada Fou dan Fou lupa untuk protes atau menjauh karena bersamaan dengan itu dia merasakan bagian lengannya memang sedikit tegang akibat mengendong Elsie, bayi dua bulan ini cukup berat juga setelah lama-lama dalam pelukannya. Usapan Jerol membuat rasa pegalnya berkurang, jadi Fou membiarkan saja Jerol melakukan itu.
"Duduk aja Ra... cape kan berdiri begitu..." Jerol menyiapkan sebuah kursi untuk Fou.
Fou duduk hati-hati karena di sebelahnya ada tiang infus, dia takut juga kaki Elsie terganggu. Jerol juga mencari kursi yang lain lalu duduk sangat dekat dengan Fou, tangannya terulur lagi ke kepala Elsie. Posisi ini sudah seperti suami istri yang kuatir terhadap putri mereka
Seorang dokter melihat posisi mereka yang cukup dekat, melihat apa yang dilakukan Jerol, melihat saat mereka saling memandang dan saling tersenyum. Dokter itu telah mengamati beberapa waktu tapi karena dia juga sedang melakukan penanganan pasien anak juga sehingga dia tidak langsung mendatangi mereka. Memastikan bahwa urusannya telah selesai kemudian memberikan perintah pada perawat yang membantunya, dokter itu lalu datang mendekat.
“Ra?” Petra menyapa sambil mendekati mereka.
“Pak dokter? Oh di sini ya dinasnya…” Fou tersenyum singkat saat melihat pada Petra.
Seragam kebesarannya sekarang ditambah dengan stetoskop di lehernya. Untungnya dia sedang menggendong bayi, jadi bisa sedikit mengalihkan rasa resah yang muncul karena kehadiran Petra di sini. Hubungan mereka maju mundur, Petra menghilang lagi tak ada tanda melanjutkan pdktnya padahal hanya tinggal di depan rumah. Dan Fou sudah membuat garis bahwa Petra memang hanya ingin berteman saja.
“Di mana lagi, Ra… kamu lihatnya aku di sini kan?” Petra tersenyum pada Fou dan Fou segera membawa tatapannya pada bayi Elsie.
Dokter Petra mengangguk saat beradu pandang dengan Jerol, mereka berdua saling tahu tapi belum pernah saling bertegur sapa. Sambil lalu dia mendengar diagnosa temannya mengenai bayi Jerol. Dan spontan saja, mungkin karena sudah jadi pola kerjanya, Petra memeriksa infus.
“Bayinya masih harus dipantau di sini, mungkin beberapa jam lagi baru dibawah ke kamar…”
“Iya dokter…” Jerol menjawab formal.
Dan sesuatu di dadanya seperti berguncang saat menemukan pandangan dokter Petra tertuju pada Fou bukan pada bayinya. Dia mulai mewaspadai dokter ini sejak melihat beberapa kali interaksi si dokter dan Fou. Terlebih saat memperhatikan sekarang cara dokter itu menatap Fou.
“Dokter….”
Panggilan seorang perawat padanya menjadi tanda bahwa dia dibutuhkan.
“Aku pergi ya Ra…” Petra pamit dengan senyum di wajahnya untuk Fou dan satu tangan nangkring di bahu Fou dan meninggalkan sebuah rema*san lembut di sana.
Fou merinding karena saat melewati dirinya Petra begitu dekat, Fou bisa mencium aroma yang sama dari tubuh si dokter saat mereka duduk sangat dekat waktu di mall. Fou menggeleng pelan mengenyahkan desiran yang masih ada akibat apa yang dilakukan dokter Petra tadi.
Dan saat Fou mengangkat kepala, Fou menemukan tatapan aneh dari Jerol, sebuah tatapan yang berisi pesan yang jelas untuk Fou… Aku masih mencintaimu, Ra… Fou merinding lagi, entah kenapa hatinya bisa memunculkan pengertian seperti itu.
Saat Fou sedang mempertimbangkan hubungan dengan pria lagi dengan datangnya Petra yang mengindikasikan hal itu, saat yang sama sosok Jerol juga kembali melintas masuk, beberapa kode yang tidak samar diberikan Jerol. Fou membuang napas menentramkan kecamuk di pikirannya dan memilih memperhatikan Elsie saja. DIa masih tertidur pulas, mungkin juga infus yang terpasang juga bagian dari terapi untuk sakit dari Elsie.
Dua jam kurang lebih Fou benar-benar menjadi seperti ibu untuk Elsie sampai tante Anet tiba di rumah sakit. Tadi dia coba melepaskan bayi mungil ini tetapi Elsie segera menjerit tak ingin kehilangan dekapan nyaman Fou. Fou berniat pamit jika Tante Anet selesai mendengarkan penjelasan dari dokter, termasuk tindakan medis apa yang harus dijalani si kecil Elsie.
"Tante..."
Dengan perlahan Fou memberikan Elsie pada tante Anet. Elsie menjadi gelisah berpindah tangan, tapi si oma Anet sudah tahu bagaimana menenangkan Elsie.
"Aku mau pulang dulu, udah gerah seharian ini..."
"Oh... kamu dari sekolah?" Suara pelan tante Anet, menyadari Fou masih dengan seragamnya.
"Iya, tante, pas pulang Jerol minta menemani ke sini." Fou ikutan merendahkan suaranya.
"Jerol masih mengurus administrasi, Fou... Tunggu sebentar biar Je mengantarmu..."
"Gak usah tante, aku bisa pulang sendiri." Fou memaksa.
"Baik Fou... Terima kasih udan bantuin Jerol ya..."
"Kebetulsn aja tante... aku pulang ya."
.
Saat Fou mampir di sebuah tempat yang menyediakan hand sanitizer...
"Ra..." Dokter Petra berlari menghampirinya dengan senyum yang sudah terkembang di wajahnya.
Fou hanya membalas dengan senyum singkat lalu mulai berjalan menuju pintu.
"Mau pulang, Ra?" Petra mengikuti langkahnya.
"Iya, pak dokter."
"Kalau aku gak lagi dinas, aku ingin sekali mengantarmu, Ra..."
Fou mendadak ingat, dia pulang pakai apa? Motornya serta tasnya ada di rumah Jerol. Fou melihat ke arah dokter Petra, hanya pria ini yang bisa menolongnya. Fou melepaskan rasa enggan yang sempat bergayut...
"Pak dokter..."
"Ra... kenapa gak mau memanggil dengan namaku sih?"
"Oh? Oke pak dokter Petra... Tapi aku butuh bantuanmu pak dokter Petra..."
Petra tertawa dengan cara Fou menyebutnya konsisten hingga kini menyematkan kata pak dokter.
"Bantuan apa?"
"Pinjam hpmu dan aku minta lima belas ribu..."
"Buat ongkos?"
"Iya, aku meninggalkan tasku di rumah Jerol tadi..."
Pak dokter mengambil uang merah, Fou langsung menolak.
"Uang pas pak dokter Petra... punya kan?"
Petra senyum-senyum menanggapi cara Fou yang lugas, bukannha meminjam uang malah meminta, beda dengan cara orang lain. Akhirnya dia mencari uang kecil di saku celananya, Petta menemukan uang warna hijau.
"Itu aja, kamu harus relakan uangmu aku minta, hanya dua puluh ribu." Fou berkata kemudian
Petra menyodorkan uang bersama hpnya, Fou mengambilnya. Setelah selesai pemesanan ojek online...
"Pak dokter Petra, terima kasih ya untuk bantuannya, pak dokter silahkan kembali bertugas
"Aku akan menunggu hingga ojekmu datang..."
"Tugas pak dokter bisa terganggu, kembali aja..."
"Aku memaksa Ra, aku ingin melihatmu sampai kamu pergi dari sini... aku sedang cape, dan melihatmu serasa minum air es di panas terik..."
Aihh perkataan pak dokter membuat sesuatu bersemi di hati... dada Fou berdendang... Apa dokter ini sedang membuat sepuluh langkah maju? Karena sekarang dia berdiri dekat sekali dan tangannya ada di bahu Fou lagi... dirangkul seperti ini, membuat Fou menginginkan ojek pesanannya lebih lama tiba di sini...
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Sri Astuti
mau yg mana nih.. Jerol jelas sangat mengharap Petra msh galau
2023-06-30
0
ein
ahh jadi. bingung.
tim dokter apa tim erol
2023-04-17
0
Bunda Titin
ayo Jerol klo kamu msh mencintai Fou berjuanglah untuk mendapatkan Fou kembali..........kamu hrs tegas jangan plin plan LG luluhkan hati Fou,. ga akan mudah memang selain kamu punya saingan sekarang Fou jg blm tentu akan merespon positif usahamu tp yg penting usaha aj dl masalah di terima atau ga urusan belakangan...........kamu hrs yakin usaha ga akan mengkhianati hasil.........semangat Rol !!!........💪🏻💪🏻💪🏻👍🤭😊😁
2023-04-17
0