"Kenapa kau terlihat sangat senang sekali, Zi?" tanya Joshua. Merasa heran ketika melihat Zifana masuk rumah sambil terus tersenyum.
"Tidak papa, Bang. Aku lagi senang aja." Zifana duduk di samping Joshua dan tanpa malu langsung bersandar di bahu sang kakak.
"Kagak percaya. Abang yakin pasti ada sesuatu," tukas Joshua.
Zifana menghela napas panjang dan mengembuskan dengan cepat. "Aku barusan ke rumah Leli karena dia habis melahirkan."
Joshua langsung duduk tegak. Membuat Zifana yang asyik bersandar pun hampir terjengkang. Gadis itu mendengkus kasar, sedangkan sang kakak menatapnya dengan tatapan yang susah dijelaskan.
"Kau dari rumah sahabatmu yang pengkhianat itu?" tanya Joshua menuntut jawaban. Zifana mengangguk cepat. "Kau bertemu Jayden?"
"Tentu saja." Zifana kembali mengangguk cepat. Joshua pun terlihat mengepalkan tangannya kuat-kuat.
"Sial!"
"Santai, sih, Bang. Jangan ngomel gitu. Aku udah kasih pelajaran buat mereka," kata Zifana disertai senyuman licik.
Joshua terheran bahkan keningnya sampai terlihat mengerut dalam. Setelahnya, Zifana pun menceritakan semua kejadian tadi di rumah Leli. Dengan penuh semangat. Ia merasa puas karena sudah membuat kedua orang itu bertengkar bahkan memberi pelajaran untuk keduanya.
Joshua yang awalnya kesal pun langsung terkekeh. Ia sungguh tidak menyangka kalau sang adik bisa bersikap berani seperti itu. Gadis itu bisa membalas bukan menangis. Zifana yang awalnya tersenyum pun, mencebik kesal setelahnya ketika mengingat tentang Jason.
Ah, lelaki menyebalkan itu kenapa harus tiba-tiba terlintas dalam pikirannya.
"Bang, aku mau protes!" Zifana melipat kedua tangan di depan dada. Bibirnya mengerucut sampai bisa dikucir.
"Protes apa lagi, sih." Joshua mulai kesal saat jiwa manja Zifana sedang kambuh seperti ini.
"Aku mau berhenti kerja di tempat Jason. Dia menyebalkan dan aku tidak betah, Bang. Aku mending kerja di tempat lain aja. Jadi karyawan toko biasa pun tidak apa daripada jadi sekretaris, tapi makan ati tiap hari," keluh Zifana.
"Enak dong kalau makan ati terus. Bergizi. Lagian, menurut Abang, kamu itu harusnya enak kerja di sana karena di tempat sahabat Abang sendiri." Joshua tertawa meledek. Membuat Zifana makin merasa kesal padanya.
"Enak apanya? Pokoknya aku mau keluar dari sana, Bang. Dia itu nyebelin, ngeselin, pemaksa, dan ... pokoknya aku tidak suka!" Zifana masih saja bersedekap.
"Zi, Jayden jadi OB di kantor Jason, 'kan? Lalu kenapa kau tidak manfaatkan situasi itu untuk membuat Jayden makin geram sekaligus menyesal karena udah nyakitin dirimu. Kau pura-pura saja sebagai calon istri pemilik perusahaan itu. Ajak Jason bekerja sama. Abang yakin kalau Jayden akan makin panas," saran Joshua.
Zifana terdiam beberapa saat untuk memikirkan.
"Bang ...."
"Biar nanti Abang bilang ke Jason. Abang yakin dia bakalan mau banget buat bantuin. Mendingan sekarang kau masuk kamar dan mandi. Kamu sudah bau asem." Joshua menutup hidung lalu mendorong perlahan tubuh Zifana agar menyingkir.
Gadis itu pun berjalan ke kamar dengan menghentakkan kaki. Joshua hanya tersenyum ketika melihat tingkah adiknya.
"Dasar!" Joshua menghela napas panjang. "Semoga kalian bisa dekat dan saling membantu menyembuhkan luka hati yang kalian rasakan.
***
"Kau sungguh sangat gila, Lel! Bagaimana bisa kau menaruh obat pencahar di minuman itu!" Jayden geram. Sejak tadi terus saja memarahi istrinya.
Bagaimana tidak, sudah hampir dua puluh kali ia bolak-balik kamar mandi sampai badannya terasa lemas. Leli tidak merasa bersalah, ia justru berpura-pura sibuk bermain dengan anaknya.
"Apa kau tuli!" pekik Jayden makin geram.
"Salah siapa kau meminumnya. Aku membuat minuman itu bukan untukmu, tapi untuk Zifana. Kalau ternyata kau yang meminum itu maka bukan salahku, tapi salahmu sendiri!" Leli berbicara dengan santai. Seolah tidak takut pada kemarahan Jayden.
"Mana aku tahu, kau tidak memberi kode apa pun! Zifana hanya menyuruhku agar minum maka aku minum saja tanpa curiga."
"Itu artinya kau bodoh, Jay! Sangat bodoh! Aku benar-benar lelaki bodoh!" bentak Leli kesal.
Namun, tubuhnya terpaku ketika sebuah tamparan mendarat di pipinya. Dengan perlahan, Leli mengusap bekas tamparan yang terasa memanas. Lalu ia pun mendongak dan menatap suaminya yang wajahnya sudah memerah karena menahan amarah.
"Kau menamparku, Jay!" Tatapan Leli begitu menantang. Membuat ubun-ubun lelaki itu makin mendidih rasanya.
"Ya! Untuk mulutmu yang lancang itu! Berani sekali kau mengataiku bodoh! Kau pikir kau pintar? Kau hanya pintar menghamburkan uang saja!" Jayden tidak mampu lagi menahan emosi.
"Tugasku memang menghamburkan uang. Kau tidak terima? Padahal memang tugasmu mencari uang untukku. Kalau kau tidak ikhlas, ceraikan aku saja!" Leli pun mulai kehilangan kendali.
Ia tidak menyangka jika Jayden akan sekasar itu padanya. Lelaki yang ia puja bahkan ia rebut dari sahabatnya, ternyata tidak lebih dari seorang bajingan.
"Ah, daripada aku menceraikanmu, lebih baik aku menjualmu. Lumayan, bukan? Aku masih bisa menikmati tubuhmu dan mendapat uang dari para lelaki hidung belang," cetus Jayden.
Leli mendelik tidak percaya mendengar ucapan itu. "Kau sungguh sangat gila, Jay!"
"Hahahaha. Aku memang gila sejak memilihmu dan kehilangan berlian indah seperti Zifana. Bersiaplah, setelah selesai nifas maka kau harus mulai merawat diri. Biar anak kita, aku yang akan mengurus atau kalau perlu, aku akan menyewa baby sitter." Jayden tersenyum senang, sedangkan Leli menggeleng dengan cepat.
Ia menolak ide bodoh suaminya, tetapi sepertinya apa yang direncanakan oleh Jayden akan terlaksana. Hati Leli sungguh merasa sakit.
"Aku tidak percaya kau akan menjual istrimu sendiri, Jay."
Bulir bening tampak mengalir dari kedua sudut mata Leli. Bersamaan dengan rasa sakit hati yang dirasakan oleh wanita itu. Apalagi saat melihat senyum Jayden yang seolah tanpa dosa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
nurcahaya
piye lel rasane.
enak po enak
2023-05-05
0